“Assalamu’alaikum nenek” ucapku ceria saat menginjakan kaki di rumah nenek yang sudah hampir dua bulan tidak aku kunjungi itu. Namaku Karin. Umur masih 16 tahun. Aku belajar di sebuah sekolah SMA yang lokasinya tidak jauh dari rumah nenekku dan masih berada di kelas 10.
“Wa alikum’salam… Karin kamu kemana saja? Sudah lama kamu tidak mengunjungi nenek” tanya nenek. “Maaf nek, akhir akhir ini Karin sibuk tugas OSIS” jawabku.
Seorang pria menuruni tangga dengan pakaian yang cukup rapi dan tas selempang hitam yang ia gunakan. Dia paman Adi. “Eh ada Karin, udah lama disini?” Tanya paman Adi. “Baru sampai” jawabku kemudian menyeruput teh yang nenek buatkan. “Oh iya Karin, kamu sudah punya pacar?” Tanya paman Adi. Pertanyaannya membuatku kaget bukan main sampai aku tersedak air teh yang baru saja aku teguk hingga terbatuk batuk. “Belum, emang kenapa?” Ucapku setelah berhenti terbatuk. “Kenapa?” Beo paman Adi sambil menautkan alis tebalnya. “Kamu masih tanya kenapa?”. Aku mengelengkan kepala tak mengerti. “Emang kenapa?” Tanyaku lagi.
“Kamu liat dong sepupu sepupu kamu! Sherlyn sudah menikah lima bulan yang lalu, wajar saja sih dia tiga tahun lebih tua dari kamu. Sekarang kamu liat Hema! Dia sudah tunangan dengan pacarnya Rizky padahal umurnya cuma beda empat bulan denganmu. Kamu liat Rara! Bulan depan Rara dan Erwin akan bertunangan padahal umurnya cuma beda beberapa hari aja sama kamu. Terakhir kamu liat Revan! dia sudah punya pacar padahal umurnya lebih muda dari kamu.” Jelas paman Adi panjang lebar namun aku masih belum mengerti. Aku mengangkat sebelah alisku “Jadi?” Paman Adi memutar bola matanya jengah “Jadi sampai kapan kamu mau menjomblo, kamu mau menjadi perawan tua?” Aku mengelengkan kepalaku cepat. Tentu saja aku tidak mau jadi perawan tua.
“Tapi paman aku kan masih kecil, umurku saja masih 16 tahun, aku ingin mengapai cita citaku.” bantahku. “Tapi setidaknya kamu tidak menjomblo seperti ini, kamu ini sudah hampir 17 tahun menjomblo tau, emang kamu tidak malu sama sepupu sepupumu?” Balas paman Adi. Aku mencibikkan bibirku kesal dengan penuturan paman Adi.
Sepanjang hari ini aku hanya melamun, bahkan aku sampai tidak fokus dengan semua pelajaran yang para guru sampaikan hari ini. Ini semua gara gara ucapan paman Adi kemarin yang terus menerus terngiang ngiang di kepalaku seperti lagu yang berputar.
“Karin! Aku pulang duluan ya” pamit Fira teman sebangkuku. Aku mengangguk malas dan setelah itu Fira pergi meninggalkanku dan beberapa orang yang masih membenahi barangnya di kelas ini.
“Woi ngelamun bae” sentak seseorang mengagetkanku sebut saja dia Kamal teman sekelasku, orangnya memang sedikit jahil dan cerewet, tapi walau begitu ia siswa yang pintar dan juga baik hati. Kamal adalah pria yang selalu orang orang jodohkan denganku. Orang orang bilang kami serasi tapi sampai saat ini aku masih heran dengan gosip itu. Darimananya kami serasi? Mungkinkah dari inisial nama yang sama sama berawal dari huruf K? Atau dari yang lainnya? Aku tak tau dan tak mau tau.
