“Papa sama Mama udah gila, ya?! Kenapa seenaknya mau nikahin Lu sama Om Erdian?!” Luora membentak kasar kedua orangtuanya. Bagaimana bisa Luora tidak marah pada mereka? Kedua orangtuanya itu dengan seenaknya akan menikahkannya dengan Erdian Pranata—pria tua yang seumuran dengan papanya.
Luora tidak ingin menikah. Apalagi dengan orang yang usianya dua puluh tahun di atasnya. Luora tidak menginginkan itu. Ia masih menginginkan masa mudanya yang indah ini. Ia ingin menikmati masa mudanya.
“Jangan ucapan kamu, Luora!” Mamanya kembali membentaknya. “Papa sama Mama ngelakuin semua ini demi kebaikan kamu. Pergaulan saat ini itu liar sekali. Kamu tahu sendiri, ‘kan? Mama sama Papa enggak mau kamu terjerumus.”
Alasannya karena tidak ingin Luora terjerumus? Luora ingin tertawa. Mereka ingin menikahkannya dengan Erdian pasti demi finansial mereka. Mereka pikir Luora tidak tahu apa?! Luora tahu betul jika keuangan perusahaan papanya sedang kritis, tentunya ayahnya membutuhkan suntikan dana dari Om Erdian. Cara melunasinya adalah dengan menikahkan dirinya dengan Om Erdian yang telah menjadi perjaka tua.
“Papa sama Mama jujur sama, Lu. Pasti bukan karena itu, ‘kan? Mama sama Papa bisa aja sekolahin Lu di asrama wanita kalau enggak kasih Lu bodyguard. Kenapa ambil pilihan ekstrem itu? Lu bener-bener enggak mau nikah sekarang! Apalagi sama Om Erdian!” tegas Luora. “Lu lebih rela dimasukin asrama seumur hidup daripada menikah sama orang yang lebih pantas jadi ayah Lu.”
Luora menghentakkan kakinya meninggalkan kedua orangtuanya. Gadis itu dilanda kekecewaan yang teramat besar. Ia pikir kedua orangtuanya akan selalu mendukungnya. Padahal Luora sangat ingin kuliah dan hidup sebagai wanita karier sebelum melepaskan masa lajangnya, tapi kedua orangtuanya malah ingin menikahkannya disaat masa SMA-nya belum usai. Mengecewakan sekali rasanya.
Tanpa sadar air mata gadis itu jatuh membasahi kedua pipi tirusnya. Bukannya Luora tidak menyukai Erdian. Akan tetapi, Luora tidak ingin menikahi orang yang sudah ia anggap sebagai ayahnya sendiri. Selama ini, Erdian selalu saja mendukungnya saat mama dan papanya tidak ada. Erdian selalu saja ada di sampingnya dan menghiburnya. Namun, semua itu Luora anggap sebagai kasih sayang seorang ayah pada putrinya.
Luora tahu betul jika Erdian tidak akan pernah bisa memiliki anak kerena trauma yang dideritanya. Luora pun tak ingin Erdian tersakiti jika menikah dengannya. Ia yakin seratus persen jika pernikahan ini adalah paksaan dari papa dan mamanya.
“Lu,” papanya memanggil. Luora tidak menoleh sama sekali. Ia masih kecewa. “Dengerin penjelasan Papa dulu, ya, Sayang.” Akhirnya Luora luluh saat melihat wajah penuh rasa bersalah papanya. Gadis itu mengangguk lantas duduk di sofa. “Papa jelasin semua ke Lu! Kasih tau alasannya! Kenapa Papa sama Mama mau nikahin Lu sama Om Erdian?” tuntutnya.
Ardan mengambil napas dalam sebelum menjelaskan kebenarannya. Sebenarnya ia ragu menjelaskan semua ini karena Erdian mewanti-wantinya agar diam saja dan tetap memaksakan pernikahan ini. Namun, saat melihat kesedihan dan kekecewaan di wajah putrinya. Ia tidak tega membohongi Luora. “Luora. Kamu sayang apa enggak sama Om Erdian?” tanyanya basa-basi. Luora mengangguk sendu. “Lu sayang banget sama Om Erdian. Bahkan, Lu lebih sayang Om Erdian daripada Papa.” Dada Ardan seperti ditusuk mendengar penuturan itu. Memang selama ini Erdian yang memonopoli Luora darinya. Tentu saja, Luora akan lebih menyayangi Erdian daripada dirinya.
