Pada suatu hari ketika saya mau pulang dari sekolah Ibu Mirna mengajak saya nggobrol dan menanyakan sesuatu kepada saya.
“Sepulang sekolah Ayu biasanya kerja apa di rumah?” Ucap Ibu Mirna sembari mendekati saya. “Setiap hari kalau saya pulang sekolah saya membantu ibu saya menjual kerupuk singkong ke rumah-rumah tetangga.” Ucap saya sambil menundukkan kepala karena saya merasa minder. “Ayu, kamu memang anak yang rajin dan berbakti kepada orangtua, Ibu jarang sekali menemukan siswi seperti kamu yang masih sekolah tetapi mau bekerja keras membantu orangtuanya. Ibu sangat bangga punya siswa seperti kamu Yu’. Ngomong-ngomong Ibu boleh tahu cita-cita Ayu pengennya jadi apa?” Ucap Ibu Mirna sambil mengusap punggung saya sambil menatap wajah saya. “Hmmm… Saya punya cita-cita pengen jadi seorang pengusaha yang sukses, agar saya bisa membahagiakan orangtua saya dan supaya Ibu saya tidak lagi kerja kepanasan seperti pergi menjual kripik keliling kampung.” Saya menghembuskan napas saya sambil sembari menjawab pertanyaan dari ibu guru saya. “Itu cita-cita yang sangat mulia Yu’. Pokoknya apapun yang kamu jalani saat ini kamu harus sabar ya… dan selalu patuh pada orangtua kamu. Ayu juga harus selalu semangat dan rajin belajarnya biar nanti apa yang kamu cita-citakan bisa tercapai.” Ucap Ibu Mirna sambil memberi semangat bagi saya. Saya semakin senang karena saya punya ibu guru yang bisa memberikan saya nasihat dan mau membagi Ilmunya bagi saya. “Ayu pulang dulu ya Bu, soalnya saya mau membantu ibu saya lagi pergi menjual kripik.” Ucap saya sambil sambil salaman sama ibu Mirna. “Ia nak, kamu hati-hati di jalan Yu’. Sampai jumpa besok ya.” “Samapai jumpa juga besok Bu.” Ucap saya sambil meninggalkan tempat itu.
“Tok… tok… tok… Selamat siang Bu.” Sesampainya di rumah saya mengetok pintu dan memberi salam. “selamat siang juga Nak.” Jawabibu saya sambil membukakan pintu. Setelah saya masuk saya langsung ganti baju, lalu saya makan siang.
“Bu, kripik yang kita mau jual sebentar mana ya..?” Tanya saya pada ibu sambil mencari tempat biasa menyimpan kripik. “Nak.., Ibu tidak bikin kripik karena dari pagi perut ibu sakit, jadi Ibu tidak sempat pergi membeli minyak.” Ucap ibu sambil memengang perutnya yang kesakitan. Saya pun langsung kaget ketika mendengar ucapan ibu bahwa dia sedang sakit. Saya sangat kebingungan dan tidak tahu apa yang akan saya lakukan. “Gimana ini….? mau bawa ibu ke dokter, nggak ada uang lagi.” Kata saya dalam hati saya sambil memegang dahi saya.
Sesudah itu saya membaringkan ibu saya dilantai yang hanya beralaskan karpet, maklum tidak punya kasur karena karena saya dan ibu saya orang yang tidak punya, saperti orang lain yang bisa tidur di tempat yang enak. Ketika saya selesai membaringkannya saya pun langsung bergegas pergi ke warung dengan membawa uang secukupnya untuk membeli minyak.
“Tante Rani….!! Tante Rani…! Kok gak ada orang?.” Saat saya tiba di warung Tante Rani, saya beberapa kali memanggilnya akhirnya barulah dia datang. “Tumben Yu’ Ibu kamu tidak kelihatan?” Tanya tante Rani. “Iya tante, Ibu saya tidak sempat keluar karena lagi sakit perut, mungkin lagi masuk angin karenak kemarin pas pergi jualan sudah malam baru pulang. Oya tante, masih ada minyak goreng?” “iya masih ada, ini minyaknya Yu’, tunggu dulu ya saya ambilkan obat dulu buat ibu kamu.” Tante Rani memberikan minyak itu dan setelah itu dia mengambilkan saya obat buat ibu saya. “Ini obatnya Yu’..” “Waduu.. saya jadi ngerepotin tante nii…, terima kasih banyak tante.” Saya mengambil obat itu, dan saya senang banget bisa dapat obat untuk ibu. “Sekali lagi terima kasih bangak tante, Ayu pamit dulu ya.” Senang bangat rasanya, gak nyangka ada orang yang bisa membatu saya, seperti tante Rani.
Setelah sampai di rumah saya langsung menghampiri ibu saya yang sedang terbaring karena sakit. Saya langsung bangunkan dia dan memberi minum obat yang Tante Rani kasih tadi. Ketika selesai memberi minum obat ibu saya, saya bergegas mengambil potongan-potongan kayu bakar dan menyalakan api untuk menggoreng kripik.
Matahari semakin jauh dari timur menandakan hari sudah sore. Setelah sekitar satu jam lamanya menggorengnya, akhirnya tiba waktunya untuk menjual kripik keliling kampung.
