Masih sama seperti malam malam biasanya. Ia terus menatap rembulan di balik jendela tua, terdapat sepasang mata dengan sorot mata yang tajam yang tidak pernah lupa memperhatikan langit malam yang selalu ditaburi bintang dan cahaya bulan purnama bulat dan terang. Sepasang mata dari seorang Wanita paruh baya yang selalu memakai pakaian serba putih dan rambut yang dibiarkan tergerai Panjang. Bersama kursi goyang tua kesayangannya dan rajutannya yang tidak pernah selesai.
Ia tinggal di daerah yang masih minim penduduk, daerah yang masih sangat asing terdengar di telinga banyak orang. Daerahnya juga masih minim teknologi apalagi mengenai informasi yang tidak pernah akurat jika sedang membahas daerah itu, karena masih banyak media yang belum mengetahui persis hal hal yang terdapat pada daerah itu. Daerah remang remang yang cahaya matahari saja susah untuk menembus masuk ke dalam sana. Ia tinggal seorang diri di dalam rumah tua yang megah, rumah kuno yang menyimpan banyak sejarah.
KAKAK BOBO OH KAKAK BOBO KALAU TIDAK BOBO DIGIGIT NYAMUK Dengan suara lirik sambil memgang rajutan yang tak kunjung selesai, ia menyayikan lagu nina bobo di samping anaknya yang sedanng tertidur sangat pulas. Ia mengusap dan mencium kening anaknya, seperti layaknya seorang ibu yang sedang menidurkan anaknya.
“Klonteng klonteng” suara sendok berbenturan dengan gelas, rupanya ia juga tidak lupa membuatkan susu coklat hangat untuk anaknya yang terus ia lakukan sepanjang malam, walaupun ia sudah tau sang anak sudah tertidur sangat pulas dan tak akan meminum susunya sehingga terdapat banyak gelas gelas susu yang sudah basi di atas meja. Ia juga selalu memasang lilin aromaterapi aroma melati yang ia letakan tepat di samping ranjang.
Jam menunjukan pukul 8 pagi, sinar matahari mulai bersinar terik menyorort langsung ke jendela kamar dari balik pepohonan yang sangat rimbun. Ia terbangun di samping anaknya yang masih tertidur pulas, ia sudah coba membangunkannya, tidak ada respon dari tubuh sang anak, ia membiarkannya tertidur dan bergegas menuju dapur untuk membuaatkan semangkuk bubur ketan hitam kesukaan anaknya.
Jam menunjukan pukul 12 siang, anaknya masih tertidur pulas di atas ranjang, sesekali ia mengintip dari balik pintu untuk memastikan sang anak masih tertidur dengan nyaman. Semangkuk bubur ketan hitam masih tersaji rapih di atas meja makan. Bubur itu sudah tidak hangat lagi, dan ternyata di samping semangkok bubur itu masih terdapat makanan makanan lain yang sudah basi bahkan sudah ditutupi belatung dan lalat.
“PRANGGG!!!” suara bingkai foto terjatuh dari atas televisi. Ia yang tengah sibuk dengan rajutannya yang tidak pernah selesai langsung mengambil sapu untuk membersihkan serpihan serpihan kaca yang berserakan kemana mana. Ia mengambil selembaran foto itu dan terdapat seorang Wanita dan anak laki lakinya sekitar 2 tahun lalu. Entah mengapa seketika dunianya runtuh, seolah tak berwarna lagi, semuanya hitam kelabu, pipinya sudah dipenuhi derai airmata yang mengalir begitu deras. Kejadian dua tahun lalu, teringat lagi.
Saat ia sedang menimba air di sumur tua samping rumah, menjelang magrib, langit mulai gelap kala itu. Ia dan anaknya sedang menimba air di sumur, beberapa ember sudah terisi penuh, ia membawa ember ember yang sudah penuh ke dalam rumah. Anaknya masih sibuk menimba air saat sedang mengerek tali, salah satu tali itu copot yang membuat tanggan sang anak tergelincir, ia kaget dan terseret masuk ke dalam sumur, sumur yang cukup dalam dan airnya pun masih penuh, sang anak meronta ronta meminta tolong, tidak ada jawaban dari siapapun.
Sampai akhirnya hujan turun begitu deras, ia khawatir dan mencari cari sang anak ke setiap ruangan di rumah. Berteriak memanggil nama sang anak namun tidak ada balasan sama sekali. Dan ia baru menyadari anaknya tidak ikut masuk ke rumah sehabis menimba air tadi. Bergegas ia membuka pintu, tidak peduli hujan dan alas kaki. “deggg” sekujur tubuhnya lemas, ia hanya bisa menatap sang anak yang sedang mengapung di dalam sumur, tubuhnya sudah keriput terendam air. Ia teriak sekencang kencangnya dan beradu dengan kerasnya suara petir. Satu satunya orang yang menemani hidupnya selama ini pergi meninggalkannya selamanya dengan cara yang sangat tidak masuk akal baginya.
Semenjak kejadian itu ia tidak pernah memaafkan dirinya sendiri, ia trauma dan mentalnya terganggu sehingga ia masih saja menganggap sang anak masih hidup dan selalu tidur bersamanya sepanjang malam. Ia hanya menganggaap kejadian itu hanyalah sekedar mimpi belaka. Perasaan bersalah terus menghantui hidupnya. Bertahun berlanjut tanpa henti sampai akhirnya ia sudah tidak bisa mengendalikan logika dan pikirannya sendiri.
Sampai suatu pagi ia menyadari kala ia bangun dari tidur tak ia dapati lagi senyumannya, bahkan kini raganya tidak bisa ia dekap lagi. Saat itu juga ia sadar dan langsung mengambil seutas tali yang lumayan Panjang dan mengikatnya lalu ia menggantung tubuhnya sendiri di pohon beringgin samping sumur itu.
Selang beberapa detik saja tubuhnya sudah tidak bernyawa dengan kaki menggantung di atas pohon. Dengan pakaian putihnya dan rambutnya yang tergerai Panjang. Semenjak kejadian itu, daerah itu menjadi sangat seram, tidak ada satupun penduduk yang betah berlama lama menetap di daerah itu.
Keterpurukan yang sangat dalam, sehingga muncul keadaan dimana kita selalu menyalahkan diri sendiri dan merasa sangat tidak sempurna termasuk merasa tidak bisa untuk mengiklaskannya pergi.
Cerpen Karangan: Valikaxa
Cerpen ini dimoderasi oleh Moderator N Cerpenmu pada 22 Februari 2022 dan dipublikasikan di situs Cerpenmu.com