Di sebuah desa yang asri dan makmur tinggalah seorang petani yang sangat rajin dan pekerja keras, setiap hari ia bekerja di sawah miliknya sendiri. Letak sawah Pak Tani lumayan jauh dari tempat tinggalnya. Pak Tani hanya tinggal seorang diri di rumah sederhana yang berada di lereng kaki bukit, ia memiliki dua orang anak perempuan. Anak pertamanya sudah menikah dan harus merantau di luar kota, lalu anak yang kedua sedang berkuliah di luar kota pula. Ibu dari kedua anak Pak Tani sudah tiada sejak melahirkan anak keduanya, karena kondisi fisiknya yang lemah, akhirnya istri Pak Tani meninggal dunia saat melahirkan. Pak Tani harus bekerja keras untuk menghidupi dirinya dan anaknya yang sedang duduk di bangku perkuliahan, sesekali anak pertamanya yang sudah menikah itu ikut membantu Pak Tani membiayai kehidupan sehari-harinya di desa.
Pada suatu hari Pak Tani ingin menuai hasil panennya, akan tetapi Pak Tani kaget oleh suatu peristiwa yang ia saksikan dis ana, ia melihat padinya sudah habis dimakan oleh kawanan burung. Pak Tani pun sedih melihat kondisi sawahnya tersebut, karena tidak bisa menjual hasil panennya saat itu.
Keesokan harinya Pak Tani memikirkan bagaimana cara agar burung-burung itu tidak datang lagi dan mengganggu sawah miliknya, lalu Pak Tani mempunyai ide untuk memasang orang-orangan sawah. Alhasil, ternyata usaha Pak Tani hanya sia-sia, karena burung-burung itu tidak merasa takut dan kembali menyerang sawah miliknya saat panen tiba. Pak Tani pun semakin sedih hatinya, karena tidak memiliki cara lagi menghadapi kawanan burung yang semakin hari semakin menjadi-jadi.
Siang itu Pak Tani sedang beristirahat di pondok sederhananya, pondok itu berada dekat sekali dengan sawah miliknya. Pak Tani berbaring di pohon itu sambil meletakkan tangan di atas keningnya. Pak Tani terdiam sejenak sambil memikirkan nasib padi-padi miliknya yang terus menerus diserang oleh burung yang jahat tersebut. Pak Tani kehilangan akal, ia pun meneteskan air matanya, teringat olehnya jika padi-padinya tidak panen dan tidak segera dijual bagaimana ia akan menghidupi dirinya dan anaknya? Pak Tani semakin larut dengan kesedihannya, baru kali ini Pak Tani menangis dan menyerah.
Saat Pak Tani sedang bermenung tiba-tiba ada seeekor semut terjatuh tepat di atas hidungnya. “Aduh, sakit sekali” rintih Pak Tani saat semut itu terjatuh lalu menggigiti hidungnya. “hmmm maafkan aku, aku terjatuh dan tidak sengaja menggigit hidungmu”. Jawab semut. Pak Tani terkejut mendengar semut yang bisa berbicara itu. Dengan lidah yang terbata-bata Pak Tani pun berkata “hai semut kecil, kenapa kamu bisa berbicara? bukankah kamu hanya seekor binatang?” Tanya Pak Tani. “Iya, aku bisa berbicara, kau tidak usah takut denganku, aku tidak akan mengganggumu. Aku adalah Raja Semut, istanaku ada di bawah pondok yang kau tiduri ini. Dari tadi aku memperhatikanmu, sepertinya kamu sedang bersedih, memangnya ada apa?” Tutur Raja Semut kepada Pak Tani. “aku sedang memikirkan nasib padi-padiku yang sudah habis diserang hama burung.” Ucap Pak Tani sambil bersedih. Melihat wajah Pak Tani yang murung, Raja Semut pun merasa kasihan, akhirnya Raja semut menawarkan bantuan kepada Pak Tani. “Ada yang bisa kubantu?” Tanya Raja semut. Pak Tani terdiam dengan tawaran Raja Semut, sepertinya ia tak percaya akan dibantu oleh hewan yang hanya bertubuh kecil itu. “Kau tak usah ragu denganku, aku akan memanggil rakyatku agar bersedia membantu”, tetapi aku punya satu permintaan, apa kau mau berjanji kepadaku, jika nanti aku berhasil membantumu, beri aku dan rakyatku beras hasil sawahmu ini, apa kau bersedia?” Tanya Raja Semut kepada Pak Tani. Tanpa berpikir panjang Pak Tani pun akhirnya menyetujui persyaratan raja semut “baiklah Raja Semut aku bersedia, yang penting kau dan rakyatmu dapat membantuku” jawab Pak Tani.
