Namaku Rafta, seorang wanita yang selalu diremehkan oleh keluargaku sendiri. Entah mengapa mereka sering kali meremehkanku dan tidak hanya itu, mereka dengan seenaknya menentukan pilihan mereka kepadaku karena menganggap kalau itu pilihan terbaik sebab aku tidak bisa apa-apa.
Siapa bilang aku tidak bisa apa-apa? Mereka belum tahu sepenuhnya tentang diriku ini. Selain itu, keluargaku seperti pilih kasih terhadap anak-anaknya. Mulai dari ayah dan ibuku, mereka sayang sekali kepada ketiga saudara-saudaraku. Setiap ada apa-apa selalu diprioritaskan, dituruti semua keinginannya, dan diberi kebebasan dalam melakukan apapun.
Sementara aku? Tentu saja tidak diperlakukan seperti itu. Aku tidak pernah dicari dan dikhawatirkan oleh orangtuaku jika kehadiranku tidak ada di rumah dan tidak peduli berapa hari aku tidak pulang. Setiap keinginanku tidak dikabulkan seperti saudaraku yang lain. Aku selalu dinomor terakhirkan. Tidak dibanggakan dan diremehkan di depan keluarga besarku.
Pernah ada satu kejadian dimana aku dan kakakku sedang melaksanakan kemah. Kakakku tidak diizinkan pergi karena orangtuaku khawatir dia perempuan dan takut terjadi apa-apa padanya. Sedangkan aku seperti tidak dipedulikan, mereka seperti menganggap kalau aku tidak akan pernah terjadi apa-apa padaku. Walaupun aku dan kakakku sama-sama perempuan.
Kakakku nekat ikut kemah bersamaku dan akhirnya orangtuaku menyadari itu. Mereka menyusul kami ke tempat kemah. Dan kalian tahu? Hanya kakakku yang dijemput pulang ke rumah. Sedangkan aku yang disampingnya tidak dipedulikan, seperti dianggap tak ada. Selain itu, setelah aku pulang kemah, orangtuaku menyalahkanku karena membiarkan kakak ikut kemah. What? Bagaimana bisa mereka berfikir seperti itu?
Belum lagi sekarang, aku dan keluarga besar tengah berkumpul di meja makan. Tanteku membicarakan anaknya terus menerus. Dia berkata, anaknya itu pintar dan dapat masuk ke sekolah negeri favorit yang diidamkan oleh semua orang. Dia bilang, nilai anaknya sangat bagus. Dan aku hanya menyimak saja sambil menikmati makanan di depanku saja.
Tiba-tiba ayahku ikut menimbrung obrolan Tanteku. Ayah bilang kalau anaknya, Aziz, Akbar, dan Ira juga tak kalah pintar. Nilai mereka sangat bagus. Namaku tidak disebut, digaris bawahi. Namaku tidak disebut. Entah aku terlalu berperasaan atau tidak, tetapi kehadiranku seperti tidak dianggap disini. Dan lagi, ketiga saudaraku itu tidak masuk sekolah negeri, tetapi swasta. Tidak seperti diriku yang berhasil masuk sekolah negeri. Oh iya, dan juga nilai mereka masih dibawahku. Mereka juga tidak serajin diriku.
Lalu Tanteku berkata “Berarti Rafta tidak bisa apa-apa dong? Maaf ya Rafta, jangan tersinggung,” ucapnya sambil diiringi ketawa kecil.
Wah ini tidak benar, aku semakin diremehkan disini. Orangtuaku juga tidak membelaku. Kejadian seperti ini juga tidak terjadi sekali dua kali. Aku hanya bisa tersenyum menghadapi ucapan Tanteku. Aku sudah muak begini. Aku harus lebih membuktikan kalau aku bisa, dan bahkan lebih hebat daripada anak Tanteku dan saudara-saudaraku. Lihat saja kalian, kalian akan tercengang.
Setelah kejadian hari itu, aku yang tadinya tidak semangat menjadi sangat semangat kali ini. Aku mulai sering belajar dan mendapatkan nilai hampir 90 di setiap mata pelajaran dan ulangan. Dan saat Ujian Sekolah dan Ujian Nasional telah usai, aku masuk 10 besar nilai ujian tertinggi di sekolahku. Saat kuberitahu pada orangtuaku, mereka seperti terkejut. Belum lagi saat mereka ke sekolahku untuk mengambil rapor, guruku menceritakan dengan bangga tentang diriku di sekolah. Guruku saja bangga aku lulus sekolah dengan nilai tinggi, apa orangtuaku tidak? Mereka harus bisa bangga padaku, karena anak yang selalu diremehkan mereka ternyata tidak serendah itu.
Sesampainya di rumah, mereka seperti bangga kepadaku. Mereka memuji diriku, lebih perhatian kepadaku. Tidak seperti dulu. Aku pun ditraktir di restoran yang tak pernah kukunjungi. Ada rasa bahagia tersendiri, karena aku tidak pernah diperlakukan seperti ini. Dan aku juga bangga pada diriku karna bisa membuktikan kalau aku bisa.
Beberapa hari kemudian, aku diundang oleh Tanteku untuk datang ke rumahnya. Tebakanku, dia ingin membanggakan anaknya itu. Mereka kira aku tidak tahu kalau anaknya bisa mendapatkan nilai besar di rapor karena ibunya menyuap salah satu guru di sekolah anaknya. Aku tahu anaknya tidak seperti yang ibunya ceritakan. Karena aku cukup dekat dengan anaknya, jadi tidak mungkin aku tidak tahu.
Karena ini kesempatan emas, aku bawa saja rapor dan ijazahku ke rumah Tante. Sesampainya di rumah Tante, aku membantunya memasak dan bebenah rumahnya supaya saat keluarga besarku datang, rumah sudah rapih dan makanan sudah dihidangkan. Aku memasak beberapa lauk hari ini. Tanteku seperti tidak menyangka kalau aku bisa memasak. Sedangkan anaknya tidak bisa.
Saat semua sudah selesai, keluargaku yang lain sudah datang. Kami pun mengobrol sesaat, setelah itu kita makan bersama. Setelah makan, salah satu keluargaku mulai membanggakan anak-anaknya. Begitupun dengan Tanteku. Tentu saja orangtuaku tidak ingin kalah, mereka langsung menunjukkan rapor dan ijazahku ke semua keluarganya. Semua orang seperti tercengang dan tidak menyangka kalau aku bisa juga seperti anak-anak mereka. Selain itu, mereka juga tidak menyangka aku bisa memasak makanan yang enak dan memuji masakanku.
Aku hanya bisa tersenyum saja sambil berbicara dalam hati. Lihat, aku juga bisa seperti anak-anak kalian. Jangan meremehkan orang lain kalau kau tidak tahu kemampuan orang itu. Aku cukup puas, karena ini juga bisa dibilang
Cerpen Karangan: Azizah Blog / Facebook: Azizah Rahmasari
Cerpen ini dimoderasi oleh Moderator N Cerpenmu pada 21 November 2021 dan dipublikasikan di situs Cerpenmu.com