Pagi hari yang cerah di suatu hutan yang lebat, hiduplah seekor beruang coklat. Beruang itu memiliki hobi memancing dan melukis. Beruang itu tidak pernah bemalas-malasan. Berduwit namanya. Ia memulai harinya dengan bersemangat. Berduwit bangun pagi lalu dia lari-lari kecil mengelilingi hutan. Setelah itu dia senam kemudian dia menyiram bunga yang ada di halaman rumahnya itu. Berduwit adalah beruang yang rajin.
Setelah beberapa jam, sang mentari pun memancarkan sinarnya dengan terik. Berduwit mulai bosan, dia pun akhirnya memutuskan untuk melukis, yang salah satu hobinya itu. Saat lukisannya sudah selesai, kedua sahabatnya pun datang menghampirinya. Yaitu sang kelinci dan kura-kura. Kelinci itu bernama Anak sedangkan kura-kura itu bernama Jolumten. Anak takjub melihat lukisan Berduwit yang sangat indah. “Wah indah sekali lukisanmu itu!” takjub Anak “Iya sungguh luar biasa Berduwit!” puji Jolumten “Terimakasih sahabatku” ucap Berduwit “Aku juga ingin memiliki lukisan indah sepertimu itu. Apa rahasianya?” tanya Anak penasaran “Rahasianya? Hm … rahasianya adalah … kuas ini” kata sang beruang menunjukkan kuas kuas berwarna emasnya itu. “Wow indah sekali kuasmu itu. Tapi apa hebatnya kuas ini?” tanya Jolumten. “Hebatnya, apapun yang kau gambar walaupun menurutmu jelek, tapi keesokan harinya gambarmu menjadi bagus. Karena pada saat malam hari kau tidur, muncul peri-peri kecil yang membenahi lukisanmu itu. Kakekku yang menceritakannya” jelas sang beruang. “Wow ajaib sekali! Kalau begitu boleh aku meminjamnya?” tanya Anak “Tentu saja boleh” jawab Berduwit “Anak jangan lupa ya, besok harus kamu kembalikan karena aku juga ingin meminjamnya. Bolehkan Berduwit?” kata Jolumten “Tentu saja” jawab Berduwit sambil tersenyum.
Di gubuk yang kecil dan sederhana, Anak melukis. Setelah melukis, ia pun menyimpan kuas itu di lacinya baik-baik. Lalu dia tidur dan berharap keesokan harinya lukisannya menjadi indah. Pagi harinya, kelinci bangun tidur matanya masih sayup-sayup tetapi saat melihat ke lukisan matanya menjadi terbuka lebar. Karena sungguh Berduwit tidak bohong. Lukisannya telah diperbaiki oleh peri. Kini lukisannya menjadi sangat indah. Lalu dia segera mandi dan pergi ke rumah beruang untuk menunjukkan lukisannya dan mengembalikan kuas. Saat kelinci ingin mengambil kuas di lacinya, ia terheran-heran mengapa kuas itu tidak ada di lacinya. Lalu dia mencari ke semua penjuru gubuknya. Tapi tidak ada. Dengan bersedih hati Anak pergi ke rumah Berduwit.
Saat itu di rumah Berduwit ada kura-kura yang mengantre ingin meminjam kuasnya. Anak semakin bersalah dengan merka. Setelah mendengar cerita dari Anak, mereka berdua pun kecewa. Tapi Berduwit masih curiga jangan-jangan Anak tidak mengembalikan kuas itu karena dia ingin memiliki kuas ajaib itu. Kura-kura pun merasakan hal yang sama. Tapi Anak bersumpah tidak memiliki niat sejahat itu. Tapi mereka tak percaya, terutama beruang karena kuas itu adalah hadiah istimewa dari kakeknya. Berduwit dan Jolumten pun sejak saat itu tidak mau berteman lagi dengan Anak.
Anak sedih karena tidak mempunyai teman. Ia pun merenung kejadian semalam di pinggir sungai. Perasaan tidak ada kejadian aneh apa-apa. Tapi megapa kuasnya bisa hilang? Saat merenung, Anak dikagetkan oleh Kancil. Kancil adalah hewan bijak, jadi Anak pikir mungkin Kancil bisa memberikan solusinya. Anak pun cerita masalahnya kepada Kancil. Setelah mendengar cerita Anak, Kancil berkata “Aku akan bicara dan menjelaskan yang sebenarnya kepada beruang. Aku harap beruang mengerti”. Anak berterimakasih.
