Bisa-bisanya Bryan meninggalkan buku pelajaran Kewirausahaannya di rumah, padahal hari ini mesti presentasi nanti jam 2 siang bareng Melissa.
“Izin ambil buku dulu deh ke rumah.” Ucap Melissa bingung harus gimana. “Ck, gak boleh sama bu Nana. Serius.” Melissa menepuk dahinya, Bryan sudah diberitahu kalau bu Nana takkan mau mendengar alasan apapun tapi dia tetap bertanya, membuat Melissa tambah pusing. “Coba dulu!” Bryan kesal, Melissa belum apa-apa udah skakmat bilang tidak boleh lah, tidak bisa lah.
Bryan dan Melissa pergi ke arah ruang guru, tapi ketika hendak masuk, Bryan menarik Melissa dan berlari cepat melewati ruang itu. “Iyan! Kan kita mau—” “Gak usah! Gue pake cara gue sendiri.”
Mereka berhenti di depan tembok besar, pembatas antara sekolahan dan perumahan warga. Napas Melissa ngos-ngosan habis berlari tiba-tiba, Bryan pun langsung jongkok untuk mengistirahatkan tubuhnya sesaat.
“Kita lewat sini?” Terka Melissa memandangi tembok besar di hadapannya. “Iya.”
Bryan mengedarkan pandangannya, melihat tembok yang membentuk tangga menempel di sisi kiri. “Kesana.”
Singkat cerita, mereka berhasil kabur dari sekolah untuk mengambil buku tugas Wirausaha milik Bryan dan kembali ke sekolah sebelum jam istirahat selesai.
Di kelas, sebelum presentasi, Bryan memberikan satu beng-beng miliknya pada Melissa. “Naon ieu?” “Lo belum makan pas istirahat kan.” Bryan menoleh pada Melissa yang kini juga menatapnya penuh curiga. Tatapan Melissa berubah, ia menyipitkan mata diiringi kekehan kecil. Merobek bungkus beng-beng di tangannya. “Nyaho aing, ieu sogokan.” Bryan memutar bola matanya malas. “No, it’s not.” “Terus apa? Imbalan tutup mulut?”
Helaan napas kasar dari Bryan terdengar, matanya kini menatap nyalang pada Melissa. “The beauty of Lilis! Bisa gak sih lo berpikir positif gitu? Anggap aja gue peduli sama lo atau paling gak ya lo gak usah mikir macem-macem cukup bilang makasih, selesai.” Oceh Bryan panjang lebar, tidak terima perhatian tulusnya diartikan seburuk itu oleh Melissa.
Membuat gadis cantik di depannya berangsur merubah tatapannya, “Iya, yaudah, makasih.” ucap Melissa menurunkan intonasinya secara drastis. Tapi selanjutnya ia meningkatkan lagi intonasi bicaranya dengan melontarkan pertanyaan yang berhasil bikin Bryan enyah darinya. “Lagian aneh banget tiba-tiba ngasih cokelat gini, biasanya lo gak begini sama gue, Yan.”
Melissa cengo, dia lagi ngomong tapi tidak ada siapapun di dekatnya. Bryan kemana? “Iyan? Iyan!” Matanya menelusuri berbagai sudut ruangan kelas. Ternyata Bryan sudah kembali ke tempat duduknya. “Sialan.” Umpat Melissa dalam hati.
Meski mereka sering beragumen, beda pendapat dan bahkan adu mulut. Dalam presentasi Wirausaha, Melissa dan Bryan tetap kompak. Lebih tepatnya, mereka saling melengkapi. Presentasi berjalan lancar, walau ada sedikit kendala saat menjawab pertanyaan dari teman-teman.
“Oke, ibu sudah menilai semuanya. Untuk kelompok terbaik akan ibu beri hadiah.” “Yes!” “Oke bu!” Siswa-siswi menyahut antusias sambil bertepuk tangan, suasana kelas yang tadinya senyap kini ramai. Begitu juga Bryan dan Melissa, keduanya jadi lebih bersemangat, tidak ada pikiran pesimis atau insecure.
Bryan dan Melissa tidak mau kalah sama kelompok Jeremy dan Helena, Pevita dan Fredy, juga Amir dan Andini. Mereka saling menunjuk diri dan menyoraki kelompok lain, tapi tidak bersikap sarkas atau barbar yang membuat keadaan tak terkendali. Mereka bersaing secara sehat.
Bu Nana mulai berkeliling sambil mengacungkan sebuah kotak, pastinya itu hadiah untuk kelompok terbaik. Bu Nana menghampiri Amir dan Andini, tapi ternyata hanya lewat, tidak berhenti.
“Yaahh bukan kita?” Andini menunduk lesu, Amir memberi semangat lagi pada Andini. “Gakpapa, kita bisa coba lain kali.” Andini menatap Amir yang tersenyum padanya, ia mengangguk dan ikut tersenyum.
Bu Nana masih berkeliling, sempat diam di meja Jeremy dan Helena tapi kemudian Bu Nana jalan lagi, guru cantik itu tersenyum nakal karena berhasil membuat Jeremy dan Helena merasa diprank. Lalu kemudian Bu Nana berhenti di meja Bryan dan Melissa.
