“Bryan Sword. Dance is my dream, especially modern dance. Everytime i played the song, my body will follow the rhythm of it.” Tutur Bryan memperkenalkan dirinya di depan kamera, Melissa yang berada di sampingnya menggelengkan kepala.
“Heh, Yan, ngomong naon sih maneh? Ieu kalompok mamasak bukan dance bukan Inggris club! Intro mah intro, tapi kudu aya tentang memasak atuh, sesuai pelajaranna.” Ocehan Sunda kasar nan panjang lebar meluncur dari bibir gadis cantik itu, Melissa, seraya mengerahkan daun bawang di atas talenan untuk dipotong-potong.
Bryan mengedikkan bahu acuh, lalu ia lanjut berbicara di depan kamera handphonenya lagi.
Bryan dan Melissa dipilih bu Nana menjadi anggota kelompok 2 dalam tugas kelompok pelajaran Wirausaha. Jadi maksud bu Nana, tugas ini harus memasak sesuatu lalu menjualnya. Kemudian hasil jualannya itu dihitung-hitung dengan modal yang mereka keluarkan menggunakan rumus. Tapi kerjaan Bryan malah menyimpang, dia melakukan live instagram dan terus berbicara tentang menari menggunakan bahasa Inggris.
Saking geramnya Melissa, ia meninggalkan kegiatan memotongnya sesaat dan memakaikan apron pada Bryan. Decakan kesal jelas menjadi respon pemuda berseragam putih abu itu.
“The beauty girl of Lilis. Please banget, gue gak mau masak. Gue mau ngedance, ngapain masak-masak begini? Gue juga bisa dapat uang tanpa harus masak, tanpa harus keluar modal.” Sewot Bryan berusaha melepaskan apron itu, tapi Melissa menabok lengan kekarnya sampai terasa berdenyut nyeri yang tak hilang lebih dari 10 detik. “Sstt! Sakit, Lis.” “Gak usah banyak omong deh, cowok kok cerewet kek emak-emak.” Timpal Melissa mencibirnya, Bryan terdiam, lalu dengan muka cemberut ia mulai ikut serta dalam tugas kelompoknya. “Kalo lo gak mau masak, yaudah gakpapa deh, gue aja yang masak. Gue bisa sendiri kok—” “Gak, nanti nilai gue jelek.” “Maksud lo?”
Bryan menyumpal mulut Melissa dengan sampel masakan martabak telur yang dibuat Melissa sendiri sebelumnya, “kalo lo yang rasain maybe it’s fine, tapi kalo orang lain maybe will death because overload of salt in your food. Then, you want sell it? We will die after that.” Melissa memejamkan matanya, darah mendidih sudah naik sampai ubun-ubunnya.
Melissa mengerti apa yang dikatakan Bryan, tapi dia tidak terima masakannya diberikan kritikan tajam seperti itu. “Ya kalo gitu maneh nu masak wae! Urang nu jualan.” “No, i won’t.”
Melissa tepuk jidat, pusing punya teman satu kelompok yang tidak satu server dengannya. Yang membuat mereka bersatu hanya dua hal, pertama karena bu Nana memilih mereka menjadi satu kelompok dan kedua karena mereka saling mengerti bahasa satu sama lain meskipun menggunakan bahasa selain bahasa Indonesia.
“Iyan!” Sentak Melissa kesal. “What? My Name is Bryan, not Iyan.” Yang membuat Melissa makin kesal, Bryan malah memperbaiki namanya bukannya sadar diri. “Geus urang manggil maneh Iyan wae lah, masak buruan, kalo sampe siang gak selesai. Urang depak maneh dari kelompok, nyaho teu?!” Ucap Melissa berujung ancaman. Bryan mencebikkan bibir, dengan sangat terpaksa melakukan tugas kelompok mereka.
Melissa dan Bryan sama-sama fokus berkutat pada kegiatan mereka, namun saat tak sengaja menoleh, Bryan mengerahkan perhatiannya sekilas saat Melissa tengah menggoreng, lalu ia lanjut melipat kulit lumpianya. Ngomong-ngomong mereka mengerjakan tugas kelompok itu di rumah Melissa tepatnya, karena alat-alat memasaknya sangat lengkap.
