“Aa silau” Elsa mengedipkan mata sembari duduk menikmati sunset di atas bebatuan pantai losiana tepatnya kota Kupang, Nusa Tenggara Timur. Diam tak bergeming dia merenung sambil mendengar buih di tepi karang yang dihempas ombak, “nyaman sekali, aku ingin terus disini” sssh semilir angin menyapu wajahnya dan mengibarkan daun daun lontar di tepi pantai. Pandangannya terusik dan beralih melihat pengunjung lain yang bercanda tawa sambil berfoto ria, Elsa mengenang sekilas masa lalu. Bagaikan berhasil bertahan di atas permadani terbang yang hilang keseimbangan, hidup Elsa Olivia Utami berubah menjadi suram bahkan jika ditanya apakah mau mengulang jika ada kesempatan untuk memutar waktu, ia menjawab “tidak” semua tidak terasa sebahagia saat ini.
Awal mula kehidupan nyaman yang didambakannya hilang ketika perubahan politik di daerahnya, karena orangtuanya memihak tim yang kalah dari pemilihan kepala daerah. Semula keluarganya baik-baik saja karena pendapatan yang cukup lancar digaji oleh pemerintah sebagai aparatur sipil negara, disisi lain orangtuanya juga membuka praktik pengobatan di rumah, tetapi kini rumah itu kosong dan tak lagi berpenghuni setelah beberapa tahun ditinggal. Sedikit menggambarkan rumah yang cukup besar itu memiliki dua garasi di kiri dan kanan, ayunan besi berwarna biru di pojok halaman depan kerap terdengar suara tawa anak yang memainkannya disertai lapangan badminton, saat musim durian keluarga Elsa bahkan tidak perlu membeli durian karena di halaman belakang rumahnya ada 3 pohon durian yang berusia puluhan tahun.
Orangtua Elsa cukup banyak dikenal karena profesi mereka, Ibu dan ayah Elsa pun dikenal dengan kebaikannya namun disisi lain ibunya boros dalam menggunakan uang, hampir setiap kali sepulang dari luar kota ibunya selalu membawa mobil baru ditandai dengan suara klakson berbeda setiap kali meminta dibukakan pintu pagar, tak hayal karena orangtuanya adalah aparatur sipil negara mereka gemar berhutang dengan menjamin SK, rumah dan tanah untuk memenuhi gaya hidup yang tampak mewah, hal ini berpengaruh pada kehidupan Elsa karena keluarga itu pada akhirnya selalu ditagih hutang baik pihak Bank, Koperasi bahkan dari orang yang dikenal.
Pada saat memasuki Universitas dimulailah kegundahan Elsa, pertama dari dilelangnya rumah masa kecilnya, kedua tidak jadi memasuki program studi yang ia inginkan akibat kekurangan biaya, ketiga uang saku yang terbilang sangat sedikit membuat ia kerja sambil kuliah baik menjadi member oriflame, menjual pulsa, bahkan membuat produk kreatif.
Tak berakhir disini ketika ia semester akhir di kampus ibunya divonis memiliki kanker leher rahim stadium satu dan ayahnya menikah lagi membuat keadaan dan mental Elsa lebih terpuruk, dia sangat membutuhkan dukungan tetapi kandas sebatas harap, usai menamati pendidikan S1, Elsa melamar pekerjaan di perusahaan-perusahaan dan pada akhirnya lolos untuk mengisi posisi teller di Bank Syariah Indonesia. Namun, hal ini pun juga menjadi rantai yang mengikat Elsa, setiap bulan sehari sebelum gajian Ibunya selalu mengirim pesan untuk tidak memakai uang itu karena ibunya perlu untuk membayar tagihan di rumah.
Bertahan di posisi itu dengan tegar walaupun tubuh Elsa sudah tampak sekurus papan tapi selalu ada support yang membuat elsa ingin bebas dari kehidupan seperti ini dan bertekad untuk tidak akan berhutang seperti orangtuanya, hutang akan membelenggu kita dari rasa aman dan nyaman semua terasa berat dan tidak bisa menikmati hidup. “Biarlah hidup sederhana jika itu bisa membuat keluarga dan anak-anakku bahagia kelak, Aamiin.”
Elsa pun berdiri dan meregangkan tubuhnya sambil tersenyum, “ayah ibu walau bagaimanapun aku tetap belajar banyak dari kehidupan kalian, tetaplah sehat karna itu harapanku”
Cerpen Karangan: Fitriyani Azhary Blog / Facebook: Fitriyani Azhary
Cerpen ini dimoderasi oleh Moderator N Cerpenmu pada 5 November 2021 dan dipublikasikan di situs Cerpenmu.com