“Tapi, Pa. Sesayang apa pun Lu sama Om Erdian. Lu enggak bisa nikahin Om Erdian. Selama ini Om Erdian udah Lu anggap seperti ayah Lu sendiri. Papa ngerti, ‘kan?” sambung Luora. “Kalaupun Papa enggak ada pilihan lain. Tolong kasih kesempatan Lu buat tanya ke Om Erdian. Apa dia mau nikah sama anak kecil kayak Lu?”
Ardan tertegun. Putrinya ini begitu dewasa. Syukurlah ia dapat mendidik Luora dengan baik. “Papa udah bicarain semuanya sama Erdian, Lu. Erdian mau nikahin kamu.” “Hah?! Papa serius?!” Luora terkejut bukan main. Bagaimana bisa Erdian mau menikahinya? “Papa serius. Kalau kamu enggak percaya telepon om kesayangan kamu itu dan asal kamu tahu, Lu,” Ardan menjeda perkataannya. “Erdian yang maksa Papa buat nikahin kamu sama dia.” APA?!
—
“Om Erdian!” Luora berteriak kencang saat memasuki ruang kerja pria itu. Gadis itu mendekati Erdian dengan wajah garangnya. Erdian tampak sibuk dengan laptopnya. Loura berdecak kesal. “Om! Jelasin semuanya ke, Lu! Apa benar Om pengin nikahin, Lu?!”
Erdian melirik Lu dengan ekor matanya sebelum menyisihkan laptopnya. Pria itu berdecak pelan karena Ardan tidak bisa menjaga rahasia. Erdian mencoba mendekati Luora yang tengah murka. “Kamu dengerin Om dulu, ya.” Luora mengangguk saat Erdian menuntunnya menuju sofa. Gadis itu dengan sabar mencoba menunggu penjelasan dari Erdian.
“Apa yang papa kamu bilang?” tanya Erdian memastikan. “Papa bilang … Om Erdian yang mau nikahin Lu. Bukan karena papa sama mama yang pengin dapetin uang dari Om,” jawab Luora polos. “Apa itu benar, Om?” Erdian mengangguk ragu. Tidak ada celah untuknya mengelak lagi.
“KOK BISA, OM?! Bukannya Om enggak mau menikah karena trauma?! Terus kenapa Om mau nikahin Lu? Kenapa, Om?! Om enggak jadi trauma? Atau Om berubah jadi pedofilia?!” Luora dilanda kebingungan. Padahal ia sangat menyayangi Erdian, tapi ia tak menyangka Erdian akan jadi seperti ini.
“Luora,” panggil Erdian pelan. “Selama tujuh belas tahun ini Om nungguin kamu. Dari kamu lahir sampai kamu remaja, Om setia menunggu kamu. Om mau kamu jadi istri Om. Karena itu Om enggak mau menikah. Sekarang kamu sudah lebih dewasa, karena itu Om memberanikan diri untuk melamar kamu. Jujur saja, Om memang trauma, tapi saat bersama kamu … trauma yang Om miliki hilang. Om ingin memiliki kamu seutuhnya, Luora Adinda.”
Luora menutup mulutnya tak percaya. Ia sungguh tak menyangka jika Erdian menyimpan perasaan seperti ini padanya. Ia pikir semua kasih sayang yang Erdian berikan padanya murni kasih sayang seorang ayah, tapi ternyata tidak. Erdian mencintainya sejak ia lahir.
“Om,” cicit Luora. “Om tahu, ‘kan, kalau Lu enggak mau nikah sama Om?” Erdian mengangguk. Ia tahu dengan baik kalau Luora pasti akan menolaknya. Mana mau gadis remaja seperti Luora menikahi pria tua sepertinya?
“Terus kenapa Om tetap berani lamar Lu walaupun udah tahu bakal ditolak?” tanya Luora. “Om hanya mau kamu jadi istri dan ibu dari anak-anak Om. Om enggak mau kamu dinikahin oleh laki-laki lain. Karena itu Om lamar kamu walaupun tahu akan ditolak,” Erdian mengatakannya dengan menggebu-gebu.
Jujur saja, Luora bimbang saat melihat kesungguhan di mata Erdian. Pria itu begitu tulus mencintainya. Bahkan, sampai menunggunya tujuh belas tahun lamanya. Apa salah jika Luora kekeuh menolaknya?
“Luora.” Erdian menggapai tangan Luora. “Mau kamu menolak … Om akan tetap berusaha buat milikin kamu. Om akan terus mengejar kamu. Bahkan, sampai kamu menikah nanti pun Om enggak akan pernah lepasin kamu.” Obsesif sekali. Kalau ia menolak sekarang sepertinya tidak akan ada efeknya di masa depan. Erdian pasti akan tetap mengejarnya seperti orang gila. Bayangkan selama tujuh belas tahun Erdian menunggunya? Menunggunya dewasa sampai menemani Luora di masa-masa pertumbuhan gadis itu.
