Aku melangkahkan kaki dengan Langkah kecil. Jalan setapak yang basah mengotori sepatu kets putihku. Aroma tanah basah begitu membuatku candu. Disekelilingku, manusia-manusia terus bergerak seolah tanpa Lelah. Ada seorang gadis bertubuh ramping dan berambut sebahu sedang bercakap-cakap di ponselnya. Kutebak, ia sedang menangis dengan suara tertahan. Di sudut jalan lain, seorang nenek sedang kebingungan mencari sesuatu, alamat sepertinya. Dari pakaiannya, nenek itu mungkin sedang dalam perjalanan berkunjung dari sebuah desa. Di seberang jalan, sepasang manusia sedang bertengkar. Lalu ada anak kecil yang berlari mendahuluiku dengan girang. Aku tersenyum simpul dan melanjutkan langkahku. Sepertinya hujan masih akan turun lagi. Akhir-akhir ini, cuaca memang sedang sulit ditebak.
Ivana. Namaku Ivana. Orang-orang terdekatku selalu memanggilku Nana. Aku lahir dan dibesarkan oleh seorang ibu yang pekerja keras. Tidak pernah mengenal siapa ayahku. Kata banyak orang, aku terlahir dari hasil hubungan ibuku dengan seorang lelaki Ketika masih berpacaran. Iya, ibuku hamil diluar nikah, dan ayahku meninggalkan kami berdua dengan menyuruh ibuku menggugurkan aku. Cerita yang terdengar klasik buatmu, bukan? Cerita klasik yang terdengar tak asing bagimu ini ternyata sangat sulit dijalani. Ibuku bersusah payah membesarkan aku. Seingatku, pekerjaan ibuku banyak sekali. Sekali waktu kulihat ibu berdandan cantik sekali. Lain waktu kulihat ia berdandan lusuh dari pagi hingga ia pulang pada petang hari. Kamar ibuku sering terkunci. Dan aku tak berani masuk ke dalamnya.
Tak banyak ingatan masa kecil yang kusimpan dengan ibu. Aku biasa ditinggalkan, ohh bukan, lebih tepatnya dititipkan pada tetanggaku Ketika ibuku berangkat kerja. Tidak banyak cerita dengan ibuku. Ibu menutup rapat apapun tentang dia, dan aku tak berani mengganggunya dengan banyak pertanyaan yang berkeliaran di kepalaku. Beranjak dewasa, gossip tentang ibuku semakin menjadi. Aku tidak terlalu heran. Dari kecil aku sudah banyak mendengar cerita dengan segala versi yang berbeda. Aku sudah tidak sakit hati lagi.
Tidak ada rasa penasaran dalam diriku tentang bagaimana sosok ibuku dan apa yang sebenarnya ia kerjakan diluar sana. Aku hanya mengerti, jalan hidupnya tidak mudah. Membesarkan seorang anak dengan tanggung jawab menjadi ibu dan ayah sekaligus di usianya yang kala itu masih sangat muda pasti sangat menghancurkan hatinya. Kakek dan nenekku sudah lama tak berkunjung. Sepertinya kali terakhir berkunjung, mereka meminta ibuku menikah lagi dengan seorang lelaki pilihan mereka dan ibu menolaknya dengan kuat. Lalu malamnya, kudengar ibu menangis dengan hebat di dapur.
Seperti jalan hidup ibuku yang tak mudah, jalan hidupku ternyata mengikutinya. 19 tahun menjadi putrinya Ketika ia berpamitan tanpa kata. Hanya memelukku dengan erat sembari membisikkan kata ‘maaf’ berulangkali. Tanggal dua puluh bulan dua belas, di petang hari yang sendu akibat hujan yang tak henti seharian, ibuku menghembuskan nafas terakhirnya. Tentu, ibuku masih terlalu muda untuk terkena penyakit jantung atau stroke atau apapun sebutannya yang lain. Ibuku memilih mengakhiri hidupnya yang berat. Anehnya, tak ada rasa marah pada diriku. Lagi-lagi, aku sepenuhnya memahami tindakan ibuku dan memaafkannya.
Selepas kepergian ibu, aku berantakan. Aku hancur sehancur-hancurnya. Mengurung diri di rumah dengan berbotol-botol alcohol dan berbungkus-bungkus sigarette. Natal berlalu begitu saja. Rumah gelapku seakan tak berpenghuni. Aku enggan mengakuinya, tapi aku merindukan ibuku. Sangat.
Tiga bulan terlewat. Aku masih sama. Masih jadi aku yang mulai membenci hidup. Disuatu pagi, mataku tertuju pada kamar ibuku yang masih kubiarkan terkunci rapat. Aku mematung didepan pintu itu cukup lama sebelum memutuskan membuka kuncinya dan masuk ke dalam. Kulihat sekeliling kamar yang sedari kecil tak pernah kumasuki itu. Terasa asing. Wajar. Kamar kecil itu bersih dan rapi. Wangi parfum ibuku masih kuat melekat disana. Ada fotoku dan foto ibu di sudut meja. Kulangkahkan kakiku, kubuka laci lemari ibu. Kudapati banyak sekali surat dan foto disana. Foto seorang lelaki asing yang tak kukenali. Surat surat yang kudapati ternyata adalah surat ibuku untukku. Kini bisa kau bayangkan bagaimana beratnya menjadi ibuku yang bahkan tak berani bercerita apa apa pada anaknya sendiri tentang bagaimana harinya atau keadaan hatinya? Atau kau bisa bayangkan bagaimana jadi aku yang setelah hampir 20 tahun kemudian baru mengenal ibuku lebih dekat melalui berlembar-lembar surat? Aku terisak. Lebih tepatnya terisak dengan hebat.
