Ini cerita tentang betapa bisingnya setiap hari di rumahku.
Suara piring yang pecah, hantaman ke dinding yang kuat dan teriakan keras dari dua orang yang sedang bertengkar, memperdebatkan sesuatu yang sebenarnya bisa dibicarakan secara pelan-pelan.
“bodoh, begitu saja tidak becus, bagaimana bisa aku bertahan dengan perempuan bodoh sepertimu.” ucap ayah sambil berteriak keras kepada ibu, lalu ibu menjawabnya dengan teriakan “kalau begitu akhiri saja pernikahan ini, jangan selalu mengancam seakan kamu pria yang paling hebat dan tampan, kamu sangat menjijikan”.
Dug.. dug.. dug, begitu keras suara detak jantungku, sampai bisa kudengar dengan jelas, hatiku sakit, rasanya sangat sesak dan aku ingin sekali berteriak.
Dalam keadaan duduk di atas sajadah dan masih memakai mukena, aku menangis sambil mengangkat kedua tanganku dan berdoa. “Ya allah, apakah ini proses dari pendewasaan?, ini belum waktunya menjadi dewasa, aku masih ingin banyak tertawa dan bercerita tentang hari-hari bahagia, tapi engkau malah menciptakan perang antara ibu dan ayah, duniaku hancur, begitu juga hatiku, kuatkanlah aku, aku lelah menjadi orang yang lemah, semoga engkau meringankan beban di pikiranku ya allah.”
Aku tertidur dalam keadaan menangis di atas sajadah. Tuhan, kini aku akan berusaha menjadi lebih dewasa, meski seharusnya dewasa tumbuh seiring berjalannya waktu, bukan karena terpaksa dewasa karena keadaan.
Cerpen Karangan: Nadya Dwi Oktaviani Blog / Facebook: Nado Aku nadya, anak SMKN 2 kab. tangerang, hobi pura-pura bahagia hahaha
Cerpen ini dimoderasi oleh Moderator N Cerpenmu pada 25 November 2021 dan dipublikasikan di situs Cerpenmu.com