Seperti biasa, hari yang sudah lama aku tunggu tunggu adalah hari sabtu, dimana aku bisa bersantai dengan keluargaku, menonton tv dan main game sepuasnya, tidak banyak hal yang kulakukan saat hari sabtu, karena aku memang menempatkan hari sabtu untuk rehat dan bersantai tanpa memikirkan tugas sekolah dan hal hal lainnya.
Pagi ini jam menunjukan pukul 7 pagi, ibuku membuka jendela dan mematikan kipas, tentu itu membuatku terbangun, karena cuaca di sini memang sangat panas, sangat jarang aku menemukan pepohonan rimbun disini, jadi wajar saja jika ibu mematikan kipas kamarku aku akan segera terbanun, sepertinya itu memang trik yang ibu pakai untuk membangunkanku, aku agak kesal karena pagiku terganggu, padahal aku ingin bangun siang atau malah tidur sepuasnya pagi ini.
Dengan bantal yang sudah dipenuhi keringat, dan rambutku yang sudah sangat lepek, aku bergegas beranjak dari tempat tidurku untuk pergi ke kamar mandi, aku mencuci mukaku dan menggosok gigi dahulu, sebelum aku lanjutkan keramas dan sabunan, sambal menyetel musik yang sangat kencang dan aku membiarkan suaraku bebas di kamar mandi.
Selesai mandi aku segera ke ruang tv, untuk menonton acara kesukaanku di sabtu pagi, ternyata semua kakakku sudah bangun dan ayahku yang sedang asik berbicara dengan peliharaan kesayangannya.
Aku mempunyai dua kakak perempuan, aku anak terahir dan paling manja, kakak perempuan pertamaku sudah bekerja di luar kota tetapi ia menghabiskan liburan ahir pekan disini, kakak keduaku hanya beda 3 tahun denganku. Jadi Ketika hari libur tiba, rumahku sangat ramai, semuanya berkumpul di sini, aku juga banyak bertukar cerita dengan kakak kakakku.
Pagi ini acara tv kurang asik, acara tv dipenuhi berita gempa dimana mana. “serem banget nih kalo disini kena gempa juga” ucap kakakku sambil mengencangkan volume tv “insyaallah di sini aman kak” jawab ibuku sambil menyuguhkan pisang goreng dan teh hangat untuk kami berempat. “yah bu, pisang goreng lagi?, aku bosen bu sekali sekali mau makanan yang agak mahal dong bu” ucapku sambil memakan pisang goreng yang masih hangat “halah, bosen kok masih dimakan” ucap kakakku sambil merebut pisang goreng dari tangankku “aduh anak anak ayah kenapa jadi pada berantem sih, berisik tau, ayah lagi serius nih dengerin beritanya” ucap ayah sambil menyeruput teh hangat Lalu kami melanjutkan menonton tv yang isinya dipenuhi berita gempa, memang sedikit khawatir Ketika mengetahui ada banyak korban dari bencana gempa ini.
Seharian kami menghabiskan waktu Bersama, sampai tidak terasa hari sudah terlalu larut, kami makan malam Bersama, ibu masak makanan yang sangat lezat, ada ikan goreng, lalapan, sambal terasi dan kerupuk, ibu juga tidak lupa memasak sayur, ibu membuatkan kami tumis kangkung kesukaanku.
Perut masih terasa sangat kenyang dan tidak baik jika habis makan langsung tidur, akhirnya aku dan kakak kakakku memutuskan untuk lanjut mengobrol di kamar sembari menunggu makanan itu turun dari perutku. Namun tiba tiba aku teringat berita gempa tadi pagi, setelah melihat kipas angin yang tegantunng tepat di atas kepalaku “kalo disini benar ada gempa, aku ketiban kipas ini ya kak?” tanyaku kepada kakakku yang tidur di sebelahku “hus jangan ngomong gitu, makanya kalo mau tidur berdoa dulu biar dilindungi” ucap kakakku Setelah mengobrol banyak hal, kami bertiga pun tertidur.
—
“adekk deek ayo bangun dekkkkk” teriak kakakku sambil menggoyang goyangkan badanku Aku yang masih setengah sadarpun kaget dan berteriak “apa kak apa apa kak?” Setelah aku bangun dan menapakan kakiku ke lantai aku baru sadar! Ternyata ini gempa, guncangannya sangnat besar, aku sulit berjalan, tapi kakakku tidak melepas tanganku dan kakaku menariku sangat cepat, beberapa barang di rumahku sudah berjatuhan dan ada beberapa pecahan di lantai, aku panik, aku sudah tidak bisa berpikir apapun, yang ada di pikiranku hanya lari meninggalkan rumah.
