Terdiam aku menatap kosong kamarku, aku tak tahu bagaimana caranya agarku bisa mendapatkan uang dan melunasi hutang-hutang ayah. Ayah hanya meninggalkan beban dan penderitaan pada aku dan ibu. Apa aku bekerja saja? Tapi mana mungkin ada yang mau menerimaku untuk bekerja, sedangkan aku masih harus bersekolah. Kulihat layar ponselku, ada pesan masuk dari nomor yang tidak dikenal. Aku mulai membaca pesan itu.
Selamat siang, saya dari pihak bassic cafe membutuhkan seorang pelayan wanita untuk bekerja di tempat kami. Jika anda berminat, anda bisa datang ke cafe kami yang berada di jalan pamungkas nomor 7. Terimakasih.
Aku merasa heran saat membaca pesan itu. Kenapa bisa sampai padaku? tahu nomor ponselku dari mana? Nama cafe tersebut cukup asing bagiku dan alamatnya pun aku tidak tahu dimana. Apa aku datangi saja? Sore ini akan aku cari alamat tersebut sampai aku bisa mendapatkan uang dari hasilku bekerja.
Kulihat jam dinding berbentuk kepala panda berwarna hitam dan putih yang menunjukkan pukul 15.00 sore, aku memutuskan untuk pergi mencari cafe itu. Aku berpamitan pada ibu yang sedang duduk di kursi ruang keluarga sambil menonton berita terkini di televisi.
“Ibu, Karin izin keluar sebentar ya bu” ujarku meminta izin ibu. “Kamu mau kemana nak?” tanya ibu. “Aku hanya ingin pergi ke rumah teman untuk menanyakan tugas-tugas yang sempat aku tinggalkan bu” jawabku berbohong pada ibu. “Yasudah kalau begitu, kamu hati-hati ya nak” kata ibu mengizinkan aku pergi. “Karin pamit bu. Kalau ada apa-apa telepon saja ya bu” ujarku sambil mencium tangan ibu.
Aku berjalan menyusuri jalanan komplek rumahku, aku melihat banyak anak-anak yang sedang bermain. Mereka terlihat bahagia tanpa beban apapun. Bermain bola, lompat tali, petak umpet dan masih banyak permainan seru lainnya. Rasanya aku ingin kembali seperti dulu, andai saja waktu bisa kuputar kembali. Tak terasa aku tiba di jalan raya, aku bertanya pada seorang bapak tua yang sedang menyapu jalanan.
“Permisi pak” ujarku menyapa bapak itu. “Iya nak, ada apa ya?” tanya bapak itu heran. “Saya mau tanya pak, kalau mau ke jalan pamungkas nomor 7 naik angkot yang mana ya pak?” tanyaku penasaran. “Kamu naik angkot warna biru nomor 4, nanti angkot itu akan melewati jalan tersebut” jawab bapak itu meyakinkan. “Iya pak, terimakasih banyak ya pak” ujarku sambil tersenyum. “Iya nak sama-sama” jawab bapak itu sambil membalas senyumanku.
Sesampainya ditempat itu, aku melihat ada sesuatu yang aneh. Cafe ini sangat tertutup dan sepi. Aku melihat ada seorang laki-laki yang umurnya sekitar 35 tahun keluar dari tempat tersebut. Aku langsung menghampirinya.
“Mas mas!” panggilku dengan sedikit berteriak. “Iya ada apa?” tanya laki-laki itu. “Perkenalkan saya Karin” ujarku memperkenalkan diri. “Saya Danu, pemilik cafe ini” jawab laki-laki itu memperkenalkan dirinya. “Apa benar ini bassic cafe?” tanyaku sembari membuka ponsel mencari pesan yang tadi siang aku dapatkan. “Iya benar, ada keperluan apa ya?” tanya Mas Danu sembari melihatku dari atas sampai bawah. “Saya mendapat tawaran untuk bekerja di cafe ini. Saya ingin sekali bekerja, pekerjaan ini sangat penting untuk saya, saya harus melunasi hutang-hutang ayah saya” jawabku sembari memperlihatkan pesan tersebut di ponselku. “Baguslah, kamu cantik, tubuhmu juga indah” ujar Mas Danu sambil tersenyum. “Maksudnya mas?” tanyaku heran dengan perkataan laki-laki itu tadi. “Tidak apa-apa. Yasudah, mulai sekarang kamu bisa bekerja di cafe saya” jawab Mas Danu sambil mengajakku masuk ke dalam cafe-nya.
Tempatnya sungguh gelap, aku merasa ada yang tidak beres dengan tempat ini. Di dalamnya terdapat sofa-sofa dan ada bekas botol minuman di atas mejanya. Disini juga ada ruangan untuk karaoke, tiba-tiba Mas Danu mengambil sesuatu dari ruangannya.
“Ini Karin, kamu pakai ini jika mau bekerja disini” ujar Mas Danu sembari memberiku dress pendek yang sangat ketat berwarna merah. “Tapi mas, kenapa saya harus pakai baju seperti ini?” tanyaku heran. “Sudahlah, kamu pakai saja. Pasti kamu akan terlihat lebih cantik” jawab Mas Danu sambil tertawa renyah. “Iya, mas” jawabku ragu.
Aku pergi ke toilet dan mengganti bajuku. Dress yang Mas Danu berikan padaku sangat pendek, sehingga paha dan dadaku sedikit terlihat. Aku sungguh malu memakai baju ini. Setelah mengganti baju, aku segera keluar menghampiri Mas Danu yang sedang duduk di sofa sambil memainkan ponselnya.
