Brak! Aku membanting pintu dengan kesal, mama mengingkar janji untuk pergi ke taman. Alasannya cuma karena harus membuat presentasi buat kerjanya. Mamaku itu super sibuk, papaku ngga terlalu sibuk. Itu karena gaji papa sudah sangat banyak, jadi dia bisa istirahat selama 4 bulan.
“Kenapa kamu, Reina? Kok bete?” tanya papa yang sedang membuat kopi. “Mama ingkar janji lagi mau ke taman. Aku kesel pa” jawabku dengan kesal. Aku mengambil minumku karena haus, sebab aku terus memaksa kepada mama. Papa duduk di sebelahku.
“Sayang, mama kamu itu pekerja keras, biar gajinya banyak kaya papa. Daripada dipecat, kan kasihan mama” jelas papa sambil mengelus rambutku. “Aku tau itu, pa. Aku ingin mama bersamaku! Aku nggak mau seperti ini!!” bentakku lalu berlari ke kamar. Papa hanya terdiam dan menatap mama yang berada di kamar, sedang mengetik di laptopnya. Dia lalu menghela napas.
Di kamar, aku menangis tersedu sedu, tentu saja aku sedih sekali. Aku menatap bingkai foto yang ditempel di dinding, di meja belajar, dan lemari. Semuanya adalah fotoku bersama mama. Kriek! Mama membuka pintu kamarku. Aku segera memaling wajahku.
“Reina, aku tahu kamu kesal karena tadi. Tapi, mama kan lagi sibuk” kata mama. “Aku tahu, ma! Tapi, plis, mama harus bisa menemaniku!” teriakku. Sehingga, mama harus menjelaskan yang sebenarnya. “Reina, mama kerja karena sebenarnya mama iri sama papa” Aku kaget, kok Mama kerja karena iri? “Mama juga ingin mendapatkan gaji banyak seperti papa, mama ingin dibanggakan oleh oma sama opa” Aku sekarang paham, kenapa mama kerja. Aku tersenyum dan memeluk mama.
Keesokan harinya, aku terbangun lalu minum air segar. Ketika ke kamar mama, mama tidak ada. Tiba-tiba, Tenot! Tenot! Ada telepon dari papa. Aku mengangkatnya, alangkah terkejutnya aku, mama ada di rumah sakit. Katanya tadi mama pingsan pas ke kantor.
Aku panik langsung keluar dan ada mobil Erika temanku yang berjalan. Aku segera menghentikannya. “Eh, Reina! Kenapa suruh berhenti?” tanya Erika. “Aku ada darurat, boleh numpang nggak?” tanyaku balik. Orangtuanya mengangguk, aku segera masuk. “Dek, mau kemana?” tanya Pak Hadi, papanya Erika. “Ke rumah sakit Buki Jamal” jawabku. Mobil langsung berjalan ke rumah sakit Buki Jamal, “Mama, apa kamu baik baik saja?” tanyaku dalam hati.
Sesampainya, aku segera turun dari mobil dan melambaikan tangan. Erika membalas dengan lambaiannya. Aku segera ke receptionis.
“Ada yang bisa dibantu, dek?” tanya salah satu receptionis. “Saya anak Bu Fara, dia di kamar nomor berapa?” tanyaku dengan panik. Lalu, receptionis itu menyuruh asistennya untuk mencari informasi. “Kamar nomor 514, lantai 5” jawab asisten receptionis itu. Aku segera berterima kasih kepada receptionis itu dan menuju ke lift untuk naik ke lantai 5.
Tak lama, aku telah sampai di lantai 5. Aku berlari dengan cepat sambil terus menangis. Kriek! Aku membuka pintu, kulihat mama sedang melamun, melihat ke arah kaca.
“Mama!” teriakku. “Sayang, aku di sini. Jangan menangis ya” nasihat mama. Aku merasa lega, mama masih hidup. Kukira sudah mati. “Ma, maafin Reina, ya. Sudah marah sama mama. Aku pengen mama menghabiskan waktu sama aku” kataku. Mama tampaknya tersenyum lalu memelukku. “Nggak apa apa, Reina. Mama memang sibuk, semoga aja mama bisa bermain sama kamu” kata mama tapi masih terus berpelukan. Tapi, saat ditengah pelukan, mama sesak napas. Karena panik, aku meminta tolong kepada suster.
Setelah selesai diperiksa, suster keluar dari kamar dan memberitahukanku. “Maaf, tapi ibu anda sudah meninggal” kata suster dengan sesal. Aku kaget sekaligus terpaku, sehingga tak bisa berkata kata. Mama yang aku cintai sekarang sudah pergi untuk selamanya. Aku masuk lalu berbisik kepada mama, “Mama, i love you” bisikku.
Aku berada di pusara mama sambil membawa buket berisi bunga. Papa juga ikut, dia masih sedih.
“Ma, Reina masih sedih atas kepergian mama. Walaupun sedih, Reina tetep sayang sama mama. Bagiku, mama adalah bidadari untukku” jelasku dan aku menaburkan serpih-serpihan bergambar hati ke sekeliling pusara mama. “Sekarang, aku akan terus ke sini kalau ada waktu”
Papa melihatku dengan terharu lalu memelukku. Aku memang kayu bertulisan nama dan tanggal lahir dan wafat mama sambil memeluknya. Terima kasih untukmu, Ma. Aku sayang mama selamanya.
“Kariani binnah Anhursyah Lahir: Surabaya, 5 Oktober 1981 Wafat: Jakarta, 17 April 2021”
Cerpen Karangan: Annara Salian Nanda Salombe
Cerpen ini dimoderasi oleh Moderator N Cerpenmu pada 24 Januari 2022 dan dipublikasikan di situs Cerpenmu.com