Di sebuah hutan yang lebat, terdapat berbagai jenis hewan yang hidup bersama. Diantaranya adalah seekor gajah yang masih muda tapi sangat ramah dan seekor kelinci kecil pemalas tapi pandai bersosialisasi dengan siapapun yang ada di sekitarnya. Gajah itu bernama Elpan, sedangkan kelinci itu bernama Kiwel. Semua penghuni hutan mengenal Elpan dan Kiwel dengan sangat baik. Mereka sangat suka dengan sikap Elpan yang suka membantu, dan sikap Kiwel yang pandai berteman dengan binatang apapun. Selain itu Elpan juga pandai melukis. Setiap hari banyak penghuni hutan yang mampir ke tempat Elpan hanya untuk melihat lukisan Elpan saja, atau juga berbincang-bincang mengenai tema lukisan yang dilukis Elpan. Semua hasil lukisan Elpan sangat bagus dan terlihat nyata. Elpan sering sekali melukis pemandangan indah yang ada di hutan itu. Sedangkan Kiwel sering membantu Elpan untuk mencari peralatan yang diperlukan untuk melukis dan menggambar.
“Elpan bagaimana kau bisa melukis dengan sangat indah dan nyata seperti itu?” Tanya Kiwel yang sedang berdiri di samping Elpan. “Seperti yang kau tahu ayah suka sekali melukis di waktu luang, tentu saja aku belajar dari ayah. Saat masih kecil aku sering memperhatikan ayah melukis dan mencoba melukis sendiri, walaupun hasilnya masih sangat jelek saat itu. Tapi aku tidak akan menyerah dan aku terus belajar dari ayah. Lama-lama aku menyadari kesalahanku saat melukis, dan inilah hasilnya. Lukisan yang tampak indah dan nyata.” Terang Elpan pada Kiwel dengan senyum manis tersungging di wajahnya. “Aku takjub dengan semangatmu itu. Tapi memang inilah Elpan yang selama ini kukenal.” Puji Kiwel.
Elpan Dan Kiwel adalah sahabat yang sangat dekat. Bagaimana tidak mereka sudah bersama sejak lama. Orangtua Kiwel meninggal saat Kiwel baru lahir, mereka tertimpa oleh longsoran tanah saat hendak mencari makan di kaki bukit. Saat itu Kiwel berada di rumah Elpan, Kiwel dititpkan oleh orangtuanya kepada orangtua Elpan sebelum mereka pergi mencari makan. Orangtua Kiwel dan Elpan memang sahabat dekat sama seperti Elpan dan Kiwel saat ini. Setelah mendengar bahwa orangtua Kiwel meninggal, akibat tertimbun tanah. Orangtua Elpan memutuskan untuk merawat Kiwel sama seperti mereka merawat Elpan. Namun orangtua Elpan tidak merahasiakan semua cerita itu dari Kiwel. Mereka menceritakan kejadian yang telah terjadi mulai dari awal sampai akhir. Sejak bagaimana mereka dapat menjadi sahabat dekat sampai bagaimana Kiwel dapat berada di rumah itu saat orangtuanya meninggal. Kiwel hanya dapat berlapang dada dan menangis saat mendengar cerita itu. Tapi orangtua Elpan memberikan kasih sayang kepada Kiwel dengan tulus. Elpan juga menjaga Kiwel seperti adik kandungnya sendiri. Oleh karena itu Elpan dan Kiwel sudah seperti saudara kandung.
Pada suatu pagi yang amat cerah. Elpan ingin pergi ke sebuah danau yang berada di tengah hutan. Saat masih kecil orangtua Elpan sering mangajak Elpan dan Kiwel pergi menangkap ikan dan mandi di sana. Danau itu memiliki pemandangan yang sangat indah. Airnya biru sebiru samudra, udaranya sangat sejuk, dan ada banyak tumbuhan yang tumbuh di sekitar danau itu. Sudah lama sejak adanya rumor tentang singa yang bersarang di dekat danau itu, sehingga orangtua Elpan tak pernah mengajaknya kembali menikmati keindahan danau itu. Tapi entah kenapa angin yang berhembus, seperti berbisik di telinga Elpan untuk pergi melukis pemandangan indah di danau itu.
“Aku ingin sekali, ya aku rindu sekali pemandangan indah danau itu. Sejak kecil aku sudah sering ke sana untuk melukis danau itu, agar aku dapat memasangnya di dinding rumah. Namun saat itu lukisanku masih sangat buruk, ini adalah saat yang tepat untuk dapat menuangkan cat pada kanvasku dengan pemandangan itu.” Ujar Elpan dengan semangatnya.
Elpan tidak ingin mengambil resiko yang besar, ia akan berangkat sendiri tanpa mengajak Kiwel. Elpan sangat menyayangi Kiwel, jika memang benar di dekat danau itu ada sarang singa ia tidak akan membiarkan Kiwel dalam bahaya. Elpan berangkat dengan membawa peralatan melukisnya, dan pergi menuju danau dengan cepat. Tanpa disadari oleh Elpan, sebenarnya Kiwel telah mendengar perkataan Elpan tadi. Kiwel memutuskan untuk membuntuti Elpan secara diam-diam karena dia tahu bahwa Elpan memang bertujuan pergi ke danau itu sendiri tanpa tahu apa alasannya. Padahal biasanya ke manapun Elpan pergi, ia selalu mengajak Kiwel.
“Huh, apa sih yang ada dipikiran Elpan? Jarang sekali Elpan tidak mengajakku saat ia pergi. Apalagi dia akan mengunjungi danau itu, apa Elpan lupa kalau aku sangat suka dengan pemandangan di danau itu?” Gumam Kiwel sambil terus membuntuti Elpan dengan sangat hati-hati.
