Yayoi-kelas satu SMA, Sekar-kelas satu SMP, dan Debby-kelas lima SD, lagi ngefans banget sama Andi Pasaribu. Andi Pasaribu adalah seorang penyanyi solo pop baru dan lagi ngetrend di kalangan ABG, terutama perempuan. Sedang Intan, Intan sedang dekat sekali dengan Yayoi, Debby dan Sekar. Mereka jadi sering pergi bareng. Ngobrol bareng. Sibuk bareng.
Setiap ada yang bertanya siapa Yayoi, Debby, dan Sekar pada Intan, Intan selalu menjawab, “Ini Yayoi sama Debby, adiknya Cincin, sahabat gue. Kalo yang ini Sekar, adiknya Malam, pacarnya Cincin.” Sampai-sampai Intan bosan. Intan pun mencari cara yang lebih praktis. “Ini Yayoi, Debby, dan Sekar. Siapa mereka? ADEK GUE.” Begitu lebih praktis. Yayoi, Debby, dan Sekar memang sudah seperti adik Intan sendiri.
Sampai suatu hari ketika.. “Aku lagi ngefans sama Kak Andi Pasaribu, Kak..” cerita Sekar kepada Intan. “Siapa tuh Kak Andi Pasaribu?” “Iiiiiiih, Kakak nggak gaul banget sih. Eh, masa Kak Intan nggak tau Kak Andi Pasaribu!” teriak Debby. “HAHAHAHAHAHAHHAHAHA.” Muka Intan memerah.
Intan segera mencari tahu siapa Andi Pasaribu. Dalam sekejap, Intan sudah tahu semua tentang Andi Pasaribu. Dari majalah. Dari internet. Dari televisi. Ternyata banyak sekali berita tentang Andi Pasaribu.
“Gimana, Kak? Ganteng kan Kak Andi Pasaribu? Suaranya bagus kan? Lagunya juga enak?” Intan melengos. “Apaan. Gantengan Edward Cullen! Nggak level!” komentar Intan. “Yeeeee si Kakak. Jadulnyaa. Gantengan juga Kak Andi Pasaribu daripada pacar Kakak. Siapa tuh? Kak Adly?” protes Yayoi. Intan hanya bisa geleng-geleng kepala.
Hari-hari dilalui oleh Yayoi, Sekar, dan Debby bersama-sama dengan berburu segala tentang Andi Pasaribu. Setiap Yayoi sedang sedih dan Sekar sedang senang, atau sebaliknya, Andi Pasaribu selalu ada bersama mereka meski hanya suaranya yang diputar tak jauh dari telinga mereka, berulang-ulang, terus, terus dan terus. Dinding kamar mereka penuh dengan Andi Pasaribu. Buku-buku mereka pun penuh dengan stiker Andi Pasaribu. “Ini berlebihan.” komentar Intan dalam hati.
Bukan cuma itu saja. Yayoi, Debby, dan Sekar punya banyak artikel tentang Andi Pasaribu yang dikliping rapi. Sampai satu lemari! Belum lagi mug Andi Pasaribu, kaos Andi Pasaribu, jam Andi Pasaribu, kalender Andi Pasaribu.. Intan jadi kesepian. Setiap ada konser Andi Pasaribu, Yayoi, Debby, dan Sekar selalu hadir. Seperti mengekor kemana pun Andi Pasaribu pergi. Uang mereka habis untuk menonton Andi Pasaribu. Dan mereka tidak peduli karena mereka tahu mereka senang. Bukankah katanya senang lebih penting dari uang? Belum lagi ketika ada ajang penghargaan dimana Andi Pasaribu menjadi salah satu nominatornya. Hampir satu juta rupiah pulsa Debby, Sekar, dan Yayoi habis untuk mendukung Andi Pasaribu. Sefanatik itu.
Intan semakin kesepian. Ia mencoba ikut menyukai Andi Pasaribu, tetapi tidak bisa. Ia mempelajari, mencoba mengenal lebih jauh lagi tentang Andi Pasaribu, tetapi tidak bisa juga. Intan kini melihat Yayoi, Debby, dan Sekar dimarahi orang tua mereka masing-masing karena pulang terlalu larut tanpa memberi kabar ketika mereka menonton konser Andi Pasaribu. Intan menjadi anak paling kesepian.
Dan puncaknya tiba. Yayoi, Debby, dan Sekar jatuh sakit akibat terlalu sering pergi menonton Andi Pasaribu. Sampai keluar kota segala, sampai konser Andi Pasaribu di negara tetangga. Intan menjenguk mereka bertiga yang sengaja dirawat di rumah sakit di kamar yang bersebelahan. Tidak terdengar lagi lagu-lagu Andi Pasaribu. Tidak terdengar sama sekali.
“Kemana KAK Andi Pasaribu?” tanya Intan di kamar Yayoi, sengaja memberi penekanan pada kata “Kak.” “Kemana Andi Pasaribu kalau kalian mau tahu? Dia nggak pernah ada dimana-mana. Dia ada di dunianya sendiri. Dunia yang sebenarnya nggak pernah kalian masukin, kalau kalian mau tahu.” kata Intan di kamar Sekar. “Kalian sakit dia ada nggak? Nggak ada kan? Jenguk enggak kan? Peduli juga enggak kan? Bahkan tahu kalian sakit juga enggak kan?” kata Intan di kamar Debby. “Dia bahkan jadian sama orang lain!” Pusing. Intan pusing.