Saat panen pun tiba, Raja Semut dan rakyatnya pun berkumpul di sawah milik Pak Tani, mereka sudah menyusun ide brilian sejak kemarin. Rakyat semut tampak seperti prajurit yang sedang berada di medan perang, mereka sudah berbagi tugas untuk menempati barisan masing-masing. Sepertinya mereka sudah sangat siap untuk menanti kedatangan kawanan burung.
Beberapa menit kemudian datanglah kawanan burung yang sangat dinanti-nanti. Seperti yang mereka lakukan sebelumnya, burung-burung itu kembali memakan padi milik Pak Tani, ternyata disaat burung-burung itu bertengger dan asyik menyantap padi, rakyat semut langsung menyerang bersama-sama dan menggigiti badan kawanan burung tersebut hingga akhirnya burung-burung itu berterbangan lalu pergi karena merasa kesakitan. Raja Semut dan rakyatnya pun bersorak sorai karena berhasil mengusir burung-burung itu.
Pak Tani senang sekali dengan kerja sama rakyat semut, walaupun berbadan kecil tetapi mereka jauh lebih pintar daripada dirinya yang tadinya sudah putus asa. Saat padinya akan panen rakyat semut dipercayai oleh Pak Tani untuk mengawasi padi-padinya agar tidak diserang lagi oleh kawanan burung yang jahat. Sesuai dengan perjanjian sebelumnya, Pak Tani tidak pernah lupa memberikan hasil panennya kepada rakyat semut karena sudah membantunya. Waktu pun cepat berlalu, sekarang Pak Tani menjadi seorang petani yang sukses. Pak Tani tidak pernah lupa dengan janjinya, ia selalu memberikan hasil panennya kepada rakyat semut.
Suatu ketika Pak Tani mulai ingkar janji karena sudah terlena dengan uang yang ia dapatkan dari hasil panennya, ia mulai pelit dengan rakyat semut. Sebelumnya ia selalu memberikan beras yang ia dapatkan dari hasil panennya, namun kali ini Pak Tani mengulur-ulur waktu untuk memberikan hasil panen tersebut kepada rakyat semut, dan bahkan yang diberinya pun sudah semakin berkurang dari sebelumnya. Melihat Pak Tani yang sudah semakin pelit dan ingkar janji itu, akhirnya Raja Semut dan rakyatnya pun bersepakat untuk memberikan pelajaran kepada Pak Tani. Rakyat semut yang biasanya berada di sawah Pak Tani untuk mengawasi kawanan burung saat musim panen, tiba-tiba tidak berangkat ke sawah. Dan ternyata kawanan burung kembali menyerang sawah Pak Tani karena mereka tidak melihat ada rakyat semut lagi yang menjaga. Akhirnya kawanan burung berhasil menghabisi hasil panen milik Pak Tani. Pak Tani kembali mengalami kerugian karena tidak bisa panen saat itu.
