Seperti kebanyakan orang bilang, Jumat adalah hari yang penuh berkah. Salah satu berkah terindah yang dirasakan Qudus sebagai seorang siswa di madrasah ibtidaiyah adalah jam sekolah yang memendek. Biasalah. Jumat selain hari berkah, orang kerap menyebutnya hari pendek.
Qudus kala itu ingin segera pulang, mengingat teman-teman sekelasnya tidak ada yang berkeinginan melakukan shalat Jumat di musala sekolah. Mereka lebih memilih melakukan shalat di musala atau masjid yang terdekat dari rumah masing-masing. Sambil berjalan keluar sekolah, Qudus berpapasan dengan Ardo, teman sekelasnya.
“Dus! Belum dijemput umimu?” “Belum, Do! Aku bareng naik sepedamu bisa gak ya?” “Maaf banget Dus! Sepedaku ini kalau dibuat dua orang bisa bocor. Kamu kan tau, ini bukan sepeda yang memang dirancang untuk dua orang.” “Eh yaudah deh, Do. Daripada sepedamu rusak dan aku dimarahin umi karena ngotot bareng sama kamu.” “Yaudahlah Dus. Panas nih. Nanti aku ke rumah ya. Mau salin jawaban PR hehehehe…” “Wooooo! Emang dasar kamu bocil bahlul! Oke siap!”
Umi masih saja belum tiba. Padahal sekarang jika Qudus melihat jam sekolah telah menunjukkan pukul 11.20. Sedangkan pagi tadi Umi telah berpesan untuk menjemput Qudus di jam 11.00, dan hari semakin terik. Dahaga makin membara di tenggorokannya. Air minum yang dia bawa juga tak bersisa. Siswa berpeci hitam itu memutuskan untuk membeli es degan di warung Pak Roso.
“Pak Roso, beli!” “Beli apa Nak Qudus?” “Es degan ijo esnya banyakin pak, sama kue vanila satu!” “Oh, ya nak! Sebentar ya! Duduk aja dulu! Temennya pada kemana?” “Pulang, Pak!” “Naaaah! ini pasti temen kamu, Dus! Aku ingat betul dia yang suka ganggu kamu waktu main TTS disini! Tapi yang satunya aku gak tau siapa namanya!” “Hm, Nevi! kamu lagi, kamu lagi!”
Tetiba datang seorang Nevi yang mana juga teman sekelas Qudus bersama seorang temannya dari lain kelas. Dia memelototi Qudus sembari bibirnya bergerak dari kiri ke kanan bolak-balik secara cepat, entahlah apa namanya itu. Apalah arti isyarat itu, Qudus tak menanggapi, dan hanya bisa meratapi keadaan, kapan dirinya akan dijemput. Dia merasa sekolah semakin sepi dan bunyi-bunyi pujian dari musala sekolah mulai terdengar.
“Yah! Kasian, Qudus belum dijemput!” “Makanya aku ke sini! Kamu beli apa?” “Kepo!” “(YA GINI NIH KALAU KURMA KW DIKASIH NYAWA.”, gumam Qudus mengheran sambil mengelus pelipisnya.
Kegiatan meracik Pak Roso akhirnya rampung. Semua pesanan pelanggannya selesai. Mereka bertiga kemudian mengambil pesanan masing-masing dan membayarnya. Qudus memberi salam kepada Pak Roso dan segera beralih dari tempat itu. Nevi kemudian ditanyainya kembali.
“Mau pulang ya kalian?” “Nggak Dus. Kita mau main dulu.” “Main? Kalian gak ju… eh iya sih mereka kan…” “Qudus mau ikut?” “Eh gak. Itu aku udah dijemput umi! Dah!”
Saat perjalanan pulang, Qudus melintasi rumah Nevi. Tanpa sengaja dia melihat rumahnya dikerumuni banyak siswi. Di titik lain, dia melihat beberapa siswi berkerumun di warung makan, melintas di sampingnya dengan membawa motor, bahkan berkumpul di teras suatu rumah sambil melakukan joget tiktod. Dia lantas berpikir bahwa hari Jumat di siang hari itu adalah harinya para perempuan menjadi bebas untuk sementara dari laki-laki. Seakan-akan dunia baru untuk mereka telah tercipta.
Cerpen Karangan: M. Falih Winardi Blog / Facebook: Falih Winardi
Cerpen ini dimoderasi oleh Moderator N Cerpenmu pada 5 April 2022 dan dipublikasikan di situs Cerpenmu.com