Tak jauh dari pandanganku, lelaki itu berjalan ke arahku dengan tersenyum bangga. Hari ini, Tuhan memberikan hadiah banyak padanya. Mulai dari ia lulus dengan nilai terbaik, tak ada masalah dengan guru BK, dan hubunganku dengannya semakin dekat.
“Gue bangga banget, Nad.” Arlan memeluk tubuhku tiba tiba.
Lapangan sekolah sangat ramai dipenuhi kebebasan kelas 12 yang asik melemparkan topi, saling bermain air, sebagai bentuk kelegaan telah melewati ujian.
“Makasih.” Aku membalas pelukan kakak kelasnya itu, sembari mengusap punggung kekarnya. “Udah bertahan sama gue, yang sifatnya kaya gini.” “Selamat ya.”
Bahagiaku banyak sekali, hari ini. Aku berharap bahagiaku bukan sememtara. Tuhan, bolehkan aku mendekapnya untuk selamanya? Aku butuh dia di hidupku. Sehari tanpanya, aku bagaikan hidup tanpa tujuan. Adanya Arlan di hidupku, aku merasa hidupku lebih berharga, lebih ceria, lebih bersyukur, lebih dari segalanya. Aku mohon, Tuhan, kali ini saja kabulkan doaku ini.
“Nad.” Tiba tiba panggilan itu menjadi lirih. Aku khawatir ada apa dengannya? Aku ingin melepaskan pelukannya, tetapi Arlan semakin mendekap erat. Aku terdiam sesaat. Tak terasa, seragam Osisku bagian bahu basah. Arlan menangis?
“Jangan niatan pergi dari gue, Nad.” Aku terpaku. Seumur umur bersama Arlan, dia tak pernah berkata serius. Baru kali ini, dia bilang begitu padaku. “Gue minta maaf, selama ini gue egois. Gue mentingin diri sendiri, gu-.” “Arlan.” Aku memotong ucapannya. “Lo hadir di hidup gue udah lebih dari cukup.” “Makasih buat semuanya.”
“Iya, Arlan. Ini lepas dulu, sesek,” rengekku. “Gak mau. Gue habis nangis tau.” Bukannya dilepaskan, Arlan malah mencari celah untuk bersembunyi di tubuhku. Astaga, sejak kapan seorang Arlan, anak nakal, suka menjahili menangis?
Beberapa saat, “Dah, Arlan, lo berat.” Arlan berdiri tegap. Ia mengusap wajahnya kasar. Lelaki tinggi, tubuh ideal, rambut botak karena dirazia guru BK tidak meninggalkan satu jengkal kegantengan seorang Arlan.
“WOI!” teriak Arlan, dan serempak siswa di lapangan, koridor, di lantai dua menoleh ke arah lelaki aneh itu. “Gue mau buat pernyataan, hari ini, seterusnya, gue bakal terus sayang, cinta, dan bakal jaga hati gue buat dia.” Arlan tiba tiba menarik tangannku untuk disebelahnya.
“CATET BAIK BAIK DI HP LO PADA, KALAU HARI INI TANGGAL 14 AGUSTUS 2021, GUE BAKAL TERUS CINTA SAMA NADIA. SELAMANYA. DAN INGETIN, KALAU GUE GAK NEPATIN BAKAL TERUS CINTA SAMA NADIA, LO BOLEH PUKUL GUE SEPUASNYA.”
Aku terkesiap. Ini bukan mimpi?
Arlan, kamu emang pria unik! Makanya, aku tidak bisa berpaling, dan selalu jatuh cinta dengannya.
Dia tersenyum tulus ke arahku.
Tuhan, kali ini saja, akhir cerita ini dengan bahagia beserta restu-Mu.
Cerpen Karangan: Nadia Luthfita Faadhillah Blog / Facebook: Nadia Luthfita Setidaknya cerita ini selesai dengan kebahagiaan. Hai!