“Gue nggak mau yah, hidup gue ditentang terus sama lo!” kataku tegas. Amarah mulai menjadi, ketika pria itu melontarkan kalimat yang membuatku terdiam sesaat. “Lo nggak inget! Sebelum Mama sama Papa meninggal, mereka ngasih kepercayaanya buat gue ngejagain lo! Jadi lo juga harus terima, kalo Boy itu bukan cowok yang baik buat lo. Dia itu nggak cinta sama lo, dia cuman ngincar harta kita doang!” jelas pria itu, suaranya mulai agak serak diselimuti pula oleh amarah. “CAKRA RAMADANSYAH. Gue tau lo itu satu-satunya keluarga yang gue punya. Lo emang Kakak gue, bokap sama nyokap udah nitipin gue ke elo! Tapi, lo juga jangan seposesif gini sama gue. Gara-gara elo, gue diputusin sama Boy. Pokoknya mulai hari ini gue bakalan keluar dari rumah ini, gue capek ditentang mulu sama lo!”
Semoga aku tidak akan menyesal dengan apa yang aku ucapkan. Pikiranku kali ini sudah kacau. Sisi lain, aku sangat menyesal berkata seperti itu dihadapan Kakakku. Disisi lain pula, aku merasa seperti hewan ternak yang telah bebas setelah lama terkurung oleh majikannya.
Entahlah, kakiku mulai berjalan kearah pintu rumah. Kubuka pintu itu, dan kebebasan sudah ada didepan mata. Itu yang aku inginkan dari dulu. Kebebasan, tidak ditentang, tidak perlu ada larangan. Karena aku bukan boneka yang bisa diatur, dan diperintahkan sesuka hati.
Dari jauh Kak Cakra tampak tertunduk, dan menghela nafasnya sesaat. Tiba-tiba saja ia melangkahkan kakinya kearahku, spontan kupercepat langkah kakiku agar menjauh darinya. Namun, aku kalah cepat dengannya. Dia langsung menggengam lenganku, seolah melarangku untuk tidak melangkah lagi.
“Selama gue masih hidup, jangan harap lo bisa bebas dan ngelakuin apapun sesuka hati lo, tanpa sepengetahuan gue! Inget, gue ini abang lo.” Cakra berkata dengan pelan tapi sangat tajam untuk didengar. Ia sembari menarikku ke sofa, tapi aku tau Kakakku, dia tidak pernah menyakiti seorang wanita secara fisik. Aku hanya menangis sambil menatap sinis Kak Cakra.
“Ikut gue!” Cakra kembali mengambil lenganku, dan menarikku masuk kekamarku. “Lo itu, makin lama makin ngelunjak tau nggak! Terpaksa gue harus ngurung lo disini, sampe lo bener-beber sadar, kalo semua yang gue lakuin itu semua demi kebaikan lo!”
Plakkk Suara pintu dihentakkan oleh Cakra. Dia sepertinya sangat marah besar denganku. Apa yang harus aku lakukan? Minta bantuan Bik Sir, dia pasti sudah dilarang sama Kak Cakra. Hiks
Aku mencoba mencari cara agar bisa keluar dari kamar. Namun, kenyataannya nihil. Semua jendela di kamarku sudah dipalang oleh kayu. Body guard yang telah dibayar oleh Kak Cakra untuk menjaga-jaga agar aku tidak kabur, telah berjaga didepan pintu kamarku. Mungkin memang sudah nasibku dikurung di dalam kamar untuk kedua kalinya. Dulu aku dikurung oleh Kak Cakra, pada saat aku dan Boy mau ngedate.
Hari sudah sore, tiba-tiba saja pintu kamarku terbuka, dan ternyata dia adalah Kak Cakra. Awalnya aku sedang membaca Novel Beautiful Regret karya Dion Sagirang. Tapi, melihat Kak Cakra yang datang. Aku langsung berpura-pura tertidur, dan selimutku kini sudah menyelimuti tubuhku.
“Naura Adintita. Bangun, Kakak bawain ayam goreng kesukaan kamu.” ucap Kak Cakra sembari membangunkanku dengan pelan. “Ayo Naura, bangun dulu. Kamu pasti lapar, dari tadi kan kamu belum makan?” Kak Cakra terus saja membangunkanku. Posisiku saat itu sedang membelakangi Kak Cakra. Hingga akhirnya, karena sudah mulai risih akupun memutuskan untuk bangun. Ia lalu mengulurkan sepiring nasi dengan lauk yang ternyata kesukaanku. “Nih Ra, makan dulu” ucapnya. Aku hanya terdiam dan membuang pandanganku kesamping. “Ayolah. Lo makan dulu, emangnya lo nggak laper!” ucapnya dengan sedikit tegas. Karena takut Kak Cakra marah lagi, akupun mengambil piring itu, dan mengikuti perintah Kak Cakra. “Nah, gitu dong. Itu baru adik gue yang penurut.” ujarnya sambil mengelus-elus rambutku, bak anak kecil. “Yaudah, kalo gitu gue mau berangkat kuliah dulu.” lanjutnya lagi. Iya berdiri dan melangkahkan kakinya, akan tetapi aku lalu meraih tangannya dari belakang. Kak Cakra menoleh, dan berkata. “Ada apa?” tanyanya sembari duduk kekasurku lagi. “Hari ini, boleh nggak gue masuk kuliah.” pintaku, akan tetapi iya malah menepis tanganku dengan tatapan tajam. “Lo pasti mau ketemu sama Boy kan! Mendingan lo dirumah aja, biar gue yang ngasih ijin ke-Dosen lo!” ucapnya. Emosinya mulai menjadi-jadi. Huft! Kenapa aku membuat harimau ini marah lagi? “Oke-oke.” jawabku sambil menunduk. Iya pun pergi meninggalkanku, dan tak lupa mengunci pintu kamarku. Aku seperti anak perempuan yang diculik, dan dimintai tebusan. Aish! Amit-amit, jangan sampe deh
Pukul 07:33 PM “Kak…! Kak Cakra!” teriakku sambil menggendor-ngendor pintu. Bodyguard yang berjaga tidak menghiraukan teriakanku. Hingga akhirnya, Kak Cakra pun datang dan menghampiriku.
