Setelah ketemu doi online selama 3 bulan, aku langsung memblokirnya.
Masalah terjadi seperti ini,
Hari itu aku baru selesai mata kuliah pagi, sambil makan ice cream sambil jalan ke arah pulang, saat itu mendengar dalam gang ada suara orang sedang berantem.
Aku menoleh, ternyata belasan preman sedang berantem, aku kaget setengah mati.
Aku dengan gementar mengeluarkan hp ingin lapor polisi, tapi ketua preman malah menatapku.
Sebelum dia mendorongku ke dinding, aku mengirim pesan "SOS" ke pacar online ku.
Tidak disangka hp preman ini bunyi !
"Apa ?"
Si preman melepaskan tanganku, dengan gementar melihat pesan yang masuk.
Awalnya aku masih belum pasti, sampai dia mengirimkan pesan.
"Sayang, kamu kena masalah ? Kirim lokasi kamu, aku segera pergi!"
Aku diam-diam membuka WhatsApp.
Pesan yang ku terima sama persis.
Ya Tuhan, siapa yang bisa menjawab !
Mengapa doi aku yang selama ini berimage ilmuwan, lembut, sopan, gentleman dan teliti ternyata adalah seorang preman !
Jadi selama ini aku salah mengiranya !
"Kenapa kakak iparmu belum balas? Jangan-jangan dia terkena masalah ? Gimana ni gimana ?"
Herman bagaikan ayam jantan yang berkeliaran diantara bawahannya.
Iya, jika dia tidak membohongiku, maka preman ini namanya adalah Herman.
"Siapa berani menyentuh pacarku, ku hancurkan kepalanya !"
Aku melihat Herman yang sedang marah besar, diam-diam menilainya.
Rambut abu yang sisir kebelakang, anting yang aneh, celana jeans yang sudah koyak, dilengannya masih ada tato yang tidak jelas.
Ini mah preman, tidak !
"Bang, gimana kalau kakak ipar memang dalam kondisi bahaya ? Atau abang langsung telepon saja."
Herman setuju dengan omongan bawahannya, segera buka hp dan ingin telepon aku.
Tidak, tidak boleh sampai ketahuan !
Aku segera ketik dan kirim pesan, wajah Herman segera menjadi sangat tidak enak dilihat.
"Kakak iparmu berkata hubungan kami yang bermasalah, maskudnya apa ya ?"
Herman menggertakkan gigi belakangnya dan menepuk bawahannya dengan seram bertanya.
"Ini... Paling tidak membuktikan kakak ipar tidak dalam kondisi bahaya."
Benar juga, asal dia baik-baik saja, namanya juga cewek, pasti suka marah, nanti aku bujuk dia baik-baik, pasti akan......"
Herman belum selesai bicara sudah mendapatkan pesan lagi.
"Kita putus."
Seketika hening.
Hingga.
"Bang, bang kok kamu nangis ?"
"Siapa yang nangis ! Ini mataku kemasukkan debu !"
Herman menepuk tangan bawahannya yang mengantarkan tisu, dan tarik nafas dengan dalam.
Sekali putar kepala, ya ampun, matanya merah.
"Tidak bisa, aku tetap harus telepon ke kakak ipar kalian, jangan-jangan hpnya dirampok sama yang lain, ini pasti bukan dia yang kirim."
Ya ampun, habis la aku !
Mata aku terus berputar, sambil memikirkan bagaimana menyelesaikan maslaah ini.
Sedetik sebelum Herman meneleponku, masuk lagi satu pesan di WA.
"Lagi belajar, nanti baru bahas lagi, malam ini jam 7, kita ketemu di cafe matahari."
Herman menghela nafas, dia meninggalkan bawahannya segera menaiki motor yang ada di seberang jalan.
"Mereka sudah diberi pelajaran, lain kali jangan cari masalah lagi, gua mau pulang duluan buat persiapkan kencan malam ini."
