“Braakk!!!”, Rani menutup pintu kamar dengan keras. Rara yang sedang rebahan jadi bangun karena kaget. “Kenapa Ran?”, tanya Rara sama Rani. Sembari masih cemberut sambil menghempaskan tubuhnya di kursi sudut kamar, Rani menjawab “Lagi-lagi ribut, lagi-lagi ribut, gimana bisa istirahat tenang di rumah kalau gini,”. Rara tak menjawab, cuma bisa menghela nafas.
Memang sejak beberapa bulan terakhir ini, bapak sama ibu sering ribut. Rani dan Rara tidak tahu, apa yang mereka ributkan. Pokoknya ada masalah sedikit saja, langsung diributkan. Tapi Rani pernah mendengar kalau ibu menyebut-nyebut bapak punya wanita lain. Kadang sempat terdengar isakan tangis ibu ditengah keributan. Ibu menyebut-nyebut bapak kalau bapak pernah makan di luar bersama seorang wanita. Apa benar begitu ya, itu yang difikirkan Rani dan Rara, mereka jadi nggak tenang di rumah. Pelajaran mereka juga terganggu.
Rani kelas 3 SMA, dan Rara kelas 1 SMA. Dengan seringnya bapak ibu ribut, Rani sebagai anak sulunglah yang sering kefikiran. Apa benar bapak punya wanita idaman lain, padahal menurut Rani, ibu adalah wanita yang sempurna. Sudah melahirkan kami, selalu menyelesaikan pekerjaan rumah tangga dengan baik, rajin sholat dan penyabar. Itu yang ada dalam fikiran Rani.
Lalu, di mata bapak, apanya yang kurang ya. Mereka merasa iri jika melihat keluarga teman-teman sekolah mereka yang harmonis. Selalu up date status kebersamaan keluarga mereka. Waktu mereka makan di luar, jalan-jalan, atau sekedar olah raga pagi.
Suatu ketika, Rani tak sengaja mendengar bapak menelfon seseorang di belakang rumah, waktu ibu sedang belanja, “Ya sayang, sebentar, lagi proses,”. Kira-kira, bapak telfon siapa ya, kok pakai sayang segala. Sampai malampun Rani tidak bisa tidur memikirkan ucapan bapak tadi. Di kelaspun Rani tidak bisa fokus mengikuti pelajaran. Sampai pelajaran usai, sepertinya tidak ada satupun mata pelajaran yang masuk ke otaknya.
Siang itu Rani pulang sekolah, tapi sampai di rumah, Rani heran, kok bapak pulang kerja lebih awal. Bapak duduk-duduk di ruang tamu, sepertinya menunggu kedatangan Rani. Begitu masuk rumah, Rani disambut bapak sambil berucap “Rani, ayo ikut ayah,”. “Ke mana pak, kok mendadak,” tanya Rani. “Sudah ngikut aja, pokoknya penting,” jawab bapak.
Bapak mengajak Rani keluar kota, makanya Rani disuruh pakai perlengkapan berkendara. Sepanjang perjalanan, seribu macam fikiran berkecamuk di otaknya. Tapi Rani tidak berani bertanya, biar bapak sendiri yang menjelaskan.
Sampai di kota tujuan, bapak dan Rani memasuki sebuah rumah yang asri. Pelan-pelan bapak membuka pintu gerbang, halaman rumah lumayan luas, dihiasi tanaman bunga dan beberapa pohon besar. Tak lama kemudian, seorang wanita sebaya ibu Rani keluar, menyambut Rani dan bapak sengan senyum manis. “Ayo-ayo, langsung masuk saja, silahkan duduk,” kata ibu itu. “Iya, terimakasih Surti,” jawab bapak. Deg, hati Rani deg-degan, sepertinya bapak sudah akrab banget sama ibu ini, fikir Rani di hati. “Surti, perkenalkan ini Rani, anak saya yang nomer satu, seperti yang sudah saya ceritakan sama kamu,” kata bapak. Rani hanya menganggukkan kepala sambil tersenyum, tapi sebenarnya urat lehernya terasa kaku untuk menunduk.
Bu Surti bercerita tentang keluarganya, tapi fikiran Rani tidak fokus pada pembicaraan itu, di benaknya masih menggumpal beribu tanya, sebenarnya apa tujuan bapak mengajaknya ke sini.
Di tengah ketidaktahuan Rani, ayah berkata “Rani, ibu inilah yang akan menjadi ibu sambung kamu,”. Bagai petir di siang bolong, ucapan bapak menghancurkan perasaan Rani. Dia hanya diam seribu bahasa, tidak menjawab sepatah katapun. “Iya Rani, benar apa kata bapakmu, semua sudah dibicarakan baik-baik sebelumnya sama ibumu,” lanjut bu Surti. Hati Rani bagai disayat sembilu. “Terserah bapak saja kalau itu yang terbaik,” jawab Rani pelan agar tidak diyakinkan dengan kata-kata yang membuatnya pusing.
Setelah melewati beberapa perbincangan, bapak dan Rani berpamitan pulang. Tapi sebelum mereka pulang, bu Surti menyela “Sebentar, saya perkenalkan dengan putri saya dulu,” kata bu Surti seraya masuk memanggil seseorang, anaknya. Bu Surti keluar bersama putrinya, tapi belum sempat diperkenalkan, Rani terpana menatap wajah gadis itu. Itu Rere, teman sekolahnya, keduanya saling menatap kaget. “Ranii,” sapa Rere. “Reree,” sapa Rani. Rani sampai tidak bisa berkata apa-apa, beribu pertanyaan ada di benaknya. Jadiii Rere akan menjadi saudara tirinya…
Cerpen Karangan: Dyah Tri Wijayanti Blog / Facebook: Dyah Tri Wijayanti
Cerpen ini dimoderasi oleh Moderator N Cerpenmu pada 18 Maret 2022 dan dipublikasikan di situs Cerpenmu.com