Apakah salahku ini ya rab, apakah karena dosa-dosaku padamu atau salah tingkahku pada orangtuaku sehingga membeli mangga saja pun tak boleh.
Ara adalah anak laki-laki dari satu saudara, dia adalah seorang anak penurut, tekun ibadah dan pendiam, yang terlahir dikalangan orang kaya juga terpandang di desanya. Ayah ibunya pun mempunyai usaha yang cukup besar di desanya dan dapat mempekerjakan cukup banyak orang yang ada di desanya.
Setiap hari ia selalu diberi uang yang banyak oleh orangtuanya, api bukan berarti uang adalah segalanya, karena ia selalu dilarang apa yang ingin ia beli dan inginkan, di dalam keluarganya juga banyak sekali kebohongan-kebohongan yang terjadi, ayah dan ibunya pun selalu bertengkar dan apa yang ia senangi dan cita-citakan tak-pernah sekalipun didengar oleh orangtuanya, apalagi dituruti.
Setiap hari dia selalu dimarahi dan ditegur oleh orangtuanya, setiap matahari terbenam ia harus masuk ke rumah dan tak boleh kemana-mana, pernah dia izin keluar untuk belajar saja dilarang keras, seakan-akan orangtuanya tak sedikitpun percaya denganya, padahal ia selalu menuruti apa yang diperintahkan orangtuanya. Beda dengan kakaknya yang selalu boleh melakukan ini itu dan yang diinginkanya selalu didapatkan, semua terasa tak adil. Semua itu bagaikan dipenjara dalam sel emas dan berhias berlian, Percuma.
Suatu hari dia pernah disuruh ke pasar untuk belanja membeli kebutuhan sehari-hari, karena ibu bapaknya sibuk, maka ia pun dikasih catatan belanja untuk pergi ke pasar bersama si mbahnya, pagi-pagi sekali ia pun pergi ke pasar dengan mengendarai motor.
Sesampainya di pasar Ara pun membeli apa yang ibunya catatkan untuknya, setelah membeli semuanya yang disuruh, lalu dia bergegas untuk pulang, akan tetepi ia melihat mangga yang sangat mengoda, lalu ia pun membelinya, setelah itu ia pulang ke rumah.
Sesampai di rumah semua barang belanjaan diberikan kepada ibunya, lalu ia pergi masuk ke kamarnya. Setelah itu ibunya ngobrol dengan nenek, “ibu tadi ara kok malah membeli mangga, ibu tidak melarangnya ya, kalau begini terus boros namanya”. Usai mengobrol bersama lalu ara disuruh mengantar nenek kembali ke rumah beliau, sesampainya di rumah nenek ia dinasehati oleh neneknya, “ara besok kalau belanja jangan beli yang tidak sesuai dengan daftar belanja ya, karena ibumu melarangnya”.
Sesampainya di rumah ia pulang dengan muka masam, lalu masuk ke kamarnya, di dalam kamar ia merenung ya Allah apa artinya kekayaan ini jika cuma beli mangga saja dilarang.
Kemudian keesokan harinya ia diajak bicara dengan ibunya, “ara besok-besok jangan beli mangga ya, karena ayahmu melarangnya, jadi jangan pernah beli apa-apa ya”, jawabnya menggangguk sambil terdiam, ia pun bingung dan marah pada orangtuanya, mana yang harus ia percayai apakah nenek, ibu, ataukah ayah saya. Kejadian Itu pun selalu terjadi berkali-kali, yang membuatnya bosan. Dan dia sekarang tidak pernah percaya pada siapa-siapa, kedua orangtuanya saja berbohong pada dirinya apa lagi orang lain, yang ia percayai sekarang hanyalah Tuhan semata, Sungguh kasihan dia.
Setelah itu ara pun sadar uang bukanlah segalanya, apa artinya orang ua kaya kalau akhirnya tidak bisa memiliki, yang dia inginkan hanyalah kebebasan, dan kebahagian yang sejati, bukan kekayaan dan kemewahan yang fana.
Cerpen Karangan: Ahmad Arkan Syahril Hujaj Blog / Facebook: Ahmadarkan Ttl : Grobogan, 07 April 1998