Habis bicara, dia melihatku.
"Kami bukan orang jahat dan tidak akan menindas wanita, orang yang tadi kami pukul adalah brengsek yang memeras uang anak sekolah, kami ini namanya membela kebenaran, mengerti ?."
Aku mengganggukkan kepala bagaikan ayam kecil.
Aku menghela napas melihat Herman yang pergi.
Paling telat malam ini, tidak mau tahu pakai cara apapun, ku harus putus dengan preman ini.
Cafe matahari。Malam jam 7 di cafe matahari.
Aku bersembunyi dibelakang kasir untuk mengamati tindakan Herman.
Iya, aku kerja part time disini.
Tidak mungkin aku beneran mau ketemu dia.
Orang yang emosian gitu kalau aku sengaja ingkar janji pasti akan berhasil putus dengannya.
Herman nampak sangat menantikan kencan ini, jam setengah tujuh sudah sampai.
Tidak tahu mengapa rambutnya sudah menjadi warna hitam dan disisir ke depan, anting yang ada ditelinganya juga menghilang.
Kemeja putih dipadukan dengan celana panjang setelan jas hitam dan kemeja yang dikancingkan hingga kancing terakhir, jika bukan lihat langsung kelakuan buruknya, aku pasti akan mengira dia adalah pemuda ceria yang berbaik hati.
Dasar pria yang licik.
Aku masih memakinya dalam hati, tiba-tiba bos mendorongku keluar.
"Dek, lagi ramai ditoko sedangkan karyawan kita tidak cukup, aku jaga kasir, kamu pergi bantu mereka ya ."
Aku masih belum selesai mencerna omongannya sudah dikasi menu oleh bos.
Aku menghela napas dan menekan topi lebih dalam, menundukkan kepala berjalan melewati Herman.
"Berhenti"
Suaranya sekarang lebih menyeramkan dibanding iblis.
Aku seperti sudah dikutuk, hanya bisa diam ditempat, Herman melihatku dari atas hingga kaki.
"Kamu cewek tadi pagi yang mata-matai kami saat tawuran ?"
Apanya yang mata-mata, kayak aku genit saja.
"Iya"
Aku menganggukkan kepalaku dengan pelan.
"Kamu juga dari Universitas Ordinal ?"
Aku menganggukkan kepala.
Dia mengusapkan kepalanya berkata.
"Aku juga dari Universitas Ordinal, aku mau minta maaf untuk masalah siang tadi, nanti pacarku mau datang , kamu......"
Tidak, pacar kamu tidak akan datang.
“Tenang saja kak, aku akan anggap sebelumnya tidak pernah ketemu dengan kakak !”
Aku dengan pintar menjawab seperti itu dan berhasil mendapatkan senyuman dari Herman.
"Sangat baik ! Namamu siapa ? Nanti aku kasi kamu bintang lima."
Pertanyaan mematikan.
Siapa dah nama protagonis wanita yang aku baca di novel tadi siang?
"Namaku Reni, tidak perlu kasi kami bintang lima, toko kami tidak menggunakan sistem ini."
Aku tertawa garing dan segera pergi.
Herman menghela napas dan melihat jam tangan.
Jam 7 :20.
"Pacarnya" sudah telat 20 menit.
"Tidak masalah, namanya juga cewek, sudah biasa kalau telat."
Dia asyik ngomong sendiri dan mengeluarkan kertas kecilnya mulai menghafalkan teks.
"Sayang, walaupun kita kenal lewat internet, tapi pasti Tuhan yang menentukkan takdir kita sehingga kita bisa begitu cocok satu sama lain. Ah! Gadisku. Mari kita gandengan tangan untuk menuju masa depan yang bahagia. "
Ya ampun !
Aku meliriknya, disamping tempat duduknya masih ada kotak cantik yang diikat pita.
Niat banget sampai menyiapkan kado.
Sudah la, walaupun dikasi emas aku pun tidak berani ambil.
