Senja mulai menampakkan jingganya mengingatkan seorang gadis belia untuk segera pulang ke rumahnya.
Mayline berjalan di atas trotoar beralaskan sandal tipis yang tumitnya nyaris berlubang. Memeluk keranjang rotan di depan dadanya.
Kali ini pun jualannya juga tidak banyak laku. Hal yang sudah biasa dialaminya setiap kali berjualan tahu goreng. Mengingat betapa banyaknya warung gorengan, sudah pasti orang-orang akan memilih tempat itu daripada milik seorang gadis lusuh dengan keranjang rotan yang tampak sudah mau patah ini.
Tak merasa kecewa pada keadaan, Mayline buru-buru berlari mendekati gerbang yang nyaris ditutup satpam. Meski kekurangan secara finansial, Mayline masih tinggal di wilayah dengan penjagaan yang baik. Itu semua bisa didapatkan karena almarhum kakeknya dulunya adalah seorang yang berada. Hingga kini rumah kayu itu masih dapat ditinggali walaupun sudah repot termakan waktu.
Tetangga yang biasa menggunjing Mayline pun sudah tak nampak lagi karena langit telah gelap. Mereka masih tau waktu untuk tidak menunggu Mayline pulang dari berjualan untuk bergosip tentang ibunya.
“Mah aku pulang …” ucap Mayline ketika membuka pintu rumahnya.
Wanita paruh baya duduk di kursi roda tampak meliriknya kecil sebelum kembali membolak-balik halaman buku yang dibacanya dengan antusias. Itulah kebiasaan ibu Mayline yang dimulai saat dia kehilangan kedua kakinya.
Semuanya terjadi begitu saja setahun yang lalu, ketika mereka bertiga bersama almarhum ayahnya berniat rekreasi ke pantai. Naasnya belum sempat menginjakkan kakinya di hangatnya air pantai mereka malah menjadi korban tabrak lari yang menewaskan sang ayah serta ibu yang kehilangan kedua kakinya.
Mayline sendiri tidak apa-apa hanya cedera ringan. Dan dari kejadian itu, ibu Mayline tampak frustasi ditinggal suami, ditambah dengan kehilangan kedua kakinya membuat gairah hidupnya menghilang tak bersisa. Kini, emosinya tampak labil dengan sikap kekanak-kanakan yang sering berubah.
Karena hal itu Mayline harus mencari uang tambahan demi menghemat penggunaan uang pensiunan ayahnya yang nominalnya tidaklah begitu banyak. Mayline bahkan harus bekerja di sebuah rumah makan sebagai tukang cuci piring agar biaya pemulihan sang ibu dapat dicicil.
“Mah, mau makan apa?” tanya Mayline mendekati kursi roda ibunya. Lora-ibu Mayline terlihat ketakutan dan bergetar hebat. Dia menunjuk-nunjuk Mayline mengisyaratkan untuk tidak mendekat. Mayline menghela nafas panjang. Dia melewati begitu saja kursi roda Lora dan berjalan ke dapur berniat memasak makan malam. “Mah, May buatin bubur ya, May bakal lama kalo harus masak yang lain.” Meski tak pernah ada balasan dari Lora, May selalu mengajak wanita dewasa itu untuk berbicara.
Mayline menata bubur simple buatannya dan menyuapi ibunya untuk makan. Lora kini mulai bertingkah seperti balita pada Mayline. “Mau pesawat suuuuu ….” ucap Lora menerbangkan bukunya seperti pesawat. Mau tak mau Mayline melakukan apa yang diminta Lora sebelum kejadian dulu-dulu terulang lagi. Dimana Lora menganggap Mayline marah padanya karena tidak mau menuruti keinginan Lora yang akhirnya membuat Lora kabur dari rumah dan menghilang selama 1 harian penuh.
“Aaa …” “Nyam-nyam.”
Mayline hanya tersenyum kecil dengan mata yang berkaca-kaca. Tak kuasa bagi dirinya untuk tetap melihat kondisi ibu yang sangat mengkhawatirkan ini.
Setelah semangkuk bubur habis, Mayline segera membawa ibunya untuk mencuci tangan dan gosok gigi dan kemudian tidur.
Mayline berpikir hari ini hanya seperti hari-hari sebelumnya, tetapi entah mengapa Lora tampak berbeda dari biasanya. Wanita dewasa itu sejak tadi lebih banyak memperhatikan keberadaan Mayline dari biasanya. Karena biasanya Mayline bahkan sudah seperti makhluk tak kasat mata bagi Lora.
“Selamat malam mah, mimpi indah. Tuhan sayang mamah.” Bisik Mayline menyelimuti Lora dan mulai berdoa untuk ibunya.
Saat akan beranjak dari tempat tidur sang ibu, Mayline dibuat terhenti oleh kalimat sang ibu yang selama ini sangat dinantikan setiap kali malam menjemput. “Malam Mayline …” ucap Lora entah sadar atau tidak dan menutup matanya terlelap dalam balutan selimut.
Air mata Mayline tanpa sadar mengalir, dia berusaha untuk tidak terisak dan keluar perlahan dari kamar ibunya–Lora. ”Terima kasih Tuhan.” Mayline melipat kedua tangannya didepan dada.
Cerpen Karangan: Aen Hai Terima kasih telah meluangkan waktu untuk membaca cerita ini. Dariku yang tak jemu menanti hari baru yang bahagia. Aen.
Cerpen ini dimoderasi oleh Moderator N Cerpenmu pada 13 September 2021 dan dipublikasikan di situs Cerpenmu.com