Dalam sejarah hidupku, aku tak mengerti dengan dua hal. Yang pertama adalah kasih sayang seorang Ayah dan yang kedua adalah kasih sayang seorang kakak.
Waktu berlalu terlalu cepat hingga sangat sulit bagiku untuk mengerti benar apa yang sesungguhnya terjadi selama aku hidup di dunia ini. Setiap detiknya kehidupan tak selalu berjalan seperti keinginanku, lihat saja ketika hari dimana ayahku sendiri meninggalkan ketika aku masih berusia dua tahun.
Dua tahun bukanlah usia yang sudah siap untuk mengalami peristiwa besar dan berat dimana kehidupan seorang anak yang belum lewat masa balitanya berputar 360 derajat dari keadaan sebelum kedua orangtuaku mengalami broken home.
“Zara, ibu sangat menyayangimu untuk hari ini, esok, dan selamanya. Ibu adalah ayah sekaligus ibuku, anggap ayahku telah tiada” ucap ibuku ketika aku masih berusia 13 tahun. Tapi aku sudah mengerti tentang apa yang terjadi saat itu, ibu berusaha mencuci otakku. “Ibu, jika tak ada ayah maka aku juga tidak akan terlahir ke dunia ini dan menemani ibu sampai saat ini bukan hehe” jawabku sembari bercanda agar ibu tidak merasa bahwa aku juga masih sangat menginginkan ayah kembali lagi dan melengkapi kehidupanku yang abu-abu ini agar sedikit lebih berwarna. Tapi bukan berarti aku tidak merasa bahagia tinggal hanya dengan ibu dan kakak perempuanku, aku bahagia dan aku bersyukur untuk itu.
Setiap pagi aku selalu disuguhkan dengan berbagai kejadian-kejadian lucu di rumah, pagi itu semua keluarga sedang duduk santai tiba-tiba “tarrrr… pranggg..” suara muncul dari arah dapur yang sempit. Ibu mendatangi sumber suara dengan tergesa-gesa dan beliau menyaksikan kejadian dimana satu lusin piring kaca berserakan di lantai dengan keadaan yang sudah tidak sempurna lagi.
“Maaf…” kuucapkan sembari menghela nafas dalam-dalam. “Tidak mengapa kamu memecahkannya, asalkan… emm kamu bisa belikan ibu yang lebih bagus dan lebih cantik dari ini” jawab ibu tenang sembari menatapku. “Tentu bu, akan aku belikan yang lebih bagus dari ini jika aku sudah memiliki karir sendiri, dan yang pasti aku tidak bisa membelikan yang cantik bu” ucapku “Hmmmm.. kenapa nak?” Ucap ibu berkaca-kaca. Aku refleks memeluk ibu dan membisikkan jawabannya “karena tidak ada sesuatu di dunia ini yang cantik sepertinya bu, aku tidak tau bagaimana rupa cantik selain seperti wajah dan hati ini. Kau tau bu, aku dulu sering mendengar kisah-kisah dongeng mengenai peri ataupun bidadari. Tapi aku tidak pernah percaya bahwa peri itu memeng benar-benar cantik dan bermata jeli, tapi setelah aku memandang dalam-dalam wajahmu ibu maka aku memutuskan untuk berhenti membaca dongeng itu dan mulai membuat dongeng sendiri karena tokoh peri yang akan aku ceritakan dalam dongeng-dongeng milikku nanti adalah nyata, inilah tokoh itu” ucapku mendalam.
Ibu, kau peri nyata untuk seorang ‘aku’.
Cerpen Karangan: Al-zena Deema Blog / Facebook: Fadilla Zahra Love you mom