Seluruh siswa berhamburan keluar dari kelas setelah bel istirahat berbunyi. Seorang gadis yang memakai jaket bewarna kuning melangkahkan kakinya keluar, menyusuri barisan kelas untuk sampai di kantin. Gadis itu bernama Larima, ia hanya gadis biasa di sekolah tidak populer dan juga tidak pintar.
Terlihat dari arah kejauhan, kantin sudah ramai dengan barisan antrian mengambil makanan. Ia pun mengurungkan niatnya dan kembali lagi menyelusuri barisan kelas. Rencananya Larima akan beli batagor saja di luar gerbang.
“Berhenti Larima! ada sesuatu yang mau aku bicarakan,” Langkah kaki Larima mendadak berhenti, saat seorang pria berkulit putih tiba-tiba menjegalnya dari depan. Larima menggaruk kepalanya yang tidak gatal, tidak tahu maksud dari pria itu. Pria yang menjegalnya itu bernama Septihan, siswa populer di sekolah sini. Ia dulunya aktif di OSIS dan organisasi lainnya. Ia juga murid yang pintar, terbukti dia menduduki ranking 5 di kelasnya.
“Kamu mau bicara apa? apa kamu butuh bantuan?” tanya Larima kepada Septihan. “Akkkkkku cinnnta kamu Larima! Jadilah pacaraku Larima” ucap Septihan gugup. Septihan duduk jongkok sambil memberikan sebuah bunga mawar kepada Larima. Larima semakin kebingungan karena menjadi pusat perhatian. Semua pasang mata menatap dirinya yang sedang ditembak Septihan. Pipi Larima mendadak merah merona seperti tomat segar yang baru dipetik. Ia sangat gugup dan malu, tidak percaya ada seseorang yang menembak dirinya seromantis ini. Di tempat ramai dan dikelilingi banyak orang.
“TERIMA…. TERIMA… TERIMA… TERIMA….” sorak sorai orang-orang menyuruh Larima menerima cinta dari Septihan. Dengan malu-mau Larima mengambil setangkai bunga mawar, setelah itu Septihan langsung memeluk Larima.
7 Hari kemudian. “Larima aku mau kita putus. Sebenarnya aku tidak cinta sama kamu. Kamu hanya jadi bahan taruhan aku dan teman-temanku. Maaf yah Larima, hubungan kita sampai di sini saja,” “Aku sudah tahu kok, aku cuman dijadikan bahan taruhan sama kalian. Hari ke dua kita pacaran, tidak sengaja aku melihat kamu dan teman-temanmu berkumpul ngomongin masalah taruhan itu,” “Jadi kamu sudah tahu semuanya? lalu kenapa kamu gak marah atau langsung putusin aku?” “Karena aku cinta sama kamu, kamu orang pertama yang nembak aku. Aku jatuh cinta sama kamu hingga rela menelan harga diriku untuk dijadikan bahan taruhan,” “Maafkan aku Larima!”
Septihan dengan pengecutnya berdiri lalu meninggalkan Larima seorang diri di taman. Hati Larima begitu sakit saat ditinggalkan orang yang sangat ia cintai. Tidak apa-apa ia dijadikan bahan taruhan, yang penting ia bisa di samping Septihan. Sebegitu rendahnyakah harga diri Larima?
Keesokan harinya di sekolah, Septihan selalu membuang muka ketika berpapasan dengan Larima. Septihan berusaha sebisa mungkin untuk menghindari Larima, entah merasa bersalah atau memang tidak menyukai Larima yang berpenampilan biasa. Tidak ada dendam sedikitpun di hati Larima, ia masih sangat mencintai Septihan meski sudah tahu kenyataan yang sebenarnya. Setiap kali bertemu Septihan, senyuman indah selalu terpancar di wajah Larima. Namun lagi-lagi Septihan malah menanggapinya dengan sinis.
Septihan masuk ke kelas bersama Ridho. Saat sudah sampai di dekat bangku, ia melihat susu coklat berdiri di atas meja pemberian Larima. Emosinya tiba-tiba memuncak hanya karena susu, wajahnya memerah menyeramkan seperti Iblis. Septihan mengambil kasar susu itu dan membuangnya ke tong sampah. Septihan ingin bisa bebas dari Larima, ia sama sekali tidak menyukai gadis berpenampilan biasa seperti Larima. Masa seorang Septihan, salah satu murid populer berparas tampan pacaran sama gadis biasa. Yang bener saja.