“Mas, mas Danu” panggilku gugup. “Karin kamu sangat cantik memakai baju yang saya berikan ini” ujar Mas Danu sembari tersenyum-senyum. “Lalu apa yang harus saya lakukan mas?” tanyaku. “Nanti kalau rekan-rekan kerja saya datang, kamu langsung layani mereka ya. Makanya saya memberikan baju ini agar kamu terlihat lebih menarik” jawab Mas Danu. “Baiklah mas” jawabku singkat. “Kamu minta saja uang sebanyak-banyaknya dari mereka, asalkan kamu menuruti apa mau mereka” ujar Mas Danu sembari berjalan meninggalkanku.
Aku hanya terdiam bingung, lalu duduk di sofa. Tak lama kemudian ada seorang laki-laki yang masuk ke ruang karaoke nomor 2, dia tidak melihatku. Akupun tak jelas melihat siapa dirinya. Tanpa memikirkannya aku berjalan menuju meja minuman di sudut ruangan. Saat aku hendak minum, mas Danu datang dengan membawa dua gelas minuman.
“Karin kamu bawa minuman ini ke ruang karaoke nomor 2. Kamu layani pelanggan saya, dia orang kaya, uangnya sangat banyak, bisnisnya pun sukses sekali” ujar Mas Danu menyuruhku sambil memberikan dua gelas minuman itu padaku. “Iya mas” jawabku sembari berjalan ke arah ruang karaoke nomor 2.
Aku berdiri di depan pintu ruang karaoke nomor 2, aku berpikir untuk apa aku harus memakai baju seperti ini hanya untuk melayani seorang laki-laki. Aku akan masuk dan memberinya minuman ini, lalu aku akan langsung pergi saja. Ketika aku masuk, kulihat wajah laki-laki itu. Ternyata dia adalah ayah.
“Ayah!” ujarku kaget. “Karin, buat apa kamu bekerja di tempat ini? Ayah tidak menyangka kamu akan menjadi anak yang sangat hina seperti ini” kata ayah sambil mendekatiku yang masih berdiri di depan pintu. “Aku seperti ini juga karena ayah, ayah hanya memberikan kami penderitaan. Ibu harus kehilangan kandungannya karena rentenir yang menagih hutang ayah, dia menyiksa ibu karena ibu tidak mampu membayarnya. Harusnya ayah sadar, selama ayah susah dulu ibu selalu setia menemani ayah dalam segala kondisi. Sekarang ayah sudah sukses, ayah tinggalkan aku dan ibu, ayah bersenang-senang diluar sana tanpa sedikitpun memikirkan bagaimana keadaan kami. Ayah jahat, mulai sekarang aku tidak mau menganggapmu sebagai ayahku lagi, kamu bukan ayahku!” jelasku sembari menangis.
Tanpa aku sadari, dua gelas yang kubawa tadi ternyata jatuh, untung saja pecahan gelasnya tidak mengenai kakiku.
“Maaf kan ayah nak, karena ayah kamu harus melakukan semua ini, karena ayah ibu harus menderita. Sekali lagi ayah minta maaf Karin, ayah janji ayah akan berubah dan kita akan hidup bahagia lagi seperti dulu” kata ayah sembari mengusap-usap kepalaku. “Aku memang sangat membenci ayah, tapi walau bagaimanapun ayah tetaplah ayahku” ujarku sembari mengusap air mata di pipiku. “Terimakasih nak, sekarang kita pulang ya. Ayah ingin sekali bertemu dengan ibu dan meminta maaf padanya” kata ayah sambil tersenyum padaku. “Iya yah” jawabku singkat.
Akhirnya aku dan ayah pulang ke rumah. Sesampainya di rumah. “Bu, Karin pulang” ujarku sambil mengetuk pintu. “Iya Karin, tunggu sebentar” teriak ibu dari dalam rumah.
Setelah ibu membuka pintu, dan melihat ada ayah berdiri di sebelahku. “Mas Wisnu!” ujar ibu kaget melihat kedatangan ayah. “Maafkan aku, aku telah membuat banyak kesalahan. Aku sungguh meminta maaf padamu dan juga anak kita Karin. Aku berjanji tidak akan mengulanginya lagi” kata ayah memohon maaf pada ibu. “Aku sudah memaafkanmu jauh sebelum kamu meminta maaf padaku mas” lirih ibu sambil tersenyum pada ayah. “Bodohnya aku sudah membiarkanmu dan Karin menderita. Walaupun begitu tetapi kalian masih bisa untuk memaafkan ku” kata ayah sembari mengelus-elus pundakku. “Tuhan juga maha pemaaf kok yah, masa aku manusia biasa yang sering berbuat dosa tidak bisa memaafkan kesalahan ayahnya sendiri” ujarku sambil perlahan memeluk ayah dan ibu.
Mulai hari itu kami bertiga manjalani hidup baru dengan bahagia. Ayah dan ibu sudah kembali seperti sediakala, aku merasa bersyukur sekali karena Tuhan telah mengabulkan permintaanku. Terimakasih ayah, terimakasih ibu, karena kalian aku mengerti sebuah arti kesabaran.
Cerpen Karangan: Ira Andani Blog: raratujuhdua.blogspot.com
Cerpen ini dimoderasi oleh Moderator N Cerpenmu pada 2 Oktober 2021 dan dipublikasikan di situs Cerpenmu.com