Klekk! Terdengar pintu terbuka. “Kenapa Ra?” tanyanya yang masih berdiri dipintu. “Kak. Kayaknya aku datang bulan deh.” ucapku sambil memegang perutku yang terasa nyeri. “Trus…, gue harus ngapain?” tanyanya lagi dengan mengerutkan keningnya.
Aku menghela nafas sesaat, dan berkata. “Tolong beliin gue pembalut dong.” sontak ucapanku dibalas dengan Kak Cakra yang kaget. “Ah, enggak ah. Nanti yang ada gue diketawain sama pegawai supermarketnya. Kenapa nggak Bik Sir aja, dia kan cewek.” ujarnya menolak mentah-mentah. “Bik Sir kan capek, seharian ngerjain pekerjaan rumah.” Kak Cakra hanya mendengus kesal dengan apa yang kuucapkan. “Yaudah, tapi bareng yah. Gue nggak tau soalnya.” katanya kepadaku. “Kalo gitu, gue siap-siap dulu.” balasku.
Di-Supermarket “Aduh…, Kak Cakra aja ya yang masuk.” Naura celengak celenguk memperhatikan Supermarket dari jendela mobil. Memang tak ramai tapi, ia sangat malu jika harus masuk ke Supermarket dengan celana yang sudah tembus bercak darah. “Nggak ah, lo aja! Apa kata orang nanti, cowok beli pembalut.” tolaknya lagi. “Kakak nggak liat, jok mobil udah kena darah haid.” ucap Naura tak kalah protes.
Cakra sudah merasa pusing, untung saja ia tidak terlahir sebagai perempuan. Batinnya. “Yaudah! Lo tunggu disini, biar gue yang beli!” seru Cakra yang sudah geram dengan Adiknya. Ia seraya membuka pintu mobil, dan berjalan kearah Supermarket. “Yang ada sayapnya ya Kak.” teriak Naura dari dalam mobil. “Iyya!” ketus Cakra sambil menoleh ke belakang. “Ini yang menstruasi siapa sih? Gue apa Kak Cakra? Gue yang kena, malah galakan dia.” cibir Naura sembari melirik kerah Supermarket.
Cakra tidak tahu pembalut yang memiliki sayap. “Emangnya burung, ada sayapnya!” kesal Cakra dalam hati.
Salah satu pegawai Supermarket memperhatikan Cakra yang seperti kebingunan. Pegawai itupun menghampiri Cakra dan bertanya. “Cari apa Mas?” tanya pegawai tersebut dari belakang. “Ehm… ini mbak, hmmm. Mbak tau nggak, pembalut yang ada sayapnya?” gumam Cakra nada pelan, dan seperti sudah tak punya urat malu lagi. “Owhh…” Pegawai itu lalu mengambil sesuatu dari rak pojok kanan bagian atas. “Ini Mas. Buat pacarnya yah.” tebak pegawai tersebut sedikit tertawa. “Makasih.” Cakra tak menghiraukan ucapan pegawai tersebut. Iya langsung beranjak meninggalkan pegawai itu, dan berjalan kearah kasir.
Tak lama menunggu di dalam mobil, akhirnya Cakra pun keluar dari Supermarket tersebut, dengan barang titipan Naura. Cakra pun membuka pintu mobil, dan duduk di jok mobil. Iya lalu mengulurkan benda yang menurutnya jijik kearah Naura. “Nih!” kata Cakra lalu menyalakan mesin mobil. “Makasih ya Kak.” ucap Naura memberikan senyuman puas terhadap Kakaknya.
Di perjalanan pulang kami melewati sebuah restoran yang jaraknya lumayan jauh dari rumahku. Aku melihat sesosok perempuan dan laki-laki yang sedang berdansa. Betapa kagetnya, pria itu tampak tak asing di mataku. Dan ternyata dia adalah Boy. Air mataku pun jatuh, disusul pula dengan hatiku yang sangat hancur. Ternyata apa yang dikatakan Kak Cakra benar, dia nggak pernah sayang sama aku.
Tamat See you
Cerpen Karangan: Nurfadilah Blog / Facebook: faDhyla
Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatu Perkenalkan namaku Nurfadilah. Orang-orang memanggilku Dila. Umurku 15 tahun dan pelajar disekolah SMP 35 Bulukkumba. Aku tinggal di Sulawesi Selatan, kota Bulukkumba desa Benjala. Aku sudah gemar menulis kumpulan Cerpen sejak berusia 10 tahun. Selama pandemik ini waktuku kuhabiskan dengan menulis kumpulan Cerpen. Ayahku bekerja sebagai buruh bangunan dan ibuku menjadi ibu rumah tangga. Aku mempunya 1 kakak perempuan, dan 1 adik perempuan. Semoga penerbit bisa membantuku untuk menjadi penulis cerpen?
Link kumpulan cerpenku Di aplikasi wattpad?? wattpad.com/story/235005102
Terima kasih ^_^