Namun usaha Septihan sia-sia, semakin ia menghindari Larima, maka Larima semakin berusaha mengacaukan usahanya. Larima selalu saja setiap paginya memberinya apapun yang dibutuhkan Septihan, mulai dari makanan sampai tugas PR yang lupa dikerjakan oleh Septihan.
Perjuangan cinta Larima memang tidak berhenti sampai dimana Septihan bilang putus. Segala cara akan dilakukan Larima sampai Septihan mencintainya. Larima juga mulai merubah sedikit penampilannya.
Lapangan basket begitu berisik dengan sorakan dari para pendukung yang memutari lapangan. Hari ini ada pertandingan basket antar kelas, scara kebetulan Septihan bertanding mewakili kelasnya. Cucuran keringat dari pori-pori kulitnya semakin membuat wanita menggila.
“Septihan benar-benar cakep yah. Keringatnya itu…” Puji salah seorang siswi.
Larima pada dasarnya tidak menyukai olahraga, tapi karena ia ingin melihat Septihan bertanding, jadi ia memaksakan diri untuk menonton. Larima tersenyum lebar, melihat Septihan yang begitu bagus bermain bola basket.
Pertandingan sudah selesai dengan kemenangan diraih kelas Septihan. Septihan menepi ke pinggir lapangan dan mulai menghapus keringat yang membanjiri tubuh dengan handuk. Tiba-tiba Larima datang menghampirinya, tentu saja Septihan kesal dengan kehadiran Larima.
Larima membuka tutup botol minuman dan memberikannya kepada Septihan. “cie cie cie cie” teman Septihan mengejeknya. Handuk yang sedang ia pakai langsung dibantingkan ke lantai. Septihan begitu marah, dan scara kasar membawa Larima ke belakang sekolah.
“Kamu apa-apan tadi? bikin malu tahu! Larima kita sudah putus, kamu bukan pacar aku lagi,” “Tapi aku sayang kamu Septihan, aku masih cinta sama kamu,” “Aku tidak peduli Larima, awas saja kalau kamu muncul di hadapan aku lagi. Aku tidak akan segan-segan pake fisik,” Setelah meluapkan segala emosi, Septihan langsung pergi meninggalkan jejak kesedihan di hati Larima. Diperlakuan seperti itu, Larima hanya bisa menerima caci dan makian dari Septihan. Tidak ada yang bisa ia lakukan selain tangisan yang membasahi wajah.
Septihan terus berjalan tanpa mempedulikan Larima. Hari ini ia benar-benar kesal karena dibuat malu sama wanita cupu itu. Dengan seragam basket yang belum diganti, Septihan melangkah masuk ke dalam kelasnya.
“Cie… cieee… agak terlambat masuk kelas nie yehhh! pacaran dulu ye niii?” Fajar langsung menyambut kedatangan Septihan dengan ucapan yang tidak di senangi Septihan. “Maksudmu apa hemm? jangan sok tahu urusan orang!” Septihan langsung melabrak tubuh Fajar yang berada di depannya. Fajar terjatuh dan tidak terima perlakuan dari Septihan. Fajar melihat warna merah sekarang, tangannya ia kepalkan untuk menonjok Septihan.
Perkelahianpun tidak bisa dihindari. Pukulan maut yang mematikan mendarat di pipi Septihan sehingga membuatnya terjatuh. Darah segar keluar dari sudut bibir Septihan. Belum puas sampai di situ, Fajar menginjak-injak tubuh Septihan yang tergeletak di lantai. “Brukh brukh brukh”
Septihan tidak tinggal diam saja dirinya ditindas seperti itu. Tangannya berusaha menggapai sapu yang berada tidak jauh darinya. “Plak plak” Septihan berhasil memukulkan gagang sapu ke kepala Fajar.
Septihan kemudian berdiri setelah kemenangan pertama, kemudian ia mendorong tubuh Fajar hingga menyentuh tembok. Disitulah Septihan benar-benar seperti orang gila, ia menghabisi Fajar. Ia menonjok perut Fajar dengan kuat, menonjok wajah Fajar sehingga mengeluarkan darah dari hidung dan mulutnya. Tidak lupa lebam biru juga menghiasi wajah Fajar.