“Ngagetin aja” ketusku. Jujur aku sedang tidak mau diajak becanda hari ini. “Kenapa sih dari pagi ngelamun terus, ada masalah?” Ucap Kamal. Eh tapi bagaimana dia tau kalau aku sedang ada masalah. Kamal memang luar biasa. “Nggak ada” jawabku bohong. “Lo jangan bohong Rin, aku tau kalau kamu ada masalah, gak biasanya kamu pendiam gitu” ucap Kamal. “Kok kamu tau aku lagi ada masalah?” Tanyaku heran atas kecerdikan Kamal. “Kamal gitu loh” sombongnya. “Cepetan cerita! Kan siapa tau temanmu yang tampan ini bisa membantumu” ucapnya terlalu narsis membuat siapa saja yang mendengarnya hampir muntah karena kenarsisanya.
Akupun menceritakan semua masalah yang aku alami, ya semuanya sedangkan Kamal dengan sabar mendengarkan curhatanku itu sambil sesekali memangut mangut mengerti.
“Jadi itu masalahnya?” Tanya Kamal setelah aku selesai bercerita. Aku mengangguk mengiyakan. “Aneh banget, aku gak bisa bantu kayaknya” ucap Kamal. Aku mendesah kecewa, entahlah apa yang bisa kulakukan untuk menyelesaikan persoalan ini. Hingga sebuah ide cemerlang tiba tiba muncul di kepalaku begitu saja seperti angin berhembus.
“Aku ada ide” laporku sambil tersenyum senang. “Ide apa?” Ucap Kamal antusias kemudian aku membisikan sesuatu ditelinganya Kamal.
“Gak mau, gak mau, idenya jelek” tolak Kamal. Aku mengerucutkan bibirku dan menyilangkan tanganku di depan dadaku. “Gimana sih katanya mau bantu” ketusku merajuk. “Tapi gak gitu juga Rin” ucap Kamal. Namun aku masih di posisi semula. “Kita pikirkan cara lain!” Kamal berfikir keras.
Sudah 10 menit Kamal berfikir tapi ide cemerlang itu tak kunjung datang.
“Udah ada solusi belum?” Tanyaku, Kamal menggeleng lemah. “Aku bilang juga apa, cuma ada satu cara.” Kamal menghela nafas berat “Yaudah deh” pasrahnya. “Yeay, terima kasih Kamal” pekikku kegirangan. “Kali ini aja ya!” Peringat Kamal, aku mengangguk antusias. “Kapan kita mulai?” Tanyanya. “Kalau minggu depan selepas pulang sekolah gimana?” Putusku. “Soalnya minggu depan kan ada kumpul keluarga nanti kamu harus ikut!” Ucapku menjelaskan, Kamal mengangguk mengerti.
Seminggu telah berlalu dan hari ini adalah hari dimana rencanaku dan Kamal dimulai.
“Karin! Liat! Udah ganteng belum?” Ucap Kamal sambil berlenggak lenggok layaknya model. Kamal menggunakan seragam sekolah dengan jaket levis dan rambut sedikit acak acakan. “Mirip Dilan kan?” Ucap Kamal sambil menaik turunkan kedua alisnya. “Kamal jelek!” cercaku langsung membuat Kamal terrunduk malu.
“Karin!” Panggil Kamal. “Hm” “Beneran kita pura pura pacaran?” Tanya Kamal lirih dan hampir tak terdengar. “Cuma becanda kok” ucapku enteng, Kamal langsung tersenyum sumringah. “Ya beneran Kamal, kamu pikir aku bohong” ucapku, Kamal kembali cemberut. “Kalau keluarga kamu nanya aku ini siapanya kamu gimana?” Tanya Kamal serius. “Bilang aja kamu calon suami aku” jawabku enteng. Mendengarnya Kamal menjitak keningku keras membuatku meringis kesakitan sambil mengusap ngusap keningku yang terasa sakit. “Sembarangan! Ucapan itu adalah doa, kalau sampai terkabul gimana? Emang kamu mau nikah sama temanmu yang tampan ini?” bantah Kamal. “Yaudah kalau gitu bilang aja kalau kamu itu pacar aku” ucapku kemudian. Kamal mendecih “Gak mau, kalau aku bilang kita pacaran orang orang makin gencar ngejodoh jodohin kita” jelas Kamal, tapi memang ada benernya juga. “Yaudah terserah kamu mau jawab apa, kamu kan pinter” pasrahku. “Eh curut! Emang aku doang yang pinter, kalau kamu gak pinter gak mungkin kita saingan memperebutkan peringkat umum” cereca Kamal, mengatakan yang sebenarnya.