Foto lelaki itu ternyata foto ayahku. Bukan hanya selembar foto, berlembar-lembar. Sepertinya ia hidup Bahagia dan baik baik saja dengan seorang istri yang cantik dan dua orang anak. Aku memandangi tumpukan surat dan foto-foto itu. Sejenak dalam benakku timbul keinginan untuk menemui lelaki ini. Kali pertama dalam hidupku, aku penasaran bagaimana rasanya jadi ayahku Ketika waktu itu ia pergi meninggalkan aku dan ibuku? Bagaimana perasaannya saat ini Ketika melihat dua orang anaknya yang hampir sebaya denganku itu, apakah ia mengingat aku? Atau apakah pernah ayah mengingat ibuku sekali saja setelah kepergiannya kala itu? Banyak lagi tanyaku. Namun tak ada satupun yang kulakukan kecuali membakar semua foto-foto itu. Lelaki itu tak berhak tahu apapun tentang hidup kami yang berat. Dan aku memutuskan untuk Kembali menganggapnya bukan siapa-siapa di kepalaku. Kupaksa hatiku menolaknya. Lalu entah, aku bertekad menjadi lebih baik dari ini, dan jikalau suatu hari nanti aku akan menemuinya, aku akan menemuinya dengan sombong, tidak dengan keadaan menyedihkan seperti saat ini.
Ivana. Panggil aku Nana. Gadis yang sedari dulu tak pernah punya mimpi. Hanya suka melukis, bermain gitar dan menyukai nada-nada. Cita cita? Aku bahkan tak pernah bercita-cita. Hidup yang keras seolah menciutkan nyaliku. Lalu di salah satu surat milik ibuku, ia bercerita tentang cita-citanya sejak kecil. Menjadi seorang penyanyi. Tidak mustahil kalau ibu bisa meraihnya. Sejauh yang kuingat, ibuku memiliki suara tipis yang tinggi dan merdu. Lalu ibu bercerita lagi jika cita-cita itu berubah sejak ia memiliki aku.
“betapa menyenangkannya jika ibu seorang dokter anak, Na.. ibu tidak perlu bersedih karena melihatmu sakit tapi tak mampu membawamu ke rumah sakit seperti hari ini”
Ternyata dulu aku sering menyusahkan ibu. Badanku rentan dan sering sakit, tetapi ibu tidak berani membawaku ke rumah sakit karena semua cerita orang yang menyakiti hatinya. Berbulan-bulan ibu menyembunyikan keberadaanku dari dunia. “Ibu hanya tidak mau kamu terluka lagi karena perkataan-perkataan orang orang itu, Na… kamu tidak boleh mendengarnya, biarkan ibu saja yang menanggungnya..”
Lalu aku terpikir untuk mendapatkan cita-cita itu demi ibu. Dengan berbekal uang seadanya, dan usaha yang luar biasa. Ditolak, diabaikan, dihina, dianggap tak mampu, dikucilkan,.. semuanya kulalui selama proses yang melelahkan itu. Menyerah pernah jadi satu-satunya jalan yang hendak kupilih. Berulangkali. Namun keinginan itu selalu terabaikan Ketika aku melihat diriku sendiri di cermin. Hebat sekali, aku tumbuh begitu mirip dengan ibu. Aku benar-benar mewarisi segalanya dari ibu. Mata bulatku, pipi tembemku, lesung pipiku, bahkan alis lebatku. Melihat diriku sendiri di cermin membuatku bertekad untuk mencoba sekali lagi. Berulangkali.
Semesta akhirnya melihatku. Berbaik hati padaku. Disini aku hari ini. Dibatas segala jalan yang sudah berhasil kulewati sendirian. Menjadi seorang dokter anak, persis seperti cita-cita ibuku dulu. Lalu aku diberkahi banyak keajaiban. Pekerjaanku lancar hingga aku bisa buka klinik sendiri, memiliki anak asuh dan membangun satu rumah singgah bagi ibu dan anak yang ditinggalkan suaminya. Dengan bangga aku sering berkunjung ke tempat ibu dan bercerita banyak hal.
“Bu, aku Sudah baik-baik saja. Aku begitu beruntung terlahir jadi putri ibu. Maafkan aku bu, untuk begitu banyak masa sulit ibu yang aku pura pura tak tahu dulu… lihat aku dari sana bu, aku akan membuatmu bangga jadi ibuku..”
Cerpen Karangan: Tanty Angelina Blog / Facebook: Tanty Angelina
Cerpen ini dimoderasi oleh Moderator N Cerpenmu pada 7 Januari 2022 dan dipublikasikan di situs Cerpenmu.com