Sang mentari telah timbul dengan cahayanya yang amat cerah. Anisa menggandeng lengan tangan Alisa menuju Book Store tempat Alisa bekerja. Saat di perjalanan mereka melewati kumpulan ibu-ibu yang tengah sibuk memilih-milih sayuran. Dua gadis kembar dengan hijab syar’i yang selalu menampilkan senyumnya ke siapa saja yang melihatnya tak lepas dari pandangan ibu-ibu itu. Anisa menyapa ramah ibu-ibu yang sedang sibuk dengan sayur-sayuran didepannya dan disambut hangat oleh para ibu-ibu. Berbeda dengan Alisa yang hanya bisa menampilkan senyum termanisnya. Hatinya sangat ingin menyapa ibu-ibu dengan ramah seperti Anisa. Namun itu tidak bisa ia lakukan. Kedua gadis kembar itu sudah jauh tak terlihat membuat ibu-ibu langsung melancarkan aksi gibahnya. Yang selalu saja membanding-bandingkan Alisa dan Anisa. Membicarakan kelebihan Anisa dan kekurangan Alisa.
Sampai di Book store kedua gadis kembar itu disambut oleh senyum manis dari sang pemilik toko. Yahra menggenggam tangan Alisa untuk meminta tolong mengantarkan Zahra ke sekolah karena Yahra sibuk dengan bisnis ketringnya. Tiba di kediaman Yahra, zahra dan Aliandra sudah menunggu Alisa. Zahra Sangat senang jika diantar oleh Alisa. Alisa hampir setiap pagi mengantarkan Zahra berangkat ke sekolah. Ayah dan ibunya sangat sibuk. Zahra dibuat bingung dengan apa yang ia lihat dihadapannya. Dilihatnya dua gadis cantik dengan wajah yang sangat mirip. Ekspresi gemas dari zahra membuat Alisa gemas mencubit pipinya yang tembem.
“Halo Zahra, kenalin nama kakak Anisa, saudara kembar kak Alisa” ucap Anisa sambil berjongkok dihadapan Zahra. “Waww Kak Anisa bisa bicara ya,” ucap Zahra polos membuat Alisa, Yahra, Aliandra dan Anisa terkejut. “Zahra kok gitu ngomongnya” selidik Aliandra. “Mukanya mirip tapi kok yang satunya bisa ngomong” ucap Zahra dengan polosnya. Alisa hanya terdiam dengan ekspresi sedih. Kata-kata yang keluar dari mulut polos Zahra membuat hati Alisa sedikit tergores. Entah kenapa hati kecil Alisa langsung tergores padahal Kalimat itu keluar dari mulut anak yang masih polos tidak tahu apa-apa.
Yahra yang peka dengan ekspresi Alisa segera mengalihkan pembicaraan. “Sshhtt, udah jangan banyak omong sana berangkat nanti telat” “Ya udah ayo Zahra” ucap Aliandra Zahra menggemgam tangan Alisa. Anisa, Zahra, dan Aliandra mengucapkan salam kecuali Alisa yang hanya menundukkan kepalanya.
Dalam perjalanan Aliandra selalu mengajak Alisa berbicara Anisa hanya mendengar suara Aliandra. Anisa merasa sedikit terabaikan. Setelah sampai di sekolah zahra menyalami ketiga tangan kakak-kakak yang mengantarnya. Kedatangan Anisa yang pertama kalinya mengundang perhatian ibu-ibu yang juga mengantar anaknya sekolah.
“Hooo itu si Anisa, cantik ya” “Kaya yang berwibawa, gitu” “Calon dokter loh, mungkin nanti calonnya si Aliandra.” “Aliandra kan udah jadi dokter” “Wahh, udah pasti tu cocok banget”. Alisa, Anisa dan Aliandra mendengar jelas ucapan ibu-ibu gosip itu. Sudah menjadi rutinitas jika bertemu Alisa dan Aliandra pasti kekurangan Alisa lah yang menjadi topik pergosipan. Alisa sudah biasa mendengar kata-kata pedas yang langsung menuju ke hatinya.
Aliandra tersentuh melihat mata Alisa yang berkaca-kaca. Aliandra tidak bisa melakukan apa-apa kecuali tersenyum ke arah Alisa. Anisa juga sudah sering mendengar kata-kata pedas tentang kekurangan Alisa. Anisa langsung memeluk Alisa dan menutup telinga Alisa. Ibu-ibu itu terkejut melihat perlakuan Anisa Kepada Alisa. Yang seolah tahu kalau kakaknya sedang dibicarakan. Ya ibu-ibu itu berpikir bahwa suara mereka tidak terdengar. Mereka juga menganggap bahwa Alisa tuli. Anisa menggemgam tangan Alisa berjalan menuju ibu-ibu yang sedang duduk di samping sekolah. Aliandra menyusul di belakangnya.
“Assalamu’alaikum bu, wah asik banget cerita apa ya, bagi-bagi dong bu ceritanya” ucap Anisa sambil tersenyum. “Waalaikumsalam, enggak kok, enggak lagi cerita” “Hoo, ya udah lanjut ya bu, tadi kak Alisa denger ceritanya jadi pengen nimbrung.” sahut Aliandra. “Aduh, enggak ada cerita yang menarik kok Alisa”. Sahut salah satu ibu-ibu sedang kan yang lainnya sedang menunduk agar mukanya tidak dikenali Alisa. “Ooo iya bu kakak saya Alisa ini tunawicara tapi tidak tuli,” ucap Anisa penuh penekanan. “Iya ibu-ibu jangan sungkan-sungkan untuk menyapa, karena enggak mungkin kalo Alisa menyapa duluan, walaupun Alisa ingin sekali menyapa ibu-ibu semua”. ucap Aliandra.
