Akhirnya giliran kami untuk naik ke atas podium, tidak ada yang bersorak atau pun yang seperti mendukung kami, semua hanya sibuk dengan perbincangan mereka masing-masing.
Aku dan sahabatku, menjadi kadidat nomor 4 dalam pemilihan ketua osis tahun ini. Ya walaupun bagiku sulit untuk mengalahkan 3 kandidat lain, aku tak peduli dan tetap ikut serta. Gimana tidak aku bilang sulit mengalahkan mereka? Mereka semua adalah anak dari jurusan IPA, sementara kami dari jurusan IPS. Jurusan yang dianggap semua orang adalah jurusan berkumpulnya murid-murid pemalas, “sial, sampai kapan mereka beranggapan seperti itu?” batinku.
Aku membuka suaraku dengan salam, lalu setelahnya sahabatku atau calon wakilku.
“Visi dan misi kami adalah…”
Aku terdiam, tatkala kulihat tidak ada yang melihat kami. Setelah merenung sebentar, aku memutuskan untuk kembali menyampaikan visi dan misi kami tanpa memikirkan ada yang memperhatikan atau tidak. Sampai salam akhir, tidak ada yang memperhatikan kami.
“Kau tadi lihat? tidak ada yang memperhatikan kita” ucapku pada sahabatku. “Tidak, aku melihat ada juga beberapa orang yang memperhatikanmu, walau cuma beberapa, yakin saja.” Ucapannya seolah mengembalikan semangatku. “Aku tadi sangat memperhatikan sekumpulan anak IPS dan juga teman-teman kita yang di pojok, mereka sepertinya mendukung kita, mungkin karna terlalu di pojok, kau tidak melihatnya” Aku baru ingat, memang tadi aku tidak ada melihat sekeliling, hanya saja kedepan yang kulihat.
“Menyadarkan orang-orang dari anggapan yang selalu beragumen bahwa IPS adalah kumpulan anak-anak pemalas dan yang tak lain adalah anak-anak yang ketinggalan dengan anak-anak jurusan IPA atau lebih jelasnya anak-anak yang kemampuannya tidak lebih baik dibanding anak IPA,” Suara pembacaan misi kami terdengar di lapangan, sepertinya itu adalah suara pak kepsek yang membacanya, tanpa kami tau kenapa ia membacanya, namun dari logatnya, sepertinya ia menganggap bahwa misi itu termasuk misi yang hebat.
Aku dan sahabatku langsung menuju lapangan, dan melihat ternyata semua murid berkumpul di depan kelasnya masing-masing menyaksikan pembacaan ulang visi—misi kami dari pak kepsek. “Hebat!” pak kepsek memberi jempol pada kami, kami hanya tersenyum, namun di dalam hati senang sekali.
Tak seperti yang kusangka, kami unggul 3 poin dibanding kandidat nomor 1 yang isinya adalah anak IPA juga anak juara umum, dan kandidat yang lain tertinggal jauh dari kami. Kami menang, tapi aku tak menyangkanya.
“Pak, kami menang?” tanyaku pada pak kepsek. “Iya, kan itu sudah ada hasilnya. Itu berkat pemikiranmu yang sangat kritis, mungkin itu memang karena pembacaan ulang bapak waktu itu, tapi itu tetap saja dari pemikiran kalian. Kalian hebat, selamat.” Aku tersenyum, juga sahabatku.
Cerpen Karangan: Ridho Pratama Sembiring Blog / Facebook: Fb= ridho aqila milala