“Tok tok tok” ketuk pintu sang Kancil. Beruang membuka pintu. Beruang senang Kancil berkunjung ke rumahnya. Dia pun mempersilakan Kancil masuk dan duduk. Lalu ia mengambilkan makanan. Saat beruang mengambil makanan, Kancil duduk sambil memandang rumah Berduwit yang rapi. Saat itu pula, Kancil melihat kuas emas di bawah meja yang sedikit tertutup oleh taplak meja. Mungkin itu kuas yang kelinci maksud. Setelah mengambil makanan, Berduwit menghidangkannya. Kemudian mereka saling bercakap-cakap.
“Aku mendengar kabar bahwa Anak menghilangkan kuasmu” ajak bicara Kancil duluan “Iya. Anak sangat jahat! Ia tega mengambil kuas peninggalan kakekku” ucap Berduwit marah “Apakah ini kuas yang kau maksud?” tanya Kancil sambil menunjukkan kuasnya itu “Hah? Dari mana kau dapat?” tanya Berduwit terheran-heran “Di bawah mejamu. Aku heran, kau merasa meminjamkan kuas ke Anak lalu kehilangannya. Tapi mengapa ini ada di bawah mejamu? Aku curiga dengan kau Berduwit!” tegas sang Kancil “Mmm… sebenarnya Anak tak menghilangkan kuas itu. Ketika ia tidur, aku diam-diam masuk ke rumahnya dan mengambil kuas serta lukisan Anak. Lalu lukisan Anak itu aku ganti dengan lukisan yang lebih bagus. Aku ambil kuas itu kemudian aku sembunyikan ke tempat yang tidak dicurigai siapapun” jawab Berduwit gugup. “Mengapa kau melakukan ini! Jahat sekali kau terhadap sahabatmu! Kau tau tak sekarang Anak kesepian! Ia sedih karena tidak mempunyai teman! Hanya kau dan Jumlutenlah teman Anak!” bentak Kancil memberi nasihat. “Ma… maafkan aku. Sebenarnya aku melakukan ini karena karena waktu lomba lari yang lalu, yang mendapat juara pertama adalah Anak. Sedangkan aku juara dua. Padahal aku latihan keras dan berlari sekuat tenaga. Tapi aku yang kedua” jawab Berduwit sedih “O jadi begitu ceritanya. Baiklah Berduwit, kau tidak usah bersedih lagi karena. Juara dua pun sudah bagus. Kau sudah menjadi pemenang lomba lari sehutan ini. Sungguh hebat Berduwit. Sedangkan Ano sang macan yang terkenal hebat dalam berlari sudah kau kalahkan. Lagipula minggu depan akan diadakan lagi lomba lari. Jadi kau bisa latihan sekuat tenaga, agar bisa menang” hibur sang Kancil “Terimakasih Kancil kau sudah memberiku nasihat yang terbaik. Kaulah temanku yang paling bijak” uacap sang beruang berterimakasih.
Keesokan harinya, Kancil mengajak Berduwit, Anak dan Jumluten berkumpul. Kancil menceritakan semua masalah yang terjadi selama ini dari awal sampai akhir. Setelah mendengar cerita Kancil, Anak dan Jumluten terkejut. Tak sangka Berduwit akan berbuat seperti ini. Berduwit dan Jumluten yang merasa bersalah segera meminta maaf kepada Anak. Berduwit telah salah, karena kedengkiannya dengan Anak berlebihan. Sedangkan Jumluten meminta maaf karena ia telah menuduh dan menjauhi Anak. Anak memaafkan semua salah sahabatnya itu. Akhirnya Berduwit, Anak, dan Jumluten bersahabat kembali. Berduwit sudah tidak memiliki sifat iri lagi kepada siapapun terutama Anak.
Cerpen Karangan: Dinda Mutiara Az Zahra Facebook: endang setyowati IG: @D’zahra_kf Tolong follow dan like fotonya