Mungkin jika aku tidak mendengarkan kata ibu maka semua ini tidak akan terjadi padamu Bu.
Bukankah ibu sesaat sebelumnya sangat energik menyanyikan banyak lagu dengan suara yang indah dan lantang di acara keluarga waktu itu, bukankah ibu masih terlihat bugar untuk mengerjakan berbagai aktivitas yang biasa ibu lakukan? Bukankah kau adalah orang selalu ada di sisiku Bu? Bu jawab Bu. Mengapa kau tega membuatku merasakan rasa kesal karena telah mendengarkanmu bu. Bu jawab bu. Tuhan mengapa aku menuruti perkataan ibuku ketika itu dan mengatakan “iya” tanda nurut kepadanya.
3 Minggu setelah acara keluarga itu, aku terkejut mendapatkan kabar buruk dari ayah tentang kesehatanmu. “Assalamualaikum nak ibumu sudah beberapa hari ini merasa tidak enak badan dan untuk bernapas terengah engah” Kata Ayahku di rumah kami itu. “Wa’alaikumussalam yah, Astaghfirullah yah, ya sudah yah lebih baik ibu dibawa ke rumahku saja karena kan disini terdapat rumah sakit jika ibu perlu dirawat”. Kata aku anak semata wayangnya. “Ayah sudah bilang kepada ibumu, lebih baik ibu tinggal di rumahmu saja, di kota dari pada di desa, namun ibumu tetap kekeuh tidak mau karena ia takut merepotkanmu nak”. Kata ayahku “Merepotkan apa yah? tidak sama sekali merepotkan karena kalian berdualah yang telah berjuang merawat dan membesarkanku hingga sampai sekarang dan saatnya aku merawat ibu dan ayah. Pokoknya ibu harus segera kesini biar aku yang menyusul besok menggunakan mobil, ayah dapat bersiap siap malam ini dan besok pagi akan aku jemput, jika ibu tidak mau biarkan saja pokoknya ibu harus tinggal di rumahku di kota” Kata aku.
2 hari setelah penjemputan, ibu langgsung kurawat di rumah, setelah itu aku memutuskan untuk membawa ibu untuk melakukan pengecekan kesehatan, sebenarnya ibu itu terserang penyakit apa?
“Keluarga atas nama ibu Fulan” kata suster “Saya mba, anak dari ibu Fulan” Kata aku “Silahkan masuk mas, Dokter sudah menunggu anda untuk menyampaikan hasil pemeriksaan” kata suster sambil menunjuk ke ruangan dokter
“Hallo dok, selamat siang aku anak dari ibu Fulan, bagaimana ya dok hasilnya”. Kataku sambil ketakutan “Selamat siang mas, sebelumnya apakah ibu Fulan ketika bernapas dia terasa seperti terengah-engah?” Kata dokter “Iya dok ibuku semenjak sakit ia susah bernapas”. Kata Aku “Baiklah, Disini saya akan memberikan hasil pengecekan ibu Fulan, bahwasanya ibu Fulan terkena penyakit gagal ginjal yang dimana harus segera menjalankan cuci darah mas”. Kata dokter “Inalillahi ya Allah, itu seriusan dok apakah tidak salah” Kataku sambil terkejut “Untuk data hasil pengecekan tersebut sudah valid mas” Kata Dokter
Setelah perbincangan dengan Dokter tersebut aku bergegas pulang ingin menyampaikan berita tersebut kepada ayahku dan ibuku. Sekitar jam 20:00 aku berbicarakan semuanya 6 mata dengan mereka berdua, ibuku langgsung menolaknya dikarenakan keadaan yang sedang ada Pandemi Covid-19 yang dimana Rumah Sakit membatasi jumlah penunggu di ruang pasien, sehingga ia takut jika nanti akan merepotkan saja dan ia menyakinkan kami bahwa ia sudah baik baik saja.
Dan memang benar aku melihat ibu sudah sedikit membaik setelah rawat jalan di rumah, aku sendiri pun berfikir bahwa aku tidak bisa mengambil cuti kerja dan istriku sedang sibuk mengolah data nilai siswa yang telah melakukan ujian semester.
Jadi kami memutuskan mendengar dan mengikuti apa yang ibu katakan, yaitu ibu tetap dirawat di rumahku dan tetap melakukan rawat jalan dan tidak menjalankan apa saran dokter untuk melakukan cuci darah ibu. Kami tidak menyadari bahwa keputusan tersebut malah membuat keadaan menjadi seperti sekarang. Orang yang kusayang telah pergi hilang.
Ketika tengah malam itu kondisi ibu tiba tiba menjadi sangat buruk, aku dan ayah segera membawa ibu ke rumah sakit terdekat. Namun apa daya kami yang hanya manusia biasa, ibu sudah tidak merasakan sakit lagi, kontrak ibu dengan Tuhan telah usai. Ibu telah pergi, ibu telah meninggalkan kami ketika kami tengah berusaha menyelamatkannya. Aku merasa sangat menyesal sekali, telah mengikuti perkataan ibu untuk tidak melakukan cuci darah, sangat menyesal! Namun apa dikata ibu lebih disayang oleh Tuhan sehingga ia dipanggil oleh Tuhan yang Maha Kuasa untuk menemui-Nya. Aku pun sudah sangat puas bisa mengurus, merawatmu, dan melihatmu bu disisa akhir hidupmu. Semoga engkau bahagia di surga-Nya
Cerpen Karangan: Adam Dio Zaidan Dhuha Blog / Facebook: Adam Dio Zaidan Dhuha Perkenalkan nama saya Adam Dio Zaidan Dhuha dari Politeknik ATK Yogyakarta.
Cerpen ini dimoderasi oleh Moderator N Cerpenmu pada 11 September 2021 dan dipublikasikan di situs Cerpenmu.com