Tak lama kemudian Elpan sampai di tepi danau itu. Elpan merasa ada yang mengikutinya sejak berangkat tadi, lalu Elpan menengok ke belakang untuk mengecek. Saat mengetahui hal itu, Kiwel segera bersembunyi di balik semak-semak rimbun yang ada di dekatnya. “Tidak ada siapa-siapa, mungkin hanya perasaanku saja.” Gumam Elpan “Hampir saja, ternyata benar Elpan berniat tidak mengajakku untuk datang kemari.” Ujar Kiwel dengan suara pelan sambil tetap bersembunyi di balik semak-semak itu.
Tiba-tiba badan Kiwel tertarik ke belakang, Kiwel berteriak karena terkejut. Elpan mendengar suara teriakan itu, dan Elpan hafal betul itu adalah suara Kiwel. Sontak Elpan berlari menuju arah datangnya suara itu. Elpan melihat seekor singa menarik badan Kiwel menuju sebuah goa batu yang amat gelap. Elpan pun berlari menuju tempat itu dengan sangat cepat dan perasaan marah. Elpan berlari dengan sangat cepat dan kekuatan penuh seperti ingin menendang singa itu dan menginjaknya. Tanpa disadarinya, ia telah mendorong tubuh singa itu jauh dari Kiwel yang membuat singa itu terpental ke ujung batu runcing yang ada di goa itu. Singa itu sekarat karena tubuhnya tertusuk ujung batu yang runcing itu. Elpan meletakkan Kiwel di punggungnya, dan berlari kembali menuju tempat tinggal mereka. “Dasar kurang ajar. Aku akan memakanmu juga gajah jelek.” Teriak singa itu mengancam dengan sisa-sisa tenaga yang masih ia miliki.
Saat mereka sampai di rumah, orangtua mereka bertanya apa yang telah terjadi pada mereka. Mengapa mereka berlari-lari? Mengapa punggung Kiwel terluka? Orangtua mereka sangat khawatir dan bingung sebenarnya kejadian apa yang telah menimpa anaknya. “Maafkan aku ayah, maafkan aku ibu. Ini semua salahku. Seharusnya aku tidak menuruti nafsuku untuk pergi ke danau yang ada di tengah hutan itu.” Terang Elpan pada ayah dan ibunya. “Kau pergi ke danau itu? Berapa kali ayah ingatkan, disana terdapat sarang dan itu bukan rumor. Ayah sudah sering mengingatkan jangan pernah pergi ke sana lagi.” Ujar ayahnya dengan marah “Ayah tenangkan dirimu. Biarkan mereka menjelaskan semuanya. Sebenarnya apa yang terjadi pada kalian? Mengapa punggungmu berdarah Kiwel?” Tenang ibu dan kemudian bertanya. “Maaf ibu, sebenarnya aku tadi bertujuan untuk melukis pemandangan di danau itu. Aku tidak tahu sejak kapan Kiwel mengikutiku, tiba-tiba terdengar suara teriakan dan suara itu seperti suara Kiwel. Lalu aku melihat tubuh Kiwel ditarik menuju ke dalam sebuah goa oleh seekor harimau. Tanpa sadar aku sudah menendang singa itu ke ujung batu yang runcing.” Jelas Elpan dengan air mata berlinangan di wajahnya “Kau ini!” Ucap ayahnya sambil mengangkat “Ayah jangan pukul Elpan, dia tidak bersalah sepenuhnya. Seharusnya aku juga dihukum karena aku pergi membuntuti Elpan secara diam-diam dan tidak meminta izin kepada ayah dan ibu. Kumohon maafkan aku dan Elpan.” Cegah Kiwel saat ayahnya akan memukul Elpan. “Maaf ayah, maaf ibu, maafkan aku. Seharusnya aku mentaati perkataan kalian, seharusnya aku tidak menuruti hawa nafsuku sebelum aku bertanya itu baik atau buruk pada kalian. Kami tidak akan mengulanginya lagi. Maafkan aku!” Pinta Elpan dengan menundukkan kepala, tangisan dan rasa bersalah pada wajahnya. “Maafkan anak-anak. Aku tahu kau mengkhawatirkan mereka. Tapi mereka masih polos dan masih belum dapat membedakan yang salah dan benar. Lagi pula mereka telah berjanji untuk tidak mengulangi perbuatan mereka lagi.” Pinta ibu pada ayah Elpan “Baiklah, tapi ingat janji kalian itu. Ayah dan ibu sangat sayang pada kalian berdua, jadi tolong dengarkan apa yang ayah dan ibumu ini ucapkan. Bersihkan tubuh kalian dan makan.” Ujar ayahnya dengan sabar dan seperti ingin meneteskan air mata “Baik ayah, terima kasih.” Sahut Elpan dan Kiwel sambil memeluk ayah dan ibu mereka.
Akhirnya mereka berdua menyesali semua perbuatan mereka, dan sejak saat itu mereka selalu mendengarkan apa yang orang tua mereka suruh. Mereka kembali seperti khidupan normal biasanya. Kali ini mereka selalu meminta izin saat akan pergi keluar rumah ke manapun mereka pergi. Elpan selalu bersama Kiwel dan menjaganya, sedangkan Kiwel selalu mengamati dan membantu pekerjaan Elpan. Mereka menjadikan persaudaraan lebih erat dari sebelumnya.
SMPN 1 PURI
Cerpen Karangan: Hanum Budiati Facebook: Hanum Budiati