Embun itu terus membuat tatapan Keyzie kosong, French toast yang dilapisi selai cokelat hazeulnut impor yang dibeli Papa-nya ketika berkunjung ke Australia tak kunjung habis, angin yang memakan kehangatan French toast milik Keyzie. Anak itu benar-benar sibuk dengan pikirannya saat ini, padahal jam dinding terus bergerak detik demi detik untuk mengawali hari pertama sekolahnya di SMP Kembang Bangsa, dimana sekolah itu spesial.
Spesial? Ya, spesial untuk anak-anak seperti Keyzie. Anak yang mengalami disabilitas. Keyzie memang dikabarkan lahir secara abnormal, kakinya yang kanan tak seperti kaki perempuan biasanya. Bibirnya yang tipis dilapisi peach lipgloss berkelas tak dapat merangkai kata-kata. Anak itu gagu dan lumpuh. Tapi, Mama dan Papa Keyzie selalu memenuhi keinginannya, mereka memang terlahir sebagai keluarga yang amat sangat mampu.
Papa Keyzie, Mr. Hitori salah satu pemilik usaha pertambangan uranium di Aceh, juga meneruskan kepemimpinan kakeknya yaitu sebagai direktur perusahaan ternama di Asia Timur, terutama Jepang. Mr. Hitori memang asli Jepang yang lahir di Samarinda 46 tahun lalu.
Mama Keyzie, Ms. Lisa yang merupakan sebuah pemilik butik terkenal di Jakarta, tempat mereka tinggal, Karya tulisnya juga menjadi pajangan best seller di Amerika. Beliau juga gemar bermain harpa sebagai hobi.
Tetapi menurut gadis cantik kelahiran 1999 itu, semua harta orangtuanya belum cukup dikala dia tak bisa melakukan hal-hal normal seperti anak-anak biasanya yang setiap Minggu berjogging, ikut audisi Idol-idolan. Membuatnya meresapi nasib sebagai anak yang gagu dan lumpuh. Dimana cerita Mama dan Papanya bahwa mereka sempat ingin mengugurkan Keyzie ketika tahu anak tunggalnya cacat mental. Namun Keyzie harus bersyukur pada Yang Maha Esa sebab niat kedua orangtuanya itu diurungkan Karena Ms. Lisa secara tiba tiba sangat mencintai anak pertamanya itu.
“Sayang, cepat dimakan rotinya. Setelah ini baru mama panggilkan Pak Tukiran untuk mengantarkan kamu ke sekolah barumu itu,” sahut Mama yang tengah berselonjor di sofa pastel yang empuk tanpa memandang Keyzie yang menyelesaikan kegiatan melamunnya dan segera menghabiskan French toast, kemudian turun dari meja makan yang lebih mirip bar.
Ms. Lisa sudah sangat memercayai Pak Tukiran sebagai supir pribadinya, dan sekarang beralih sebagai supir pribadi Keyzie yang akan mengantar anak itu kemana saja. Pak Tukiran orangnya jujur, dan penurut, tak lupa juga sifatnya yang sabar membuat Ms Lisa melanjutkan status Pak Tukiran sebagai supir pribadi keluarga Tsuzura. “Hm, Pak Tukiran tolong antarkan ke sekolahnya Keyzie. Sudah saya beritahu kemarin kan letaknya dimana?” tanya Ms. Lisa, sedangkan yang ditanya mengangguk kencang. “Baiklah kalau begitu jalan.”
Keyzie sekarang ini sedang dalam perjalanan, memutuskan untuk mengecek akun LINE nya dikarenakan ia tidak tahu seberapa lama ia akan sampai ke sekolah barunya itu. Kursi rodanya ditaruh di bagasi mobil, mobil pribadi Keyzie tentu Audi tipe r8 yang sudah dimodif sedemikian rupa.
“Nak Keyzie sudah sampai,” Pak Tukiran menghentikan mobilnya di parkiran sekolah yang tidak begitu luas dan menoleh ke kursi belakang. Keyzie dibantu turun dari mobil oleh pak Tukiran.
Gadis itu tersenyum dan membukuk sedikit untuk mengucapkan terima kasih pada Pak Tukiran yang sudah mengantarkannya ke sekolah yang menurutnya masih asing. Setelah pamit dan berseragam, kursi rodanya didorong oleh seorang guru pendamping.