Murid lainnya tidak bisa berbuat apa-apa, Septihan terlalu kuat untuk dipisahkan. Untungnya, seorang guru datang dan berhasil melerai perkelahian tersebut. Kondisi Fajar benar-benar kritis dan langsung dibawa ke rumah sakit, sedangkan Septihan hanya dibawa ke ruang UKS karena lukanya tidak terlalu parah.
7 Hari Kemudian Buntut dari insiden perkelahian, Septihan dijauhi oleh hampir semua orang. Sifatnya yang mudah tersulut emosi membuat semua orang jijik berdekatan dengannya. Saat Septihan mau masuk kelaspun, semua pasang mata memberinya tatapan sinis.
“Septihan berhenti dulu di situ! aku ada sesuatu untukmu.” terdengar teriakan seorang wanita yang memberhentikan langkah kaki Septihan. Penasaran sama identitasnya, Septihan membalikan badan dan melihat Larima sedang tersenyum ke arahnya. “Septihan ini nasi goreng untuk sarapan kamu. Aku tahu kamu belum sarapan, makanlah biar belajarmu fokus. Yasudah, aku masuk kelas dulu yah,”
Kecuali Larima mantan pacarnya yang sudah berkali-kali diacuhkan oleh Septihan. Hanya Larima yang tidak mengucilkan Septihan di sekolah. Cinta memang mebutakan segalanya. Septihan memanglah laki-laki bodoh yang mencampakan wanita sebaik Larima.
Septihan spontan mengangkat kedua sudut bibirnya tersenyum saat melihat bekal yang diberikan Larima tadi. Septihan juga terus berdiri di depan pintu, sampai Larima menghilang dari pandangan matanya. Hati Septihan berdegup begitu kencang entah kenapa.
Septihan masuk ke dalam kelas untuk memulai jam pelajaran. Selama kegiatan belajar mengajar, pikiran tentang Larima terus memutari otaknya. Cinta yang tulus dari Larima menghancurkan konsentrasi belajarnya. Hanya Larima yang ia punya sekarang setelah dijauhi oleh hampir semua orang di sekolah. Sesudah Insiden itupun, Larima tetap membantu Septihan. Mulai dari membawakan makanan, mengerjakan tugas yang tidak sempat dikerjakan sampai menyiapkan berbagai keperluan Septihan.
‘Bodoh…. bodoh… bodoh. Bodoh sekali aku mencampakan gadis baik hati seperti Larima’ batin Septihan sambil memukul kepalanya sendiri.
Keesokan harinya. Gelap jatuh menyelimuti bumi. Septihan dan Larima duduk di salah satu kursi yang kosong. Ditemani sama suara jangkrik di malam hari, Septihan akan memberanikan diri untuk mengakui perasaannya lagi. Perlahan Septihan memegang tangan halus Larima. “Larima maafkan aku yang dulu. Aku yang menjadikan kamu taruhan terus jadi pengecut yang mengakhiri hubungan kita. Aku juga sangat berterima kasih kepada kamu Larima. Kamu yang selalu ada untuk aku dan tidak pernah meninggalkanku. Saat aku terpurukpun, kamu selalu ada di samping untuk memihaku. Larima? maukah kamu jadi pacarku lagi? aku janji gak akan nyakitin kamu lagi!”
“Maafkan aku Septihan. Aku tidak bisa jadi pacarmu lagi. Yang aku lakukan selama ini hanyalah kebohongan. Aku sengaja berbuat baik padamu agar kamu menyukai aku. Sama halnya denganku yang tersakiti karena cintamu, aku juga ingin kamu tersakiti karena cintaku. Selama ini yang aku lakukan hanyalah balas dendam Septihan, biar kamu tahu rasa sakitnya karena cinta, dan sekarang kamu akan mengalami sakitnya karena cinta, kamu akan tahu rasanya disakiti sama orang yang kamu cintai. Maafkan aku Septihan, aku tidak bisa jadi pacar kamu,”
Tamat
Cerpen Karangan: Jueun Blog / Facebook: Eunjoo