“Aku lelah dengan semua ini ya tuhan, mengapa semuanya terjadi padaku…” gerutunya di dalam kamar seorang diri dengan balutan selimut yang sudah tak layak itu. Ya dia si malang buncis yang sebatang kara, karena orangtuanya seminggu lalu telah meninggalkannya untuk selamanya.
“Buncis keluar kamu!” teriak seseorang dari luar seraya menggedor gedor pintu rumahnya. Ternyata itu adalah pak bayam, pemilik rumah sewaan yang ditempatinya sekarang. “Tolong beri saya waktu pak, saya berjanji akan membayar rumah ini.” isak tangisnya pecah memohon kepada pak bayam agar memberinya waktu. “Kamu mau bayar pakai apa hah! Sudah kuberi waktu minggu lalu tapi kamu belum juga membayarnya, kamu sama orangtuamu sama saja tidak tau diuntung.” membentak si buncis sambil menendangnya keras. “Sudah pergi sana dari rumahku, masih ada orang yang lebih membutuhkan rumah ini dan mau membayar tepat waktu, tidak seperti kamu!” “Cepat kemasi barang barangmu itu” lanjut pak bayam
Dengan hati hancur si buncispun mengemasi barang barangnya dan pergi meninggalkan rumah itu, ia tak tahu lagi harus kemana ia pergi, ia sekarang benar benar sebatang kara. Malang sungguh nasib si buncis.
Di tengah hujan deras ia lewati jalan itu dengan pikiran kosong, tiba tiba brukkkk ia tertabrak becak milik wortelina. Ya wortelina si penari balet yang sombong dan angkuh. “Haduhh kamu tuh kalo lewat hati hati dong, tuh gak liat becak aku jadi berantakan, aku jadi kotor seperti ini, cepat ganti rugi!” cerocos si wortelina “Maafkan saya wortelina, saya benar benar tidak sengaja, saya tidak bisa mengganti rugi karena saya baru saja mendapat musibah” si buncis meminta maaf kepada wortelina, tetapi wortelina tidak mau memaafkannya. “Tidak bisa seperti itu, kamu harus ikut bersamaku, kamu harus mau jadi asistenku tanpa upah untuk ganti rugi itu.” ya, itu yang wortelina mau, ia tak mau rugi, dengan seperti itu ia berfikir akan mudah melakukan sesuatu dengan seorang asisten gratis. “Iya aku mau kok wortelina, asalkan kamu memaafkan aku.” terima si buncis. Si buncis bersukur karena dengan menjadi asisten wortelina berarti ia mempunyai tempat tinggal sementara bersama wortelina.
Sesampainya di rumah wortelina, keluarlah ibu wortelina, ibu wortela. Tiba tiba saja mata ibu wortela tertuju kepada kalung yang dipakai si buncis. “Dapat dari mana kamu kalung ini nak?” tanya bu wortela kepada si buncis. “Ini pemberian almarhum ayahku bu” jawab si buncis “siapa nama ayahmu nak” tanya bu wortela lagi “nama ayah saya pak bonteng bu.” jawab buncis. Tiba tiba bu wortela langsung memeluk si buncis dengan haru dan tangis yang pecah keluar dari bu wortela “anakku…” sebut bu wortela sambil menangis. “Apa apaan bu, anak ibu itu cuma aku wortelina” wortelina melerai pelukan ibunya. “Dia kakakmu wortelina, itu adalah kalung yamg ibu beli di kampung duren waktu itu, kemudian ibu diceraikan oleh ayahmu dalam keadaan hamil kamu wortelina, ayahmu mengira ibu selingkuh dengan teman ibu yang bernama pak bawon, padahal ibu tidak selingkuh” terang bu wortela sambil menangis
“Jadi kamu kakakku? Astaga maafkan aku kak, tapi aku memarahimu di jalan” ucap wortelina kepada si buncis sambil memeluknya Si buncis tidak tahan menahan harunya ia pun menangis bahagia. Kemudian mereka bertiga berpelukan dan masuk ke dalam rumah.
Selesai
Cerpen Karangan: Melinda Azhari Blog / Facebook: Melinda Azhari Nama saya Melinda Azhari. Hobby banget baca cerpen, novel, pokonya ragam buku deh Saya dari kalapa dua rt 04/04 tigaraksa pete tangerang no rumah 80. Salam sastra