Sampai jam 8 akhirnya dia mulai tidak sabar.
Hp aku berbunyi dan masuk sebuah pesan, aku buka pesan tersebut.
"Sayang, masih mau berapa lama ? Aku sudah tidak sabar mau ketemu dengamu."
Aku mematikan hp dan memutuskan untuk tidak membalasnya satu kata pun.
Biarin dia marah saja, makin bagus jika dia menghapus kontak aku.
Jam 9.
Herman sudah memesan 3 gelas minuman, dirinya bagaiman anjing yang lemas berbaring dimeja.
"Sayang, kamu kena macet ya ? Aku tunggu kamu disini ya."
"Sayang, balas aku dong ?"
"Kalau kamu online balas aku 1 aja ya"
Sudah saatnya.
Aku mengeluarkan hp dan mengetik beberapa pesan.
"Maaf Herman, aku sudah lama memikirkan ini, kurasa kita tidak cocok, jadi tidak ada gunanya buat ketemuan lagi ! Terima kasih banyak selama 3 bulan ini dan juga semoga kamu bisa ketemu cintamu ya."
Tingtong, Herman habis membaca pesan ini wajahnya berubah jadi hitam.
Dia meneleponku dan hanya mendapatkan suara dari AI——Maaf, nomor yang anda hubungi sedang sibuk.
Dia tidak menyerah, lanjut telepon lewat WA.
Saat ini dia baru menyadari dirinya kena blokir.
Herman memukul meja dengan keras, aku yang dikasir kaget.
Seram banget, untung sudah putus.
Dia dengan marah membuka kotak itu dan mengeluaran mille crepe yang sangat lezat.
Minggu kemarin aku tidak sengaja membahas kue ini saat lagi chat dengan Herman, kue ini brand yang sedang booming, tiap hari antriannya sangat panjang.
Jujur aku sedikit merasa bersalah.
Tapi mendingan sakit sekarang dari pada sakit nanti, kami tidak mungkin bisa berjalan hingga akhir.
Herman mengeluarkan pisau makan dan memotong potongan kue yang besar, setelah itu dengan kasar memasukkan kuenya ke mulut.
Dia makan sampai menangis, beberapa kali membuang ingusnya.
Tidak segitunya kali bro, masa sebucin ini si, kamu ini preman sekolah loh !
Kuenya masih sisa setengah tapi Herman sudah tidak sanggup makan, dia mengambil jaket dan keluar.
Akhirnya pergi juga.
Aku menghela napas panjang, merasa bersalah saat melihat bayangan Herman yang hilang dikegelapan.
Untung semuannya sudah selesai, kedepannya kami tidak mungkin ketemu lagi kan?
Yang tidak kusangka adalah besoknya aku ditahan lagi oleh Herman.
Drama Herman :
Cuman putus kok.
Tidak ada apa-apanya.
Semua orang juga pernah putus cinta.
Mereka juga mengalami ini.
Gua tidak nangis.
Lucu sekali.
Kok gua tidak berguna banget si?
Gua tidak mau cari pacar online lagi.
Benar-benar buang waktu.
Besok gua mau cari pacar baru yang secantik bidadari.
He, dia benar-benar buta memutuskan pacar sebaik aku.
Tengah malam.
Mengapa si dia putus sama aku ?
Dia bilang kami tidak cocok, sebenarnya mana yang tidak cocok ?
Kurasa dari segi mana pun kami cocok banget !
Mengapa dia mau blokir nomor aku ?
Tidak bisa jadi pacar emangnya tidak bisa kembali jadi teman biasa ?
Dia tidak puas apa denganku, kan aku bisa berubah !
Kenapa tidak berikan aku satu kali kesempatan ?
Padahal kemarin masih panggil aku beb dengan mesra, mengapa hari ini pas putus sudah memanggilku Herman ?
Dasar wanita brengsek ! Aku pasti ketemu wanita brengsek !
