“Siapkan alat kejut jantung…!!” teriak seseorang dari dalam ruangan sana.. “Stand clear..” jawab seseorang. Dari luar sini aku bisa melihat dengan jelas bahwa tubuh abangku sedang memantul di dalam sana.. “Ulangi lagi..” teriaknya lagi, hal itu membuat tubuh abangku kembali memantul.. “Kerja bagus.. Sekarang pertahankan detak jantung pasien, sementara yang lain bantu saya untuk mengrontgen ataupun membersihkan lukanya..”
Namaku Anita Meitiningsih, aku adalah anak dari keluarga yang sederhana.. Ibuku meninggal saat aku masih balita karena gangguan kejiwaan, ayahku pergi bersama wanita lain dan memulai karirnya yang sedang naik daun, sementara aku hanya tinggal bersama abangku ini, Anindito Alvaro.. Meski begitu, ayahku tetap mengirimkan uang kepada kami untuk kebutuhan kami sehari hari, namun abangku dengan tegasnya menolak, ia mau membuktikan kepada ayah bahwa ia bisa lebih baik dari pada ayah..
Dan disinilah aku sekarang, berdiri sendiri dengan rasa cemas dan takut di depan ruang UGD.. Abangku sedang berada di dalam sana.. Tadi siang, salah seorang dari temannya memberitahukan kepadaku bahwa abangku dilarikan ke rumah sakit.
“Ayolah bang.. Jangan nyusul mama..” ucapku dalam hati sambil penuh harap.. Aku menundukkan kepalaku sambil memohon agar abangku tidak dipanggil duluan..
Tiba tiba saja pintu ruang UGD terbuka, keluarlah seorang dokter dengan pakaiannya yang sudah kusut dan ada bercak darah.. “Abangmu selamat, namun ia masih dalam keadaan kritis..” ucap dokter sambil melepaskan sarung tangan dan maskernya.. Aku hanya mendengarkan ucapan dokter dengan kepala tertunduk.. “3 tulang rusuk di sebelah kiri patah, tulang dada dan tulang ubun ubun retak.. Berdoalah pada Tuhan, agar Ia menyelamatkan nyawa abangmu.. Kalau begitu saya pamit..” ucap dokter itu lalu pergi..
Aku pun masuk ke dalam ruangan itu dan mulai mendekat ke arah abangku yang terkulai lemas di atas ranjang mautnya itu.. Mataku berlinang air mata, kurogoh sakuku dan mengeluarkan hp ku.. Dengan tangan gemetaran aku menekan kontak ayahku.. “Tuuut… tut… tuuutt”
“Halo?” ucap seseorang dengan suara bassnya dari seberang sana.. “A–a–ayah..” bibirku gemetaran.. “Ada apa Anita?” tanya papa ku.. “Bang Dito pah..” “Bang Dito kenapa?” tanya papaku “Bang Dito koma, Nita takut pah, Nita takut..” ucapku tak tahan menahan tangisan.. Ayahku pun mematikan teleponnya.. Aku menggemgam tangan abangku dan menangis..
“Siapa pelakunya?” ujarku
Papahku pun pada akhirnya datang ke rumah sakit, ia tampak begitu khawatir setelah kuceritakan via telepon tadi.. Aku memeluk papahku.. “Nita takut pah, Nita taku bang Dito bakalan pergi nyusul mama..” ujarku.. “Jangan takut sayang.. Bang Dito hanya tertidur kok” jawab papah meyakinkan ku..
“Nita tau gak? Hal apa yang membuat bang Dito sampai begini?” tanya papaku.. Aku menggelengkan kepala, karena memang sejujurnya aku tidak tahu hal apa yang menyebabkan abangku harus terbaring di ranjang maut ini.. “Ya sudah, kamu istirahat aja ya.. Masalah bang Dito, ntar papah aja yang urusin.. Ok?” aku menganggukkan kepala, tandanya aku setuju.. Aku pun tidur di sofa..
—
“Abang!!!” teriakku.. Akupun terbangun dari tidurku.. “Hufft, cuman mimpi” gumamku.. Kulihat jam di dinding, masih jam 02.00 pagi.. Papaku tertidur di ranjang maut abangku.. Aku berusaha untuk tidur kembali, namun tidak bisa.. Aku pun memutuskan untuk pergi berkeliling koridor rumah sakit..
SERAM, itulah deskripsi untuk koridor rumah sakit saat ini.. Sunyi, sepi, cahaya redup.. Maklum ini masih subuh, tentu saja belum banyak yang bangun..
Langkahku terhenti pada sebuah pintu berwarna hitam. aku menatap pintu itu dengan penasaran.. Karena saking pengen tahunya aku pun membuka pintu itu dan melihat apa yang ada di dalamnya.. “Aarrgghh…” suara jeritan yang sangat memekikkan telingaku menyambut kedatanganku.. Suara jeritan ini mirip sekali dengan suara jeritan mama pada saat mama masih hidup..
TUNGGU DULU!! “Mama??” teriakku.. Namun tak ada seorang pun disana, hanya ada sebuah ruangan berwarna putih.. “Mamah?? Mamah dimana??” teriakku lagi.. “Mamah?? Mamah!!!” tiba tiba tubuhku terguncang dengan hebat.. ‘Apa ini?’ pikirku.. Lalu terdengar lagi suara asing yang terdengan tidak asing sedang meneriaki namaku..
“Anita..!!” “Anita… Meitiningsih..!!”
Aku membuka mataku.. “Huh.. huh..” nafasku tersengal sengal.. “Kamu kenapa nak? Dari tadi teriakin mama?” ucap ayahku.. Aku terdiam, berarti tadi aku sedang mimpi di dalam mimpi dong? Pikirku.. “Anita?” tegur papahku.. “Eh.. Gapapa kok pah.. Cuman mimpi buruk aja..” ujarku
Cerpen Karangan: Venianty Yusibet Blog / Facebook: VeniantyCip Haii… Kenalin nama gue Venianty, biasa dipanggil Vichien Saya adalah penulis amatiran Maafkan saya jika masih banyak kesalahan dalam penulisan kata atau bahasa ya Itu aja kok, sekian dan terimakasih