Rampung dari kegiatan berpanas-panasan di dekat kompor, Melissa menghitung jumlah martabak kemudian ia tulis di buku tugasnya. Sementara Bryan, dia kembali live instagram dan memberi unjuk satu potong martabak pada teman-temannya yang menonton livenya.
“Oke everyone, i was cooking something. Tadaa!! It called Martabak Telur. Yeah, it’s so yummy. But, i don’t like cooking or this food, i like dance so much, i love it.”
3 detik Melissa memandangi Bryan, itu hanya membuatnya makin sakit kepala, pemuda teman satu kelasnya itu sama sekali tidak mencatat apapun untuk tugas ini. Daritadi yang dilakukannya hanya live instagram, menyapa orang-orang dunia maya dan terus mengatakan mau nari.
Melissa membungkus martabak-martabak itu ke dalam plastik ukuran seperempat, lalu menaruhnya dalam satu nampan besar. “Iyan!” “Yes, of course. Cooking is not my style.” Melissa melempar Bryan dengan sandalnya. “Bantuin gue!” Delikan tajam dari Bryan bertemu dengan tatapan datar Melissa, mereka saling bertemu pandang beberapa saat. Sebelum akhirnya Bryan mengomel karena dilempari sendal. “Lo ngajak gelud?” Bryan mengacungkan sendal itu pada pemiliknya. Oke, Bryan mulai kesal juga. “Suruh siapa budeg?” Melissa merebut sendalnya tapi tak berhasil, Bryan mengangkat tinggi-tinggi sendal miliknya, membuat Melissa berjinjit dan meloncat kecil untuk meraihnya. Melissa mengerutkan dahi berpikir, sedangkan Bryan meledeknya pendek dan menjulukan lidahnya. “Dasar pendek, kecil.” Entah mengapa tiba-tiba Melissa menunjukkan dahinya dengan dahi Bryan, “AW!” Pekik Bryan sontak melepas genggamannya pada sendal itu. Melissa mengambilnya dan memakai kembali sendalnya. “Rasain tuh! Emang enak!” Ucap Melissa lalu mengambil dagangannya dan pergi meninggalkan Bryan. “Heh setan! Awas lo ya! Aduhh… Sakit banget kepala gue.” Bryan mengaduh kesakitan sambil mengelus dahinya yang berubah warna jadi memerah.
—
“Martabak, martabak! Ayo beli! Harganya cuma 3 ribu! Yukk kakak, adik, bapak, ibu, rasanya enak, cocok buat ganjal perut!” Yang satu berjualan dengan sumringah dan semangat. “Martabak, 3 ribu doang. Beli, beli.” Yang satunya lagi, berjualan dengan malas dan tak bergairah.
“Lo lagi jualan atau lagi sekarat sih?” Dumel Melissa yang tidak ada hentinya merasa kesal tiap kali melihat Bryan. “Ck, bawel banget. Ini gue lagi dagang.” “Yang bener dong dagangnya!” “Lo mau gue yang bener? Nih gue tunjukkin.”
Bryan membuka tasnya, merobek selembar kertas dari buku tulisnya dan menuliskan ‘MARTABAK TELUR, BELI 1 GRATIS 1.” dan menunjukkannya pada Melissa. “Lo pasang ini deh, pasti cepat laku.” Melissa mendengus, “Iya laku tapi gak dapet untung!” Ketusnya. Bryan menghela napas kasar.
Akhirnya ia menyetel lagu dengan full volume, sebuah lagu Korea yang lagi terkenal dan dia mulai menari. Melissa nahan emosi, dia malu banget punya teman yang tidak tahu malu seperti Bryan. “Yan! Ngapain sih lo?” “Kakak-kakak, adik-adik!! Ada yang baru nih!” Tidak hanya teriak-teriak, Bryan juga mengeluarkan tumbler beling dan mengetukkan pensilnya disana untuk mendapat mencuri perhatian orang-orang yang lalu lalang disekitar jalan. Bryan berhasil membuat para pembeli berdatangan. Setelahnya ia menjelaskan pada kalau ia akan menunjukkan dance dari lagu BTS yang berjudul Butter dan meminta bantuan mereka untuk membeli martabak setelah menontonnya.