“Ngapain kalian capek-capek ngefans sama dia kalau dia aja nggak pernah peduli kalian. Kalian dukung dia mati-matian tapi dia nggak pernah balas kalau kalian email atau kirim surat atau add di Facebook. Ngapain sih? Dia juga nggak pernah balas mention kalian di Twitter. Iya kan?” Intan geleng-geleng kepala.
“Kalian itu bodoh. Kalian itu bodoh, kalau kalian mau tahu!” Benda-benda di rumah sakit seperti retak mendengar marah Intan. Sekar, Yayoi, dan Debby, di kamar masing-masing mencoba menerima ucapan Intan, kakak mereka selama ini. Kakak yang selalu ada sebenarnya. Mereka mencoba mencerna. Dan tidak bisa. Intan pun pulang sambil menahan tangis. Membanting pintu meski di rumah sakit tak boleh berisik. Tangis entah kenapa.
Intan pun tidak pernah menjenguk Debby, Yayoi, dan Sekar lagi. Ia memilih mendoakan kesembuhan adik-adiknya dari rumah. Ia mencari kesibukan sendiri. Meski begitu, Intan tetap tahu, Andi Pasaribu semakin menarik di berbagai media. Intan geleng-geleng kepala untuk yang kesekian kali saat Dewi TV, sebuah stasiun televisi baru, menyiarkan video klip Andi Pasaribu. “Ganteng juga..” gumam Intan.
Beberapa hari kemudian, segera setelah sembuh, Yayoi, Sekar, dan Debby sengaja datang ke sekolah Intan. Mencari Intan. Selalu ada cerita baru bersama Intan. “Aku mau koreksi masalah kemarin, Kak Intan.” Intan kaget sekali. “Koreksi apa, Dek?” “Mungkin Kakak enggak ngerti.” “Apa?” tanya Intan. Debby, Sekar, dan Yayoi malah diam. Seperti menunggu salah satu dari mereka membuka suara. “Kenapa memangnya, Kak? Kenapa memangnya kalau aku ngefans sama Andi Pasaribu? Aku ngefans sama Andi Pasaribu itu tulus banget. Aku nggak pernah berharap dia ramah sama aku, atau balas mention segala, kalau kakak mau tahu.” “Terserah kalau Andi Pasaribu nggak pernah tahu kalau aku, Debby, dan Sekar itu ada. Nggak jenguk aku. Nggak tahu kalau aku sakit. Nggak balas dukung aku. Terserah. Aku nggak pernah peduli, Kak. Kakak pernah mendengar kata ikhlas? Kita ikhlas mendukung dia. Apa itu salah?” “Kamu jadi berlebihan gini sih?” “Aku cuma orang yang biasa yang butuh hiburan. Mungkin hiburan berupa musik. Dan musik itu kebetulan adalah Andi Pasaribu. Cuma itu aja kok. Kalau kakak mau tahu.” “Sebentar..” “Aku cuma seorang fans yang butuh idolanya. Idola yang ada untuk menghibur aku meskipun secara nggak langsung—KALAU KAKAK MAU TAHU. Maaf kalau aku kurang ajar, Kak.” Intan menunduk. “Aku cuma seorang fans yang butuh idolanya kok, Kak. Aku nggak pernah menuntut apa-apa.” Intan terdiam dan mencoba mengerti. Dan ia mengerti.
Waktu yang hangat. Sudah satu minggu Intan tidak bertemu dengan Yayoi, Debby, dan Sekar. Intan duduk sendirian sambil membaca sebuah majalah sampai pintu kamar dibuka tanpa ketuk pintu, tanpa memanggil dahulu, dan tanpa Assalamualaikum.
“Kak, Kak, kita punya idola baru, lho. Kita sudah bosan dengan Andi Pasaribu. Mau tahu nggak, Kak, siapa idola baru kita?” “Siapa lagi? Paling Kak Intan nggak kenal orangnya. Kak Intan kan nggak gaul..” “Udah, Sekar. Kalau Kak Intan nggak mau tahu, mendingan kita buru-buru cari baju buat nonton konser Park Ji Seung. Let’s go!” ajak Yayoi. “Eh? Eh? Apa? Park Ji Seung? Yeeee kalo itu mah Kak Intan juga suka! Suka bangeeeet malah. Ikut dooooong..” “Ah? Yang bener?” Mereka heboh. Intan pun berjanji akan membelikan baju untuk Yayoi, Sekar, dan Debby sebagai permintaan maaf. “I’ma tell you one time..” teriak mereka menyanyikan bait lagu Park Ji Seung. Yeah. Boy I love, boy I love you..
Cerpen Karangan: Garini Citra Dewati
Cerpen ini dimoderasi oleh Moderator N Cerpenmu pada 8 Maret 2022 dan dipublikasikan di situs Cerpenmu.com