Mengapa air mata aku ngalir terus ? Besok ketemu bawahanku bagaimana aku menceritakannya ?
PUSING !
Huhuhu, hati aku sakit, gadis itu tidak punya hati kali ya ! Mengapa dia putus dengaku ?
Huhuhu, dia cinta pertama aku !
Padahal sudah 3 bulan, orangtuaku aja pacaran 2 bulan sudah langsung nikah, gua aja sudah pikirkan nanti ngelamar dia pakai cincin merek apa loh, dia kok bisa langsung bilang putus si......
Besok pagi, aku bangun dengan membawa mata panda ke sekolah udah gitu aku menabrak adik kelas yang semester satu, cv ditangannya bagaikan salju bertebaran hingga jatuh ke lantai.
"Maaf kak , aku tidak sengaja, maaf maaf......"
Emangnya gua semenakutkan ini? Mengapa pada takut dengan gua ?
Aku jongkok dan bantu dia memunggut cv.
Satu lembar, dua lembar, tiga lembar.
Aku tiba-tiba terpaku dan menyempitkan mata pada cv yang barusan aku pungut。
Gadis difoto tertawa dengan ceria, wajah ini sangat familiar, kemarin aku sudah ketemu dua kali dengannya.
"Kebetulan banget, kamu juga sekelas dengan Reni?"
"Ah? Namanya Yulia, dia adalah ketua kelas kami."
Adik kelas ini sambil menaikkan kacamatanya dan membicara dengan pelan.
Didunia ini masih ada orang yang mirip begini ?
Aku perhatikan lagi dan menyadari satu kebenaran yang mengejutkan.
Nomor telepon yang ada di CV ini sudah ku teleponi semalam berkali-kali.
"Heh, Yulia ?"
Aku baru sadari semuanya, merasa diriku bagaikan anjing kecil yang dipermainkan habis-habisan.
"Aku ambil cv ini ya, kamu tidak masalahkan untuk print ulang ?"
Aku memeras cv ditanganku dan senyum dengan sangat menyeramkan.
"Tentu, tentu tidak masalah kak."
"Jangan kasi tahu orang lain kamu hari ini ketemu denganku.“
"Baik, baik kak !"
Aku menepuk pundaknya, wajahku nampak sedikit tersenyum dan pergi.
Bohongi aku itu harus menanggung konsekuensinya loh.
Sayang.
Saat bangun di pagi hari, kelopak mata kananku terus bergerak-gerak, membuatku merasa tidak nyaman. Aku menghabiskan pagi hari dalam keadaan linglung, tanpa ada yang terjadi. Baru pada siang hari, tepat sebelum hendak tidur siang, seorang asing bernama "Wenni" mengundangku di WhatsApp.
Foto profilnya adalah foto seorang wanita paruh baya, dan dari dugaanku, tampaknya ia seorang wanita paruh baya yang baik hati. Karena penasaran, aku mengklik untuk menerima, dan dia segera mengirimiku pesan.
"Halo, apakah kamu Yulia, seorang mahasiswa dari Jurusan Bahasa Inggris di Universitas Ordinal? Saya sedang mencari guru les, dan Student Center merekomendasikan kamu kepada saya melalui WhatsApp, memberikan gambaran singkat tentang situasimu. Saya puas dengan kualifikasi kamu dalam semua aspek. Apakah kamu bersedia menjadi guru les bahasa Inggris untuk anak saya yang duduk di kelas tiga SD di rumah saya?"
Sungguh keberuntungan yang luar biasa! Aku baru saja meminta perwakilan kelas kemarin untuk menyerahkan resumeku ke pusat magang, dan hari ini aku sudah mendapatkan pekerjaan paruh waktu! Dengan penuh semangat, tetapi berusaha menahan emosi, aku mengetik balasan dengan penuh ketulusan:
"Tentu saja, Bibi. Bolehkah aku bertanya jam berapa yang tepat untuk kelas? Selain itu, bisakah Bibi memberiku informasi singkat tentang situasi anak sehingga aku dapat mempersiapkan diri terlebih dahulu? Jika Bibi mau, aku juga bisa mendemonstrasikan kemampuanku."