Setelah aku dan kakaku berhasil keluar dari rumah, banyak warga yang sedang berlarian juga mencari tempat yang aman, aku merasa kakiku sangat perih, Ketika aku lihat, kakiku sudah berdarah darah, karena aku lari tidak menggunakan alas kaki sama sekali.
Kami dan orang orang lainnya menyelamatkan diri ke sebuah tanah lapang yang luas sekali, tidak ada bangunan apapun, jadi tidak ada kekhawatiran jika ada bangunan yang akan rubuh, namun nampaknya masih banyak warga yang tertinggal, padahal Kawasan sekitar rumahku sudah banyak bangunan yang rubuh, apakah mereka berhasil selamat atau ada yang tertimpa rumah rumah yang rubuh?.
Lalu kakakku menepuk bahuku “dek! Ibu dan ayah mana” ucap kakaku yang sangat mengkhawatirkan keadaan ibu dan bapak “aku gak tau ka aku gak lihat ayah dan ibu dari tadi”
Belum selesai kami membicarakan keberadaaan ayah dan ibu, tiba tiba ada sebuah mobil besar yang akan membawa kami ke tempat pengungsian. Para warga yang selamatpun bergerombol naik ke mobil itu, begitu juga aku dan kakak kakakku, selama perjalanan aku dan kakak kakakku tidak berbicara sepatah kata pun, kami bertiga masih kaget dengan apa yang kami alami barusaan, dan aku juga yakin warga yang lain juga sangat kaget, tidak ada yang berbicara selama perjalanan, suasananya sangatlah hening.
Sesampainya di tempat pengungsian kami bertemu ayah, kami lega dan langsung memluk ayah. “ayah, dimana ibu” ucapku “kalian sabar ya nak, ibu belum ditemukan, doakan saja ya nak ibumu selamat” ucap ayah sambil menahan nangis
Aku dan kedua kakakku tidak kuasa menahan tangis, kami menangis sejadi jadinya saat kami tau ibu tidak berada Bersama kami di sini, di tempat yang aman, dan suasana di tempat pengungsian pun penuh dengan tangisan, karena banyak warga yang kehilangan anggota keluarganya juga.
Jam menunjukan pukul 3 pagi, ada Sebagian warga yang terlelap tidur namun juga banyak yang masih menangis, menunggu kabar baik dari keluarganya yang belum ditemukan tim penyelamat. Malam itu sangat buruk perasaanku campur aduk, tidak ada sedikitpun ketenangan malam itu, aku mengkhawatirkan ibu, dan aku tidak sanggup dengan apa yang terjadi jika ibu dikabarkan tidak selamat, tidak berhenti aku berdoa untuk keselamatan ibu.
Keesokan harinya tim penyelamat membacakan daftar nama korban yang tidak selamat dari gempa, badanku merinding, bergetar dan panas dingin, rasanya aku tidak sanggup mendengarnya, aku takut ada nama ibu di daftar itu, namun aku berusaha tegar, aku duduk tenang sambil mendengarkan tim penyelamat membacakan nama Namanya
Betapa kagetnya aku Ketika tim penyelamat menyebutkan nama ibu, aku kakakku, dan ayah tidak kuasa menahan tangis dan berteriak, namun rasanya aku tidak bisa mengeluarkan suara sedikitpun, hatiku sangat hancur berkeping keeping, kakakku mencoba menguatkanku dan memberikan pelukan yang sangat erat, kami berempat seperti tidak berdaya, kami hanya bisa menangis dan menerima kenyataan bahwa ibu sudah tidak ada, ibu tidak selamat, hari itu benar benar hari terburuk untukku dan keluargaku.
Penyesalan dan menyalahkan diri sendiripun perlahan datang, kami bertiga mulai saling menyalahkan satu sama lain karena tidak menyelamatkan ibu malam itu, kami malah langsung keluar rumah tampa memastikan ayah dan ibu juga sudah keluar rumah semalam, kami terus menyalahkan dan masih belum bisa memerima kenyataan, sampai akhirnya ayah menenangkan kami semua, ayah memeluk aku dan kakak kakakku, ayah bilang semua ini sudah takdir tuhan yang maha kuasa, tuhan mempunyai maksud tersendiri di balik semua ini, kami semua juga harus bersyukur karena masih ada ayah yang akan selalu menjaga kami bertiga sampai kapanpun.
Cerpen Karangan: Novaliana Syawalika
Cerpen ini dimoderasi oleh Moderator N Cerpenmu pada 7 Desember 2021 dan dipublikasikan di situs Cerpenmu.com