“Jangan berharap!” Bisik Melissa pada Bryan, dengan nada pelan Bryan menyahut. “Gue gak berharap.”
Bu Nana tertawa kecil. “Selamat kepada Bryan dan Melissa! Kalian kelompok terbaik dengan presentasi yang bagus. Saya suka sekali.” Ucap Bu Nana memberikan hadiahnya pada mereka. “Serius bu?” Bryan cengo, mengedipkan kedua matanya, serasa tidak percaya. “Kita yang terbaik?” “Iya kita, Lis!” “Yess!! Yess!!” Melissa dan Bryan berteriak gembira sekali, mereka bahkan terlalu senang sampai melakukan high five dan pelukan.
Trring~ Murid-murid sibuk merapihkan tas mereka dan bergegas pulang. Layaknya semut-semut yang berkerumun, begitulah yang dilihat Melissa dan Bryan dari balkon sekolah.
“Hadiahnya,” Bryan membuka percakapan, Melissa mengalihkan pandangannya dari bawah jadi menghadap ke Bryan. “Buat gue aja.” Mulai deh, egois nya Bryan keluar. Melissa termanyun, tidak lama kemudian Bryan tersenyum. “Lah kan ini gue yang—” “Iya ini buat lo.” Ucap Bryan memangkas protes Melissa yang belum tuntas. Bryan memeluk Melissa tiba-tiba, membuat gadis itu membeku sesaat. “Gue senang bisa kenal cewek freak kek lo, The Beauty of Lilis.”
Jantung Melissa terselepet. Prasangkanya aneh, mungkinkah Bryan punya penyakit stadium akhir? Atau dia memang tobat semalam? Kata-katanya sangat aneh dicerna telinga Melissa.
“Maksud lo?” Melissa melepas pelukan Bryan, menatap teman se perdebatan nya itu dengan intens. Bryan tersenyum, tapi matanya menyiratkan kesedihan. “Besok lo gak bakal lihat gue lagi, jadi hidup lo pasti damai. Jadi Lis,” Bryan memegang satu tangan Melissa yang memegang hadiah, lalu tangan lainnya meraih tangan Melissa yang satunya lagi untuk mendekap hadiah itu. “Anggap aja ini kenangan dari gue.” Melissa menganga tak percaya. “Iyan serius?” Tanyanya untuk memastikan, dan Bryan mengangguk tanpa ragu. Melissa refleks memeluk Bryan, bahasa tubuhnya seolah melarang Bryan untuk pergi.
“Tapi gue ada pertanyaan.” Ucap Bryan. “Apa?” Melissa fast respon. “Rasanya gue kesel aja lihat dia sama yang lain. Orang yang lo sindir di status waktu itu… Siapa?”
Melissa menurunkan tangannya, menjauhi tubuh Bryan perlahan. Entah kenapa dia merasa gugup banget menjawabnya, frustasi sendiri, putar otak untuk mencari alasan tapi hati tidak ingin berbohong. Melissa memejamkan matanya dan membiarkan hatinya berbicara kali ini. “Bryan Sword.”
Kedua alis Bryan menyatu, menunjuk dirinya sendiri dengan muka bingung. “Gue?” Melissa mengangguk, masih dengan mata yang memejam.
“My Baby, Bryan Sword! Where are you?” Bryan hendak lanjut bertanya dan meminta penjelasan dari Melissa, tapi ia mendengar ibunya memanggil. Bryan jadi cuma tersenyum dan bilang, “lo pulang hati-hati di jalan ya, Lis.” Lalu Bryan pergi, sedikit berlari ke arah suara sang ibu terdengar.
—
Melissa melewati semester demi semester seorang diri, sejak ditinggal oleh Bryan, dia jadi penyendiri. Entah mengapa begitu, dia cuma merasa belum menemukan sosok seorang teman seasyik Bryan. Walau dia punya Maya, Caca dan Loly untuk bercerita dan bermain. Rasanya, Bryan punya sesuatu yang tidak ada pada teman-temannya.
Melissa mencoba mencari tahu dengan stalking sosial media Bryan, tapi pemuda yang setau Melissa sering Live Instagram bahkan tidak aktif di sosmed manapun selama beberapa bulan.
Dalam kamarnya, Melissa memandangi hadiah terakhir hasil kerjasama mereka. Ia tertawa sendiri mengingat bagaimana pertengkaran kecil antara dirinya dan Bryan justru membuat mereka semakin dekat dan semakin mengenal satu sama lain.
Isi hadiah itu, sebuah frame foto berukuran 10R. Bu Nana bilang, kita bisa pajang foto dokumentasi mereka saat melakukan tugas kelompok waktu itu. Dan Melissa berhasil mendapat foto dirinya bersama Bryan saat dagang. Ia mencetak potonya dan memasangnya di frame foto itu. Di belakang frame itu, Melissa menulis nama panggilan dirinya dan Bryan.
Iyan dan Lilis.
-Tamat-
Cerpen Karangan: Xiuzeen
Cerpen ini dimoderasi oleh Moderator N Cerpenmu pada 23 April 2022 dan dipublikasikan di situs Cerpenmu.com