“Om …” Luora terisak. “Lu enggak tahu harus apa. Yang jelas Lu emang sayang banget sama Om. Lu enggak mau kehilangan Om juga, tapi Lu enggak yakin bisa mencintai Om. Lu maunya Om jadi ayah Lu. Bukan suaminya Lu.”
“Lu …” Erdian menarik gadis itu mendekat. “Om tetap bisa jadi ayah kamu. Point plusnya Om bisa jadi ayah dari anak-anak kamu. Saat jadi suami kamu nanti, Om akan lebih sayang sama kamu. Om akan selalu ada di samping kamu. Hubungan kita akan lebih intens karena kita sudah ada ikatan resmi. Gimana? Kamu mau, ‘kan?”
Luora menggeleng. “Enggak bisa, Om. Lu belum cinta sama Om. Lu tuh cuma sayang sama Om. Lagian, Lu masih kecil. Enggak bakal cocok sama Om yang udah dewasa.”
“Kata siapa? Kamu lebih dari cocok buat Om. Kalau enggak cocok Om pasti tinggalin kamu sejak lama. Terus cinta? Perlahan-lahan kamu bisa cinta sama Om. Rasa sayang yang kamu punya bisa berubah jadi cinta kapan aja. Seperti yang Om rasakan. Tinggal kamu nikmati aja prosesnya.”
“Tapi, Om. Lu kan masih sekolah. Lu pengin kuliah dan dapet pekerjaan yang bagus. Kalau Lu nikah sama Om sekarang. Gimana masa depan Lu nanti?”
Gadis itu dilanda kebimbangan. Ia tak tahu pilihan mana yang tepat dilakukannya. Di sisi lain, impian yang sudah ia susun sejak lama tidak dapat ia abaikan begitu saja. Namun, Luora tak ingin menyakiti hati Erdian yang tulus mencintainya.
“Tenang saja, Lu. Om enggak bakal larang kamu buat kuliah ataupun kerja. Om akan izinin kamu melakukan apa pun yang kamu suka, tapi kita harus buat ikatan resmi dulu. Kita menikah dulu, ya? Kamu enggak kasihan sama Om? Kamu mau Om nunggu sampai lima tahun lagi?” Luora menggeleng. “Enggak, ‘kan? Karena itu, kita menikah dulu, ya. Kita resmiin hubungan kita dan setelahnya kamu bisa bebas melakukan apa pun yang kamu suka. Gimana?” Luora mengangguk sebagai jawaban akhirnya. Sepertinya, menikah dengan Erdian tidak ada salahnya. Ia tidak usah susah-susah mencari pasangan hidup. Lagi pula, Erdian sudah mapan dan sangat pengertian. Sepertinya tidak akan rugi jika ia menikahinya.
Erdian tersenyum sangat lebar. Pria itu mengucapkan syukur di dalam hatinya karena Allah telah memberikan balasan atau semua penantian yang dilakukannya. Rasanya bahagia bisa memiliki Luora sebagai istrinya. Bahagia sekali malah! Erdian jadi ingin mengungkapkan suka citanya pada seluruh dunia kalau ia bisa.
“Om?” “Ya, Lu, ada apa?” “Om janji, ya. Sebelum Lu lulus kuliah Om enggak apa-apain Lu?” Janji yang sulit sekali. Erdian menggeleng. “Maaf. Om enggak bisa janji. Om enggak bisa tahan diri kalau kamu udah jadi istri Om nanti, tapi Om janji enggak akan buat kamu hamil dulu.” Pipi Luora bersemu. Dasar, Om Erdian! Bisa saja membuatnya malu-malu seperti ini.
Buah kesabaran itu pasti ada. Entah berapa puluh tahun kamu bersabar, pasti akan ada balasannya.
Cerpen Karangan: Febi Auliasari Halo, aku Febi. Mahasiswa semester dua jurusan Hukum Tata Negara. Aku suka banget nulis di Wattpad. Terkadang aku juga nulis cerpen buat ngisi waktu luang. Semua genre aku suka, terutama misteri thriller. Aku penulis romance yang enggak punya pengalaman romance sama sekali. Aku introvert, pendiam, penyendiri, dan susah bergaul. Kalian bisa mampir ke Wattpad aku di @Annelysme.
Cerpen ini dimoderasi oleh Moderator N Cerpenmu pada 6 Maret 2022 dan dipublikasikan di situs Cerpenmu.com