Setelah panjang lebar Anisa dan Aliandra berbicara mereka meninggalkan ibu-ibu itu dengan wajah yang pucat. Rasa bersalah menyelimuti diri mereka yang selalu membicarakan kekurangan Alisa. Saat di perjalanan Alisa memeluk Anisa erat dengan air mata yang deras mengalir dari mata indahnya. Tangisan tanpa suara Alisa, meluluhkan hati Aliandra, air matanya pun ikut mengalir membasahi pipinya. Aliandra baru tahu bahwa Alisa memiliki kembaran yang sangat baik. Aliandra tidak pernah bertemu dengan Anisa sebelumnya. Aliandra sedikit kesal dengan nama Anisa yang selalu diagungkan oleh ibu-ibu gosip untuk membicarakan kekurangan Alisa. Walau dia tahu itu bukan salah Anisa tapi ia berpikir bahwa Anisa orang yang selalu menonjolkan diri di atas kekurangan kakaknya itu. Kini Aliandra tahu bahwa dugaannya itu salah.
Sesampainya di Book store Anisa pamit pulang. Alisa menarik tangan Anisa. Alisa mendudukan Anisa dan Aliandra di kursi. Alisa masuk kedalam mengambil kertas dan pulpen. “Aliandra, ini Anisa kembaran aku yang paling cantik, dia ingin berkenalan denganmu. Tolong ajak dia bicara, dia ini pemalu” tulis Alisa di selembar kertas dan diberikan kepada Aliandra. Anisa dibuat penasaran dengan kertas tersebut. Aliandra sedikit tersentak, ia melihat wajah Alisa yang menampilkan senyum termanisnya. Aliandra tidak bisa menolak. Alisa tersenyum dan meninggal kan mereka berdua. Di balik kaca jendela Alisa tersenyum getir mengetahui bahwa ternyata Anisa menyukai Aliandra.
Sore tiba Alisa dan Ayu seperti biasa pulang ke rumah. Alisa dan Ayu melewati rumah Ilham. Alisa melirik ke rumah Ilham. Alisa merasa sedikit aneh karena tadi pagi Ilham tidak mengantarkan makanan ke Book Store. Alisa menarik tangan Ayu mengajak kerumah Ilham. Ayu menolak karena malas kalau harus bertemu dengan Bu sari. Karena ia pasti akan menghina Alisa. Namun Alisa terus memaksa dan Ayu terpaksa mengalah.
Alisa mengetuk rumah Ilham, tepat sekali orang yang dicari membuka pintu. Senyum lebar terukir di bibir Ilham ketika melihat pujaan hati tepat didepan mata. Alisa tersenyum dan segera menulis di selembar kertas. “Ilham sakit?, kenapa gak datang ke Book Store.” Ilham senang ketika tau bahwa Alisa mengkhawatirkannya. Namun ia tidak bisa jujur kepada Alisa karena tidak lama lagi akan dijodohkan dengan anak teman mamanya. Mengingat itu Ilham merasa sedih karena tidak bisa menikahi Alisa.
Ilham yang belum sempat menjawab pertanyaan Alisa tersentak karena kertas yang ia pegang diambil paksa dan dikoyak oleh ibunya. “Heh, Alisa jangan deketin Ilham, dia udah ada jodohnya, aku juga gak Sudi punya menantu bisu kayak kamu, kamu tu harusnya sadar diri, dasar.” ucap Bu Sari ketus dengan nada tinggi sambil mendorong Alisa sampai terjatuh tanpa merasa iba akan wajah Alisa yang polos dan kebingungan. Wajah putih Ilham memerah mendengar perkataan ibunya. Ilham segera menarik paksa ibunya masuk ke rumah. Ibunya memberontak karena ditarik paksa. Alisa terduduk lemah, air matanya tidak mampu ditampung terlalu lama di matanya. Dorongan Bu sari memang tidak sakit tapi hanya dengan kata-kata pedas itu membuat hati kecil Alisa terasa diiris-iris. Ayu segera memeluk Alisa. Ayu menagis melihat Alisa yang menangis tanpa suara. Ayu membawa Alisa pulang sambil mengelus-elus punggung kecil Alisa.
Alisa masuk ke dalam kamar ia menjatuhkan tubuhnya ke kasur empuknya ia memeluk erat bantal gulingnya sebagai pelampiasan kekesalan hatinya. Ia nangis sejadi-jadinya tanpa mengeluarkan suara. Hatinya benar-benar tergores. Ia sudah sering mendengar kekurangannya sebagai topik ibu-ibu tapi sungguh kali ini Bu Sari benar-benar menyakiti hatinya.
Apa yang salah dengan bisu, ia juga tidak meminta terlahir bisu, kenapa harus dihina. Orang-orang selalu saja menjadikan Alisa sebagai topik yang benar-benar seru. Alisa sudah tidak sanggup menghadapi kenyataan ini. Wajahnya kini benar-benar sudah basah oleh air mata.
Anisa, Ibu, dan Ayah hanya bisa mengintip Alisa sekilas dari pintu kamarnya yang tidak tertutup rapat. Mereka membiarkan Alisa menagis untuk melegakan perasaannya. Anisa, Ibu dan Ayah ikut merasakan kepedihan hati Alisa mereka bertiga meneteskan air mata, gadis bisu yang tidak tahu apa-apa yang selalu menjadi topik seru dikalangan ibu-ibu. Anisa yang selalu diagung-agungkan merasa bersalah kepada kakaknya. Alisa hanya bisa menangis pilu, kamar kecilnya menjadi saksi bisu kesedihan mendalam yang di alaminya.
Cerpen Karangan: Dvilia
Cerpen ini dimoderasi oleh Moderator N Cerpenmu pada 17 Januari 2022 dan dipublikasikan di situs Cerpenmu.com