Bibi mengetik cukup cepat. Dia segera membalas pesanku:
"Tingkat bahasa Inggris anak saya mungkin hanya mengetahui seperti apa bentuk 24 huruf latin. Kelasnya tiga kali seminggu, dari jam 5 sore sampai jam 7 malam, dan saya bisa mengkoordinasikan waktu yang tepat denganmu. Bayarannya 200 ribu rupiah per sesi. Jika kamu memiliki persyaratan lain, silakan beritahu saya."
Hmm, kalau tidak salah, seharusnya ada 26 huruf dalam bahasa Inggris. Sepertinya kemampuan bahasa Inggris si Bibi ini tidak terlalu bagus. Namun, mengingat gaji tinggi yang dia tawarkan, aku menahan kegembiraanku dan dengan cepat menjawab dengan hormat.
"Tidak masalah, Bibi. Aku tidak punya persyaratan apa pun!"
Setelah sekitar lima menit, dia mengirimiku kontrak elektronik.
"Jika semuanya oke, mari kita tandatangani kontraknya."
Aku membaca dengan saksama ketentuan-ketentuan dalam kontrak tersebut. Keuntungannya sangat besar, tetapi hukuman untuk pelanggaran kontrak sangat menakutkan, sepuluh kali lipat dari biaya les.
"Ah, itu karena aku tidak suka orang yang menyerah di tengah jalan, dan itu hanya untuk tiga bulan. Tidak baik jika seseorang kabur di tengah jalan, bukan?"
Dengan ramah Wenni menjelaskan, menghilangkan keraguanku.
Dengan penuh percaya diri, aku menandatangani kontrak elektronik dan mengklik tombol konfirmasi.
"Bagus! Apakah kamu punya waktu hari ini pukul 5 sore? Kita bisa memulai kelas pertama kita."
Aku memeriksa jadwal dan kebetulan tidak ada kelas di sore hari, jadi aku langsung setuju.
Wenni mengirimkan tiga emoji tersenyum dan memberikan alamatnya.
Oh, ini pasti tempat orang kaya!
Aku berdandan dengan hati-hati, mengikat rambut menjadi ekor kuda tinggi, dan berganti pakaian. Aku tiba di depan pintu rumah tepat waktu dan mengetuk pintu.
Pintu terbuka, dan aku segera membungkuk sembilan puluh derajat, dengan penuh hormat:
"Halo, Bibi! Aku Yulia, aku datang untuk..."
Sebelum aku bisa menyelesaikan kalimatku, terdengar tawa mengejek dari seorang pria di atasku.
Aku mendongak. Ah! Aku pasti melihat sesuatu!
Mengapa Herman yang membukakan pintu?
Dia mengenakan kaos bergambar tengkorak, rambutnya dicat perak, dan alisnya yang berkerut membuatnya terlihat sangat garang.
Aku ingin melarikan diri, tetapi dia mencengkeram tali ranselku dari belakang.
"Ada apa, Yulia? Kamu sangat pandai dalam belajar, dan sekarang kamu ingin melarikan diri?"
Aku berbalik, terkejut, dan menatapnya dengan mata terbelalak.
"Kamu... Wenni?"
Siapa yang bisa membayangkan bahwa pengganggu sekolah yang selalu membuat masalah itu bernama Wenni? Apa hati nuraninya tidak sakit???
"Di zaman sekarang, siapa yang tidak punya akun alternatif, kan?"
Herman dengan malas menatapku dengan pandangan aneh.
Aku menduga dia sedang mengisyaratkan sesuatu.
Karena ketika dulu aku menambahkan akun Herman, aku menggunakan akun alternatif.