Salah seorang gadis yang mengenakan jaket berlogo BTS dan topi yang dimiringkan menantangnya. “Kalau dance kakak bagus, kita borong semua dagangan kakak.” Ucap gadis itu, yang diiyakan oleh beberapa orang lainnya yang ternyata teman-temannya. Bryan tersenyum dengan percaya diri. “Deal?” Katanya mengulurkan tangan pada gadis itu, lalu gadis itu membalas dengan menjabat tangan Bryan. “Deal!”
Tidak lupa, Bryan memasang handphone dan menyalakan live instagramnya. Melissa menghela napas pasrah, dia cuma duduk aja menonton Bryan menari.
Waktu berlalu, dan Bryan membuktikan kehebatannya dalam dance. Saking terbawa suasana, gadis itu dan teman-temannya ikut menari di belakangnya. Membuat Melissa tepuk jidat, pusing melihatnya.
Setelah lagunya habis, mereka bertepuk tangan dan saling memuji satu sama lain. Sesuai perjanjian, gadis itu mengambil martabak telur yang dijual Bryan untuk dibagikan kepada teman-temannya. Lalu ia mengeluarkan beberapa lembar uang dan menghitungnya.
“Kakak besok dagang lagi gak?” Tanya gadis itu masih sambil menghitung. “Gak lah, ini kan cuma tugas kelompok.” Jawab Bryan. “Oke, kalo gitu, kita kenalan dulu.” Gadis itu menjulurkan tangannya. “Gue Cindy.” Alih-alih menjabat tangan Cindy, Bryan malah menyerobot uang yang rampung dihitung Cindy sambil berbisik di telinga gadis itu. “Bryan Sword.”
Setelahnya dia merangkul Melissa yang tengah memperhatikan dirinya dan gadis itu dari jarak yang tidak terlalu jauh, Melissa memandangi mereka dari bawah pohon lalu dia beralih menatap handphonenya dan tanpa sadar menuliskan suatu caption dalam statusnya. Ia terkejut saat Bryan tiba-tiba mendatanginya dan membawanya pergi dari sana.
“Udah?” Tanya Melissa. Bryan memberikan uang hasil dagangnya pada Melissa. Dengan muka bete, Melissa menerimanya dan berjalan meninggalkan Bryan. “Mau makan gak? Ini masih ada lebihnya kalo dihitung.” Ucap Bryan yang tidak sependapat dengan Melissa. “Makan di rumah gue aja, lebih hemat.” “Muka lo kenapa sih? Pucat banget kayak mayat.” “Berisik.”
Bryan terpikir akan sesuatu, lalu dia tersenyum lebar pada Melissa. “Lo marah karena gue dekat sama Cindy?” Melissa melebarkan matanya, Bryan peka deh kayaknya, pikirnya. Tapi bukan Melissa kalau dia tidak bisa menyembunyikan dan bersikap biasa saja seolah tidak terjadi atau tidak merasakan apa-apa. “Dih, itu kan urusan maneh, urang mah moal ikut campur.”
Pulang dari rumah Melissa, Bryan mandi dan bersiap untuk tidur. Sebelum itu, seperti biasa dia melihat-lihat status dari berbagai media sosial. Terakhir, Bryan melihat status Melissa. “Rasanya gue kesal aja lihat dia sama yang lain.” Dan kata-kata itu berhasil membuat Bryan tidak bisa tidur semalaman.
“Si Lilis bikin status gitu maksudnya apa coba?!” Bryan gusar sendiri, entah mengapa dia ikut kesal, dan amat memikirkannya.
Cerpen Karangan: Xiuzeen
Cerpen ini dimoderasi oleh Moderator N Cerpenmu pada 7 April 2022 dan dipublikasikan di situs Cerpenmu.com