Menyaksikan padi-padinya yang sudah tidak bersisa itu lagi, Pak Tani pun terdiam dan langsung meneteskan air matanya. Pak Tani seolah tak percaya kenapa padi-padinya bisa dibasmi lagi oleh kawanan burung, ia sedih melihat kondisi sawah miliknya itu, lalu ia kembali menemui Raja semut yang saat itu tidak dilihatnya di sawah. “Hai Raja Semut kau ada di mana?” teriak Pak Tani. Dengan sangat kompak Raja Semut dan rakyatnya pun datang menghampiri Pak Tani. “Ada apa Pak Tani yang dermawan? Ada yang bisa kubantu?” ucap raja semut. “Padiku kembali diserang oleh kawanan burung yang jahat wahai Raja Semut, mengapa kalian tidak ada di sawahku ketika musim panen datang” tanya Pak Tani lirih. “hai Pak Tani yang malang, mengapa kau menangis kepada kami? Bukankah kau sudah sukses dan berjaya? Bukankah kau sudah tak membutuhkan kami lagi?” Tanya raja semut. “Tidak ingatkah kau dengan janjimu dulu kepada kami, ketika kami telah membantu tetapi kau melupakan kami begitu saja? Jatah beras untuk kami sudah tidak seperti biasanya. Beras yang kami makan hanya cukup untuk sebagian dari rakyatku, bahkan ada sebagian dari kami yang tidak kebagian dan kelaparan” tutur raja semut yang sangat marah kepada Pak Tani. “Tahukah kau wahai Pak Tani, aku dan rakyatku terpaksa melihat sawah milikmu kembali di serang hama burung itu hingga menghabisi hasil panenmu. Kami ingin memberikan pelajaran berharga untukmu. Kami rakyat semut tidak ingin ada manusia yang bersifat curang terhadap kami yang hanya hewan kecil ini, kami terpaksa melakukannya agar kau tidak terlena dengan keserakahanmu itu. Kami tahu kau sedang menikmati kesuksesanmu, tetapi apa kau tidak menatap kami? Kami tidak butuh semua hasil panenmu, tetapi kami hanya butuh sedikit untuk makan kami sehari-hari”. Tutur raja semut kepada Pak Tani yang sedari tadi hanya berdiam diri mendengar penjelasan Raja Semut. “Wahai rakyat semut, aku minta maaf sudah membuat kalian kecewa atas sikapku yang buruk ini, aku terlena dengan apa yang sudah aku punya saat ini. Aku sudah tidak tepat janji kepada kalian semua, maafkanlah aku wahai Raja semut, rakyatmu kelaparan karena perbuatanku. Harusnya aku menepati janjiku, aku sangat ingat akan jasa kalian semua membantuku mengusir kawanan burung yang hampir setiap panen ia menghabiskannya tanpa sisa. Karena bantuan kalianah akhirnya kawanan burung itu tidak pernah berani datang ke sawahku. Jika bukan karena kalian mungkin aku sudah jatuh miskin dan tidak akan merasakan kejayaan seperti sekarang ini” ucap Pak Tani. Akhirnya Pak Tani pun sangat menyesal dengan perbuatannya dan ia menangis kencang di depan semua rakyat semut sambil meminta maaf kepada Raja Semut.
“Sudahlah… hapus air matamu wahai Pak Tani, aku dan rakyatku telah memaafkanmu, kami juga meminta maaf karena sudah membiarkan kawanan burung menghabiskan padi-padimu, kami tidak bermaksud untuk membalaskan dendam kami, tetapi kami hanya ingin memberikan peringatan kepadamu agar tidak ingkar janji lagi”, ucap Raja Semut kepada Pak Tani. “Tidak apa-apa wahai Raja Semut, aku yang seharusnya malu kepada kalian, kalian hanya seekor hewan yang bertubuh kecil, tetapi sangatlah pintar dan baik hati. Terimakasih untuk pelajaran berharga yang kalian berikan kepadaku. Hari ini dan seterusnya aku akan menepati semua janji-janjiku kepada kalian” tutur Pak Tani dengan mata yang berkaca-kaca. Lalu Pak Tani memutuskan untuk menjadikan Raja dan rakyat semut sebagai sahabatnya yang senantiasa membantu dirinya.
Cerpen Karangan: Nike Resti