“Bu, Ayu mau pergi jualan dulu ya.. Ibu istrahat aja dulu biar cepat sembuh.” “Hati-hati di jalan dan jaga diri baik-baik ya nak..” Ibu memegang tangan saya sambil memberikan pesan. “Iya Bu, ibu nggak usah khawatir ya.. Ayu pasti baik-baik saja.” Ucap saya, dan setelah itu saya langsung bergegas keluar dan menjijing kripik jualan saya.
“Kripik singkong….!!! Kripik singkong…..!! Kripik murah kripik singkong…!! “Kak… saya mau dong beli kak.” “saya juga kak, mau beli..” Nggak nyangka jualan saya banyak dibeli sama anak-anak. Mereka pun mengambilnya dan hingga sisanya hanya dua bungkus. Setelah itu saya lanjut lagi menjual sisanya itu.
“Kripik singkong…! Kripik singkong..!!” “Woiii cewek kampungan… berisi amat siiih jadi orang.. Kapan jadi orang kaya kalau kerjaan kamu cuma teriak-teriak gangguin pendengaran orang saja, padahal cuma jual kripik singkong. Hahahhahaha.” Saya pun menemukan tantangan dimana teman satu sekolah saya mengejek saya dan menertawakan saya. “Biar kerjaan saya seperti ini yang penting usaha sendiri dan juga halal.” Ujar saya sambil melanjutkan perjalanan saya.
Karena sudah mulai malam, saya pun langsung kembali ke rumah, dengan membawa hasil yang cukup lumayan hari ini. Sangat bersyur karena bisa mendapat penghasilan Rp 32.000, meski masih ada sisa, tapi saya harus pulang karena sudah malam.
Sesampainya di rumah, saya langsung ke tempat ibu saya berbaring sebelumnya, tetapi ternyata dia sudah sehat dan tidak ada lagi di tempat itu. Saya sangat bersyukur karena ibu saya bisa sembuh kembali.
Ketika bertemu dengan ibu, saya langsung memeluknya sambil saya meneteskan air mata. “Kenapa kamu menangis Nak? Ada apa kok kamu nangis?” Ibu menatap dan seakan-akan dia kaget ketika melihat air mata saya mengalir. “Ayu tidak apa-apa Bu. Cuman tadi ketika saya jualan, ada teman sekolah saya yang mengejek saya dan bahkan menganggap rendahkan pekerjaan kita.” Dengan sedih saya menceritakan kejadian tadi kepada Ibu saya. “Nak, kalau kamu mau berhasil kamu jangan dengarkan kata mereka, jangan pata semangat ketika ada orang lain yang mengejek kita, karena Tuhan itu adil dan akan memberkati jalan hidup kita bahkan sanggup mengubahkan nasib siapapun yang mau bekerja keras dan selalu mengandalkan Tuhan dalam kehidupannya.” “Terima kasih Bu, Ibu selalu memberi dan membangkitkan semangat Ayu dengan nasihat yang Ibu selalu berikan.” Ucap saya sambil memeluk Ibu.
“Kadang ketika melihat seseorang yang hidupnya serba berkecukupan muncul pertanyaan, mengapa kehidupan ini tidak ada keadilan sama sekali? Mengapa ada orang yang sombong merekalah yang menjadi kaya? Mengapa kehidupan itu terbalik dengan apa yang seharusnya menjadi sebuah kenyataan? Tetapi kembali saya berpikir dalam-dalam dan saya menyadari bahwa semuanya itu adalah rencana TUHAN yang sedang dijalankan-Nya.
Sekitar dua tahun kemudian ketika saya mulai menginjakkan kaki di bangku kelas tiga SMA, saya dan ibu saya sepakat membuka tabungan kami yang kamu kumpulkan dari hasil penjualan kripik singkong kami, kami tidak menyangka dengan penghasilan yang sedikit demi sedikit yang kami kumpulkan dengan sabar akhirnya uang yang kami kumpulakan bisa mencapai 20 juta. Dari penghasilan kami itu, kami bisa membuat lagi usaha, yaitu usaha rumah makan dengan nama “RUMAH MAKAN KRIPIK SINGKONG.” Saya benar-benar tidak menyangka cita-cita saya sudah mulai terbayang ketika saya masih di bangku SMA.
“Asyi…k.. saya bisa melanjutkan kuliah saya Bu, bolehkan Bu saya lanjut kuliah dan mengambil jurusan Sarjana Ekonomi agar bisa mempermantap lagi apa yang jadi cita-cita saya?” Dengan gembira dan penuh harapan saya bertanya kepada Ibu saya. “Iya.. boleh dong Yu’. Boleh asalkan cita-cita kamu bisa tercapai.” Ibu saya menjawab pertanyaan saya dan setuju dengan apa yang saya usulkan untuk lankut kulia.
“Dari ketekunan dalam mengerjakan hal yang kecil lama-kelamaan bisa mengerjakan yang lebih besar lagi dan akhirnya saya bisa mewujudkan misi saya untuk lanjut kuliah dan menjadi sarjana Ekonomi awalnya dari kripik singkong. Walau kadang ada orang yang meremekan usaha kamu, tetapi kami tidak putus asa, karena dari kata-kata oranglah memotivasi kami untuk bisa menggapai apa yang saya cita-citakan itu.”
Cerpen Karangan: Efrain Patangun Blog / Facebook: Efrn Patangun