Kamal dan aku berpikir sebentar hingga akhirnya “Aku jawab aja kalau kita cuma temenan, gimana? Kita kan emang temenan” ucap Kamal, aku mengangguk menyetujuinya.
Kemudian kami mulai berjalan beriringan ke rumah nenek yang lokasinya tidak terlalu jauh dari sekolah kami. Saat kami hampir sampai di rumah nenek seseorang menghentikan langkah kami berdua.
“Kamal! Karin!” Pekik seseorang itu memanggil nama kami. Sontak kami berbalik bersamaan. Ternyata yang memanggil kami itu adalah kak Isha (tetangganya nenek sekaligus kakak kelas kami yang baru lulus). Dia mengenalku karena dia tetangganya nenek. Jangan tanyakan bagaimana dia bisa mengenal Kamal, Kamal adalah seorang siswa yang sangat terkenal hampir semua warga sekolah mengenalnya, bahkan rakyat yang tinggal di sekitaran sekolah juga mengenalnya.
“Kalian pacaran?” Tanya kak Isha. “Eh nggak, eh Iya, nggak, iya, mungkin” jawab Kamal kikuk. “Yang bener yang mana? Iya atau nggak?” Sentak kak Isha yang membuat Kamal kesulitan menelan ludahnya sendiri. Aku yang mengerti situasinya membisikan sesuatu di telinga Kamal. “Udah jangan dijawab, gak penting” bisikku kemudian mengenggam tangan Kamal dan menariknya sambil berlari. Saat sampai pintu rumah nenek, Kamal melepaskan gengaman tanganku dan dan keringat dingin mulai mengucur di wajahnya.
“Assalamu’alaikum” ucapku di ambang pintu semua menjawab tanpa terkecuali. Disana sangat ramai, mungkin itu yang membuat Kamal mengeluarkan keringat dingin. Bahkan sampai pasangan pasangan dari sepupuku saja hadir, jadi aku membawa Kamal di waktu yang tepat.
“Mana pacarmu katanya kamu mau membawanya hari ini?” Tanya paman Adi. Aku menarik tangan Kamal paksa sampai dia berdiri disebelahku saat ini. Kamal tersenyum hambar kepada keluarga besarku. “Kamal?” Beo tante Lina. “Tante kamu kenal aku?” bisik Kamal. “Kamu kan terkenal” jawabku.
Setelah itu Kamal disuruh masuk dan diinterogasi oleh banyak orang, ia sampai kewalahan harus menjawab apa. Sedangkan aku hanya tertawa terbahak bahak di kamar nenek melihat ekspresi Kamal yang sangat lucu.
“Seriusan kamu pacaran sama Kamal?” Tanya Rara membuatku membeku di tempat. “Sayang emamg kamu kenal dia?” Tanya Erwin pada Rara. “Iyalah sayang dia itu kan Kamal, orang ketiga yang pernah muncul dalam hubungan kita, masa kamu gak tau” jawab Rara. Kamal masih kewalahan dengan pertanyaan pertanyaan yang banyak dari orang yang berbeda itu. Aku masih terus tertawa melihat ekspresi Kamal hingga tubuhku rasanya seperti diguncang guncang seseorang. Tak lama suara teriakan yang khas terdengar.
“KARIN BANGUN! NANTI KALAU UDAH SOLAT SUBUH BOLEH TIDUR LAGI” Akupun membuka mataku dan mengedip berkali kali menyaring cahaya yang masuk. ‘Ternyata cuma mimpi, kukira nyata’ batinku. Mimpi ini memang aneh, pentesan ada yang janggal.
Hari ini aku pergi ke sekolahan untuk mengumpulkan kertas ulanganku. Seminggu sudah PTS di rumah aja dimulai dan sekarang harus sudah dikumpulkan. Setelah selesai menyusun kertas kertas itu, akupun keluar dari tempat pengumpulan untuk segera pulang, tapi baru saja sampai pintu.
“Karin!” Panggil seseorang yang sudah tak asing lagi bagiku. KAMAL.
Yang aku takutkan akhirnya terjadi. Aku jadi malu sendiri kalau mengingat mimpi semalam.
Cerpen Karangan: Kirana Beta FK Blog / Facebook: Kirana Beta Fartu Karimah