Malam ini Caca menimang-nimang apakah dia harus melanjutkan pembuatan buku itu atau tidak. Pasalnya, Caca adalah anak sederhana yang sangat menghargai apapun itu termasuk uang untuk membuat buku. Tapi Caca bukanlah anak yang mudah melepaskan karyanya begitu saja, karena dia sudah selesai menulisnya hanya ada biaya lebih mahal untuk kedepannya.
“Ayah, untuk pembayaran pengeditan naskah Aca aja yang bayar aja ya?, karena sayang kalau nanti naskahnya Aca biarin gitu aja. Mendingan Aca bayar tapi pakai uang tabungan Aca aja” ungkapnya setelah lama dia berfikir dan berusaha mengikhlaskan semua tabungannya. “jangan Aca, sebenarnya ayah juga mau kamu menjadi seorang penulis, tapi kalau kamu seperti ini dan pasti ini uangnya untuk membayar keperluan untuk mengedit naskah kan?” “ish, iya lah ayah. Lagian sehebat apapun orang itu dia pasti butuh yang Namanya bantuan orang lain. Nah, Aca Cuma mau kalau karya Aca itu gak diem gitu aja. Kan bisa misalnya mau kita jual yah, secara disana udah ada ISBN nya lho. Jadinya ada di PERPUSNAS juga” jelasnya Panjang lebar. Aca memang anak yang gak mau menyia-nyiakan apa yang dia buat dan apa yang dia sudah perjuangkan sebelumnya.
Flashback… Siang itu Aca dan teman-temannya diberi tau bahwa akan ada seminar kepenulisan, acaranya menggunakan online karena pengajarnya berada di tempat yang jauh, dan kebetulannya adalah seminar itu gratis. Aca yang yang belum memiliki prestasi pada dirinya selama ini, tentu saja dia sangat menginginkan ada perubahan pada dirinya terutama pada bagian prestasinya.
“Assalamualaikum Wr. Wb. Ibu maaf mengganggu waktu istirahat ibu di sekolah, saya Cuma mau ikut mendaftarkan diri dalam seminar menulis nanti apa saya boleh ikut?” “Waalaikumussalam Wr. Wb. Oh boleh banget kak. Nanti biaya pertama akan sekolah biayai, namun untuk masalah pengeditan dan kedepannya nanti akan saya infokan lebih lanjut lagi. Bagaimana? kakak mau?” jelas ibu Nurrahmah, ketua ekskul di sekolahnya. “hm, ok bu saya sudah paham dengan rules ini. Jadi apa boleh saya mendatakannya?” “hm oke, silahkan kakak isi formulir online ini ya?” Tunjuk bu Ara menyerahkan formulir.
Sudah hampir dua minggu Aca hanya memikirkan itu, bahkan sekolahnyapun menjadi tidak serius. Dan dua minggu itu pula dia merayu ayahnya supaya diberikan izin untuk mengolah naskah yang sudah dibuat.
“Aca kenapa kamu murung terus dari kemaren bahkan sejak dua minggu yang lalu. Ada apa Ca?” tanya Farah pada Aca pada whatsapp. “gini far. Sepertinya aku gak akan melanjutkan pembuatan buku ini. Tapi aku Cuma kepikiran kalau sampai bu Ara kepikiran. Karena dia udah berharap banyak sama Angkatan kita hiks…” “gak apa-apa kali Aca, kamu bisa terus bikin karya kamu dan masukin ke emailnya sekolah. Ga usah sedih kalau yang Namanya udah jalan mah pasti dapet kok.” Ujar farah menghibur.
Cerpen Karangan: Nayla Amin