Pagi ini, cuaca kurang mendukung. Genangan air sisa kemarin masih terlihat di sepanjang jalan. Mataku sedikit memicing, melihat ke arah depan untuk mencari jalanan yang tidak terlalu basah. Sedikit demi sedikit aku susuri jalan, hingga tiba di depan sekolah. Sepatuku yang tadinya putih bersih, sekarang berwarna coklat gelap. “Huftt, gapapa.” ujarku sembari menarik nafas panjang. Tepat pukul 07.00 WIB bel sekolah berbunyi. Untung saja, aku sampai tepat waktu.
Tepat hari ini ujian nasional dilaksanakan, cuaca yang kurang mendukung sempat menurunkan semangatku. Namaku Tania Sabrina, akrab dipanggil Tania. Aku anak sulung, dan mempunyai 2 adik. Aku termasuk siswi penerima beasiswa, sehingga bisa bersekolah di SMA favorit ini.
Ujian nasional telah usai, dua hari yang lalu. Sekarang siswa kelas 12 dibebaskan. Banyak siswa-siswi berkeliaran di sekitar sekolah. Ada yang bermain ponsel, membaca buku, bahkan di pojok sana terlihat beberapa siswi sedang duduk bergerombol. Aku dan Dilla, hari ini sengaja berangkat siang ke sekolah. Tujuan kami untuk menemui guru bk, berkonsultasi tentang sekolah lanjutan.
“Assalamualaikum, Bu.” ucap aku dan dilla. “Wa’alaikumsalam, masuk Nak.” jawab bu Lia. Beliau guru BK, parasnya yang cantik serta ramah membuat beliau digemari banyak siswa. Bu Lia langsung mempersilahkan kami untuk duduk, dan menceritakan semua keluhan kami untuk memilih sekolah lanjutan. “Kamu beneran mau fresh graduate, Tan?” Aku mengangguk mengiyakan jawaban bu Lia. Sebenarnya orangtuaku menyuruh untuk melanjutkan kuliah tahun ini. Melihat kondisi ekonomi keluargaku yang kurang mendukung, aku memutuskan untuk bekerja terlebih dahulu, hitung-hitung membantu biaya kuliah.
Bu Lia menatap mataku dalam, entah apa yang bu Lia cari. Tatapannya sungguh sendu, dan meneduhkan. Bu Lia sudah mengerti seluk-beluk keluargaku, mulai dari keadaan ekonomi, bahkan nama-nama adikku pun, beliau hafal hehe. Mungkin karena aku terlalu sering konsultasi dengan bu Lia, sampai menjadikannya tempat curhat.
“Tan, kamu bisa loh ambil universitas yang membuka jalur beasiswa, nilai kamu bagus. Kemampuan kamu juga bagus.” ujarnya pelan. Entah kenapa, setiap ucapan yang diucapkan bu Lia seperti sihir yang dapat merubah keputusanku, bahkan bu Lia sering kali memberikan saran kepadaku. Aku terdiam cukup lama, memikirkan hal ini. Sampai bahuku ditepuk pelan oleh Dilla. Aku tersentak kaget, lalu menampilkan deretan gigiku, tersenyum lebar seperti tidak punya salah. “E-eh, maaf Bu. Nanti saya bicarakan lagi sama kedua orangtua saya.” ujarku singkat. Jujur, aku sangat bingung. Dua pilihan ini sangat memberatkan, jika aku mengambil keputusan untuk berkuliah, orangtuaku harus banting tulang untuk membiayainya, walaupun ada keringanan biaya seperti yang bu Lia katakan tadi.
Setelah berbincang cukup lama, aku dan Dilla izin pamit dari ruang BK. Sampai di kantin, aku meminta pendapat Dilla, bukan Dilla mendukungku untuk ambil jalur beasiswa.
“Mah,…” sapaku langsung terjeda. Tubuhku langsung ambruk, kakiku terasa sangat lemas, bahkan untuk menopang saja tidak kuat, rasanya ingin pingsan. Firasatku sudah tidak enak. Sepanjang jalan aku melihat bendera kuning terpajang, menuju rumahku. Begitu sampai di depan rumah, aku langsung ambruk. Melihat seseorang yang berarti dalam hidupku, kini terbaring kaku tertutup kain. Air mataku terus menetes, bahkan sempat pingsan beberapa kali. Setelah mengantarkan ibu ke tempat pengistirahatan terakhirnya, aku pulang bersama bapak dan keluargaku.
Tepat dua minggu, setelah Ujian Nasional. Kini wali murid kelas 12 dikumpulkan, untuk menerima hasil akhir belajar dari anak-anaknya. Aku dan bapa, berangkat naik angkot. Kami termasuk keluarga dengan golongan ekonomi ke bawah, tidak memiliki kendaraan pribadi. Jangankan untuk membeli kendaraan, membeli kebutuhan pokok saja, kadang tidak terpenuhi. Tapi, kami tetap bersyukur atas nikmat yang tuhan berikan.
Setelah semua wali murid terkumpul, kini giliran wali kelas untuk mengumumkan hasil belajar dari anak didiknya. Saat pengumuman peringkat paralel pertama, namaku langsung disebut begitu lantang oleh wali kelas. Aku meneteskan air mata kebahagiaan, bahkan bapa sempat menangis lalu memelukku. “Selamat ya pak, putri bapa menempati posisi paralel.” ujar bu Retno, sambil menyerahkan selembar kertas berisi nilai ujianku. “Terimakasih juga ya bu, buguru sudah mendidik anak saya, sampai bisa seperti ini. Terimakasih banyak Bu.” jawab bapa sambil tersenyum manis. Aku ikut tersenyum, lalu menyalami tangan bu Retno.
Sebelum pulang, tadi Bu Retno menyuruh aku dan bapa untuk menemui kepala sekolah. Setelah berbincang banyak hal bersama kepala sekolah, aku dan bapa mendapat kejutan lagi. Ternyata bu Lia bekerjasama dengan kepala sekolah, mendaftarkan aku ke universitas ternama, dengan jurusan yang saya idam-idamkan sejak dulu.
“Anggap saja ini hadiah buat putri bapak, putri bapak banyak membawa prestasi untuk sekolah ini. Saya dan guru-guru lain, sudah sepakat untuk membiayai putri bapak sampai lulus nanti.” ujar kepala sekolah panjang lebar. Bapa dan aku tidak berhenti berucap syukur, sambil meneteskan air mata. Begitu banyak nikmat syukur yang kita dapat hari ini.
Cerpen Karangan: Yolanda Tania Blog / Facebook: Yolanda Tania Halo, nama saya Yolanda Tania. Saya lahir di Brebes, 01 April 2003. Anak sulung dari 3 bersaudara. Aku menyukai dunia sastra, dan mulai menyelam kedalamnya semenjak 1 tahun lalu. Sekarang aku menduduki bangku kuliah, lebih tepatnya jadi Maba si hehe.
Cerpen ini dimoderasi oleh Moderator N Cerpenmu pada 26 Januari 2022 dan dipublikasikan di situs Cerpenmu.com