“Halo Keyzie Tsuzura kan? Perkenalkan, saya guru pendamping kamu disini. Nama saya Erna Jessika, sebagai suster Erna,” suster yang usianya belum genap bekepala tiga itu tersenyum sembari mengantarkan Keyzie ke kelasnya yaitu kelas 8A. Keyzie hanya membalas senyum dengan mengangguk ketika suster Erna memperkenalkan diri.
Jadi, di sekolah ini, setiap murid memiliki tiap guru pendamping alias suster. Dari yang cacatnya masih level 1 sampai level 3 pun tipe gurunya berbeda-beda. Keyzie digolongkan sebagai yang cacatnya masih level 1.
Seisi kelas tak mempedulikan kedatangan Keyzie saat gadis itu masuk ke kelas 8A, hanya beberapa yang masih bisa mengendalikan matanya ke pintu kelas. “Keyzie tempat duduk kamu nomor berapa? Kamu dikasih kertas kan?” suster Erna tahu Keyzie tak dapat menjawab pertanyaannya, tapi ia hanya meyakinkan. Anak itu memperlihatkan sobekan kertas berisi tiga digit nomer dimana itu tempat duduknya nanti. “Ooh, oke.”
Di jam pelajaran pertama, Keyzie benar benar merasa nyaman, daripada di sekolah sebelumnya alias sekolah normal. Ia sering dibuli. Itu merupakan salah satu hal yang membuatnya meminta Ms Lisa agar memindahkan dirinya ke tempat yang benar-benar pas untuknya. Oh ya, murid di SMP Kembang Bangsa ini tiap kelasnya antara 12-16 orang saja. Jadi sangat memungkinkan ini bakal terjadi layaknya keluarga besar.
“Hai, kenalkan saya guru kalian kelas 8A, nama saya Julia. Semoga kalian nyaman disini. Kalau ada keluhan kalian bisa pencet tombol yang tertera di remot yang guru pendamping kalian beri nanti. Selamat juga buat yang Sudah naik kelas dari kelas 7 ke kelas 8, dan selamat datang buat kalian yang baru datang!” Miss Julia tersenyum simpul dan menggerak-gerakan tangan kanannya mengisyaratkan ‘halo’
Guru kelas itu memanggil para guru pendamping untuk membagikan ini kepada para murid nya masing-masing. Di sana tak perlu absen, sebab mejanya akan menghitung absen apabila sudah memencet tombol pada meja. Otomatis.
Keyzie mulai belajar hingga waktunya istirahat tiba, seperti biasa Keyzie membuka tas ransel– berwarna navy blue– untuk menyantap makan siangnya, yah sebenarnya sekarang belum resmi siang sih, 10:21.
“Uhm, hei ak– AHH!” “Hei Anesse kamu nggak apa-apa? Aduh makannya pelan-pelan, tongkatnya dipegang benar!” cerca khawatiran suster Gina pada Anesse yang mempertontonkan kecerobohannya pada Keyzie yang tengah melihatnya dengan tatapan datar. “Tidak apa suster. Aku hanya ingin berkenalan dengan teman baruku ini, Hei siapa namamu?” sapa gadis berambut bob itu, Anesse sembari menyambar angin –guna mencari tangan Keyzie untuk bersalaman.
Hm, skor 76 untuk visual. Sepertinya dia ceria.
“Keyzie, ulurkan tanganmu,” perintah suster Erna membantu menjabarkan tangan Keyzie, begitupun dengan suster Gina yang membantu Anesse. “Oh namamu Keyzie ternyata,” Anesse tersenyum mangut mangut.
“…” “Hei kenapa diam saja– berbicaralah paling tidak a-” “Sst. Dia bisu,” potong suster Gina penuh hati-hati. “Aah astaga, aku tidak tahu, pandanganku gelap Ahahaha, Keyzie ayo kita ke taman!” ajak Anesse penuh semangat sembari menggerak-gerakan tangan kiri Keyzie yang ia raba.
Gadis bisu itu mengambil notenya, Note: Aku sedang makan roti. Kemudian ia meminta suster Gina membacakannya, Keyzie tetap mengunyah roti isi rasa stroberi buatan mamanya. “Ooh yailah kan bisa makan di taman, Zie,” Anesse mengerucutkan bibirnya, kemudian Keyzie tersenyum simpul Note: Hahaha, kau ceria sekali. Baiklah ayo, aku pakai kursi roda ya jangan ditinggal, Mendengar sampaian Keyzie melalui susternya ia tertawa, “Ayo! Aku pelan pelan kok.”
