Jumat, 19 desember Malam yang sunyi ditemani dengan suara derasnya angin yang diiringi alunan musik di headset. Menambah suasana menjadi rileks. Masih kutatap sebuah video di layar handphone di genggaman tanganku Bercanda ria via whatsapp bersama teman-teman.
Tiba-tiba salah satu sahabatku, Winda mengirimiku pesan. “hey Raan, kamu mau ikut nggak? Besok kita ada rencana mau jalan-jalan gitu ke wisata air terjun, kebetulan besok kan hari libur”. Aku sontak kaget dan gembira menerima tawarannya. Di sisi lain aku menolak, “jangan ikut Ran, kamu punya aktivitas yang penting setiap sabtu”. Gumamku dalam hati. Tetapi keinginanku mengalahkan suara hatiku. Cukup lama aku mengambil keputusan, akhirnya aku menyetujuinya. “yah aku ikut, besok pagi jam berapa?” tanyaku “besok pagi. Jam 09.00 pagi. Ingat yaa, jangan ketiduran” balasan dari Winda mengingatkanku sambil meledekku.
Sabtu pagi, 06.30 Dengan rasa kantuk yang lumayan berat. Mata yang masih belum bisa terbuka. Sebenarnya aku males bangun pagi. Tetapi teringat dengan perjanjianku sama Winda malam tadi, akhirnya aku bangun dan membersihkan badan sebelum pergi. Aku mempersiapkan segala keperluan yang dibutuhkan saat bepergian. Kebetulan saat itu, mamaku sedang bersih-bersih taman diluar, dan bapak sedang tidak di rumah. Akhirnya, aku menghampiri mama sajalah.
“Maah.. aku izin pergi yaa sama teman-teman” ucapku sambil memperbaiki resleting tas. “kamu mau pergi kemana? Sama teman-teman yang mana?” Tanya mama dengan nada yang heran sambil menghentikan pekerjaannya. Biasalah kalau seorang ibu bertanya pasti sampai akar-akarnya. “Aku mau pergi ke wisata air terjun mah, boleh yaa?” suaraku memelas agar diizinkan pergi. “kamu mau pergi? Jangan yaah!. Sekarang ini musim hujan angin, bahaya”. Nasehat mama dengan nada yang khawatir. Aku hampir saja berasumsi bahwa tidak diberikan izin untuk pergi. Tetapi aku mencoba lagi merayunya. “iyyaaah mamah, sekaliiii ini aja kok. Juga kan sama teman-teman rumah, ga papa kan mah?” mohonku sangat, agar dirihdoi untuk bepergian. Karena sesuatu yang tak diridhoi orangtua, pasti akan berakibat fatal. “iya sudah. Kamu perginya hati-hati ya, soalnya cuaca lagi gak bersahabat” ucap mamah, masih dalam kekhawatiran “yeeeess. Makasiii yaa maah?” seruku dengan wajah sumringah sambil bersalaman dengan mama.
Ketika itu juga hatiku sangaaaaat bahagia. Karena sudah lama di rumah yang membuatku bosan, jadinya aku pergi refreshing deh. Sembari menunggu chat dari Winda, aku sarapan dulu, heheh.
Beberapa menit kemudian… Handphoneku berdering, tanda masuknya notifikasi. Entah dari siapa? “oi, Rani!! Kamu udah siap-siap kan?? Bentar lagi kita akan jalan niii”. Notifikasi itu ternyata dari si Winda, sahabatku. “iya, ini aku lagi nunggu kamu” mengiriminya balasan yang agak singkat. “langsung aja ke rumahku, teman-teman udah kumpul semua. Oiya, pake motor kamu yaah” membalas chatku dengan cepat. “ya udah, sekarang ini, mau jalan”. balasku lagi dengan pesan santai.
Aku langsung melangkahkan kaki ke luar halaman untuk menyalakan motor. Saat itu juga bapakku pulang kerja. Dia melihatku menyalakan motor. “kamu mau pergi kemana?” Tanya bapak dengan keheranan. “aku mau pergi ke wisata air terjun pak” jawabku senang. “jangan pergi!! Sekarang musim hujan angin”. Dia melarangku dengan nada yang ketus. Kukira itu hanya sebuah nada gurauan. Karena bapakku sering bergurau denganku. “jangan pergi kemana-mana!!!” ujarnya sekali lagi dengan nada yang sangat tegas. “tapi pak, mama udah kasi izin dari tadi”. Menyangkal nasehat bapak. “walaupun begitu! Tapi bapak melarangmu pergi. Batalkan janjimu dengan teman-temanmu. Kalau mau pergi. Lihat dulu kondisi sekarang gimana?” dengan nada bapak yang marah terhadapku.
Seketika itu juga hatiku sangat hancur. Diam seribu bahasa. Janji-janji yang sudah kurencanakan dengan Winda menjadi haluan belaka. Batinku terasa ditikam harimau. Padahal aku berharap akan pergi bersama mereka. Menikmati indahnya hamparan alam yang hijau. Tapi apa?? Sudahlah. Ini hanya angan-angan belaka?.
Kuhentakkan kaki menuju kamar karena rasa kesalku pada bapak. Aku menangis sejadi-jadinya di dalam kamar. Ego dan emosiku tak bisa terkontrol. Semua barang kujadikan pelampiasan dari rasa sakit hatiku. Aku tau ini adalah bentuk kasih sayang seorang bapak kepada putri sulungnya. Beliau tidak ingin suatu hal buruk yang menimpa dirinya. Tapi aku butuh refreshing!!
Mama tidak mengetahui perihal ini. Ia masih diluar sibuk dengan tanamannya. “mah, ayolah ke kamar?. Bela aku mah.. tadi kan udah izin sama mamah” lirihku dalam hati. Beberapa kali itu juga handphone tak berhenti berdering, notifikasi dari Winda yang meneleponku. Tak kuhiraukan sama sekali. Mungkin dia sudah lama menungguku, akhirnya dia pergi meninggalkanku. Biarlah sudah..
Sudah lama ku mengurung diri dalam kamar. Tak ingin kutegur sapa dengan siapapun termasuk bapak. Aku kesal dengannya. Masih terasa sakit hati atas kejadian kemarin.
Lama mengurung diri dalam kamar, akhirnya aku keluar. Aku sadar, bahwa aku putri sulung yang bandel. Aku ingin menemuinya dan meminta maaf atas kesalahanku ini. Namun, saat ku keluar menuju halaman luar, tidak tampak batang hidungnya. “bapak kemana ya sore-sore gini?” gumamku mencari tau.
Tak lama kemudian, terdengar suara salam dari luar. Kutengok lewat jendela ternyata itu bapak yang baru pulang olahraga. Aku melangkahkan kaki keluar ingin memeluk bapak dan meminta maaf atas kesalahanku ini.
Langsung peluk erat bapak dan menumpahkan tangisku ke pundaknya. Bapak heran melihat kelakuanku. “paak.. maafin Rani yaa, Rani menyesal sudah membantah bapak atas kejadian yang kemarin” tangisku sesak. “ga papa, ini semua demi kebaikan Rani juga kok. Jadikan hal kemarin sebagai sebuah pelarajan untuk hidup Rani di kemudian hari. Inilah bentuk kasih sayang bapak kepadamu nak” nada seorang pahlawan yang menenangkanku. Beliau menatap mataku penuh kasih sayang. Dia menorehkan senyum yang begitu teduh untukku.
Terima kasih pak sudah menjadi pahlawan sekaligus cinta pertamaku dalam hidup ini..
Cerpen Karangan: Indy Rahmawati Blog / Facebook: Indy