Pagi sekali Heri terbangun oleh suara alarm ponselnya yang terus menjerit. Dengan rasa kantuk yang berat dia menguatkan diri untuk bangun. Ia meregangkan tubuh bagian atasnya dibarengi mulut yang menganga. Sesekali menggaruk kepala yang gatal lalu pergi ke kamar mandi. Hari ini adalah hari yang Heri tunggu-tunggu karena berita kelulusan akan diumumkan di sekolahnya. Heri hanya siswa biasa yang tidak terlalu menonjolkan prestasi ataupun kepintaran, bodoh pun tidak karena dia pernah mendapat nilai ulangan seratus dimata pelajaran matematika dan fisika.
Heri bergegas menuju sekolah menggunakan sepeda ketika semua persiapannya sudah siap. Pagi ini seperti biasa, jalanan kota dipadati banyak kendaraan berlalu lalang. Penjaga toko yang ditemuinya terlihat sedang menyapu halaman depan tokonya. Heri mengayuh sepedanya dengan semangat walaupun peluh membasahi wajah dan nafasnya yang terengah-engah. Pada saat sampai di perempatan jalan, dia melihat di sebelah timur asap hitam membumbung keatas. Kepalanya dipenuhi tanda tanya. Lantas dia mengubah arah tujuan menuju kearah asap itu muncul. Rasa penasaran Heri bertambah ketika dibelakangnya sebuah mobil pemadam kebakaran melaju mendahuluinya dengan cepat disertai bunyi khasnya yang menarik perhatian semua orang yang berada disana.
“Her, mau kemana?” terdengar dari belakang teriakan seseorang yang sepertinya Heri kenal. Heri memberhentikan sepedanya lalu menoleh ke belakang. Disana dia melihat Amir mengayuh sepedanya menghampiri Heri. “Apa?” tanya Heri setelah Amir berhenti didekatnya. “Kau mau kemana? Sekolahkan kearah sana.” Amir menunjuk kearah barat tempat yang seharusnya menjadi tujuan Heri pagi ini. “Aku ingin melihat asap itu sebentar.” Tanpa menunggu jawaban Amir Heri kembali mengayuh sepedanya dengan cepat.
Setelah beberapa saat mereka bersepeda, tibalah mereka di sumber asap itu muncul. Ternyata asap itu berasal dari sebuah rumah yang terbakar. Api hanya ada didalam rumah dan tim pemadam kebakaran kesulitan untuk memadamkan api karena letak rumah itu yang sulit dijangkau.
Para warga saling membantu memadamkan api dengan air yang mereka bawa didalam ember kecil. Dua orang petugas pemadam kebakaran keluar dari rumah itu dengan membawa seorang wanita paruh baya yang menggendong balita. Wanita itu terlihat batuk-batuk dengan nafas yang terengah-engah, wajahnya kotor akibat debu dan arang. Dibelakangnya ada pria yang usianya sekitar empat puluh lima bernasib sama seperti wanita yang menggendong balita. Sepertinya dia suami wanita itu.
Heri dan Amir hanya menonton peristiwa yang menegangkan itu. Jelas rasa takut tergambar diraut wajah Amir namun tidak dengan Heri. Heri menghampiri wanita paruh baya itu yang kini lubang hidungnya disumpal selang oksigen. “Bu, anda merasa baikan?” tanya Heri sambil mengasongkan minuman yang tadi sempat ia ambil dari dalam tasnya. Tiba-tiba wanita itu membelalakkan mata seolah ia teringat sesuatu. Matanya memeriksa sekeliling. “Rika! Dia masih didalam!” teriak wanita itu histeris.
Tanpa diperintah Heri melepaskan tasnya begitu saja, memakai kain disekitar wajahnya untuk menutupi hidung dan mulutnya, lalu berlari kearah rumah terbakar itu hingga hilang ditelan asap hitam. Wanita itu sempat berteriak melarang Heri.
Entah datangnya darimana keberanian itu datang, Heri hanya nekat saja. Asap didalam sangat tebal sehingga ia kesulitan melihat dan bernafas. Yang dapat ia lihat hanya kobaran api disana sini. Heri berteriak-teriak memanggil orang yang dicarinya. Hingga dia menginjak sebuah tangan yang terkulai lemas di lantai.
Heri berlutut memeriksanya. Meraba-raba sekitarnya. Sekarang sudah jelas tangan itu milik seorang perempuan seumurannya. Perempuan itu pingsan di lantai dengan kondisi yang mengenaskan. Seluruh tubuhnya kotor dan beberapa bagian dari roknya terbakar.
Heri membopong perempuan itu keluar dari rumah, namun jalan yang dia laluinya tadi terhalang oleh api yang kini mulai membesar. Beberapa bagian atap rumah berjatuhan. Salah satu bagiannya menimpa kepala Heri hingga dia terjatuh begitu pula dengan perempuan yang ia bopong. Perempuan itu tersadar beberapa saat menatap wajah Heri yang mengeluarkan darah dari keningnya. “Tidak apa kita akan selamat!” Heri mencoba menenangkan perempuan itu yang kini tak sadarkan diri lagi.
Kepala Heri mulai pusing karena puing yang menimpanya dan juga terlalu lama menghirup asap. Setelah beberapa saat petugas pemadam kebakaran masuk kedalam membawa mereka berdua keluar dari sana. Heri dan perempuan itu diberi pertolongan pertama oleh petugas. Amir berlari menghampiri Heri sambil berkata-kata yang tidak jelas karena kesadaran Heri menurun. Hingga akhirnya Heri pingsan.
Beberapa tahun setelah tragedi kebakaran itu terjadi, Heri sedang berjalan-jalan di sebuah jembatan dengan sungai dangkal yang mengalir dibawahnya. Dia sedang memotret pemandangan yang ada disana. Kamera terlihat menutupi sebelah matanya. Lalu tiba-tiba lensanya menangkap seorang wanita yang berada di ujung jembatan sana sedang berjalan seorang diri.
Mata Heri terbelalak mengetahui siapa wanita itu. Dia wanita yang pernah Heri selamatkan di tragedi kebakaran itu. Lalu kedua mata mereka beradu dan terjadilah saling tatap diantara mereka. Wanita itu juga tahu siapa yang sedang dia tatap. “Anu, apakah kau wanita yang pernah aku selamatkan saat kebakaran rumah beberapa tahun silam?” Heri memberanikan diri bertanya. Wanita itu tersenyum sambil mengeluarkan air mata, lalu menjawab dengan lirih “Iya” Keduanya tersenyum mengetahui ini semua. Heri mendekatkan diri ke wanita itu, memberikan tangannya dan wanita itu menjabat tangan Heri. “Aku Heri. Dan kau?” “Rika!”
Langit hari itu sangat cerah dengan hembusan angin yang menggugurkan bunga dari tangkainya. Bunga itu pun jatuh tepat di bawah kaki Heri dan Rika yang kini sedang berbincang dengan tawa riang, lalu angin kembali menerbangkan bunga itu sampai ia terhanyut di sungai. Entah air akan membawa kemana bunga itu pergi. Tapi yang pasti mereka membuat janji bahwa mereka tidak akan pergi.
Cerpen Karangan: Agan Frahasta Blog / Facebook: Agan FraHasta Agan Frahasta, lelaki beruntung kelahiran 23 November ini mulai suka membuat puisi dan cerpen saat masih SMP. sekarang dia duduk dikelas 11 jurusan Rekayasa Perangkat Lunak di SMKN 1 Subang.