“Keyzie kata susterku sudah sampai!” Anesse meraba rerumputan menggunakan tongkat pemberian almahrumah ibunya dengan senang. Note: Yayaya aku tau. “Bagaimana? Indah kan!” Keyzie tak menjawab, mengangguk kemudian meresapi pasukan oksigen segar yang masuk ke lubang hidungnya.
Mereka berdua duduk menikmati indahnya taman sekolah baru mereka itu. Note: Oh ya, namamu siapa? “Namaku Anesse Harifa. Umm, buta sejak lahir. Rasanya miris sekali, kadang suka benci pada ibu- kenapa aku harus dilahirkan kalau takdir berkata duniaku harus gelap gulita, uh,” Anesse tertunduk, melihat itu susternya menenangkan begitupun Keyzie ikut meraih pundah Anesse dan mengusapnya. Note: Anesse, tidak perlu sedih begitu, aku- juga pernah berfikir benci seperti itu. Tapi toh tidak ada gunanya, kamu harus bersyukur juga bisa mendengar berbicara berjalan bebas mengitari dunia, nggak perlu repot-repot seperti aku ini Hahaha Keyzie tertawa hambar –meski tak bersuara. Penyampaian suster Erna pada Anesse ikut murung mendengar isi hati Keyzie. “Ah, lupakan hahaha, aku yakin kamu anak baik, cantik pula dan suaramu pasti bagus sekali!” Gadis mungil itu membayangkan rupa Keyzie sembari tersenyum dan tangannya bergerak-gerak membentuk rupa yang dimaksud –walau tak dapat diartikan.
Kedua suster pendamping anak disabilitas itu duduk di sisi kanan dan kiri mereka, sambal menyantap roti cokelat khusus suster pendamping. Sedangkan anak asuhnya masih melamun dalam diam.
Sebenarnya Keyzie miris kalau melihat orang buta, umm bukan maksud dia juga harus berkaca diri, tapi- ya kau tahu lah, seharusnya Tuhan membiarkan mereka melihat indahnya bunga lily tertanam di hamparan rumput hijau segar melampiaskan rasa kebebasan, para siswa yang tampak bahagia di jam istirahat, langit yang tak berujung layaknya ungkapan isi hati Keyzie yang kini ingin sekali bersenandung ria.
Bahkan mendengar dari suster Gina, Anesse adalah piatu yang ditinggalkan ayahnya– yang sudah bahagia dengan istri barunya– membiarkan Anesse dititipkan panti asuhan dan kini diasuh oleh sesepuh wanita berusia pertengahan abad. Hal itu sangat membedakan tingkatannya dengan Anesse, ia jadi makin bersyukur bagaimana orangtuanya masih mau menafkahi Keyzie sehingga menjadi –layaknya anak normal– meski kurang perhatian dengannya.
Note: jadilah sahabatku ya, Anesse. Memecah keheningan itu, Anesse memperlihatkan seringaian bahagianya “Wah, kenapa kamu mengajak seperti itu, Keyzie? Padahal aku..” Anesse tak meneruskan kalimatnya, membiarkan kalimatnya disambung suara angin berhembus. Note: memangnya salah ya? Aku.. hanya seperti merasa nyaman denganmu “Benarkah?” timpal Anesse merangkai senyumnya. Note: Iya, aku ingin menjadi rupa dunia di bayanganmu, ingin menceritakan apa yang terjadi tatkala sebenarnya dunia ini indah meski terkadang bisa sangat kejam. “Hei Keyzie, kau tipe melankolis begitu ya? Hahaha,” goda Anesse, yang digoda hanya tersenyum yang tak terlihat Anesse.
“Oh ya, kalian masih mau disini? 10 menit lagi bel, tidak mau coba ke perpustakaan?” tawar suster Erna, suster Gina mengiyakan. Keyzie mengangguk setuju. “Wah boleh juga, tetapi bacaanku sangatlah susah!” terdengar gelakan tawa 3 insan di taman itu, Keyzie juga tertawa dalam hati. Kemudian mereka menuju perpustakaan, masih di lantai yang sama. Para siswa bersama susternya menikmati jam istirahat dengan sangat bahagia, meski masih terlihat suster yang kewalahan menghadapi sebagian siswa.
Cerpen Karangan: Sekar Melati Kamah Blog: littlejungg.wordpress.com
HAIII MAAF GAJELASS:”)
jakarta. iseng2 aja hehe. hi touch w me at fb; sekar melati kamah twt; @mxlati ig; @taeoreo hehe