Kurang lebih sudah mau setahun hubungan ini terjalin. Kisah cinta gadis SMA dengan seorang pengajar Bahasa. Lelaki-lelaki itu jangkung, hitam manis, rambutnya tipis, wajahnya bulat namun kalau sudah senyum aku selalu tersihir. Manis dan membuatku selalu seperti lilin jika sudah dibakar. Meleleh.
Aku, gadis SMA itu. Namaku Nanda Putri. Kisah kami bermula ketika ada acara reuni SMA. Dan aku ditunjuk lalu bergabung menjadi panitia acara. Hari itu aku mengenakan baju putih, dengan kerudung berwarna biru cerah—tapi bukan navy—dan rok berwarna biru juga.
Awalnya biasa saja, namun pada akhirnya kami bagaikan magnet, seperti saling Tarik menarik. Ada ketertarikan antara aku dan dia. Hingga waktu bergulir, waktu dimana sekolah dimulai, aku dicegat seseorang yang tidak lain adalah adik kelasku. Memintaku untuk menunggu sebentar. Ketika aku menurut, laki-laki jangkung itu menghampiriku dan sontak aku gugup dan berdebar. Ada rasa canggung namun aku mencoba untuk bersikap biasa saja. Jaga image, mungkin.
Untuk beberapa detik kami hanya bisa saling lempar senyum, malu-malu kucing. Kami tersipu satu sama lain. Hingga suaranya terdengar di telingaku menyapaku dengan sopan. “Hai! Udah belajarnya?” Tanyanya salah tingkah. Aku mengangguk dengan tersenyum. Hening lagi. Diam lagi. Antara ingin kabur atau tetap diam, namun jantung ini tak bisa membohongi. Aku deg-degan sekali.
Di tengah-tengah keterdiaman kami, aku rasa ada orang yang mengintip disana yang aku kira mungkin itu anak didiknya. Namun aku tak bisa apa-apa. Hingga dia berujar lagi, aku tak tahu harus bahagia atau bagaimana.
“Maaf sebelumnya, sejak pertama lihat kamu aku ingin mengenalmu lebih jauh lagi. Apa boleh?” tidak ada pernyataan cinta, namun jelas ia ingin mengenalku lebih jauh. Entah apa maksudnya tapi aku mendengar kembali apa yang dia sampaikan. “Kalau kita ada kecocokan, aku mau kita berlanjut ke jenjang yang serius lagi.” Wow!! Ya. Aku kaget awalnya. Secepat itu kah? Aku masih SMA, tapi sisi lain ada hal yang membuatku kemungkinan ingin menerimanya. Aku mengangguk saja sambil berucap lirih. “Ya. Aku mau.”
Pekikan suara orang di sekitar kami berdiri terdengar nyaring. Sorak sorai kegirangan mengalun merdu di sekitar kami, mungkinkah mereka bahagia? Tapi yang jelas aku merasakan hal sama dengan mereka.
Hingga keesokan harinya, ada kabar yang sampai ke telingaku bahwa sesampainya di kamar laki-laki yang diketahui namanya Army Prasetya itu—yang semalam berdiri sekitar satu meter dariku—jingkrak-jingkrak, memekik bahagia setelah kata ‘YA’ terucap dari mulutku. Sesenang itu kah dirinya? Namun aku pun tersenyum merona ketika mendengar kata itu.
Hingga, hari-hari kami lewati layaknya orang lain berpacaran. Saling bertanya di sms tentang hal biasa. Sudah makan apa belum? Sudah mandi? Lagi ngapain? Lagi dimana? Lagi sama siapa? Dan hal-hal lain yang membuat sms itu panjang hingga tengah malam. Kadang pula kami saling mengobrol di telepon. Namun tak sesering kami berbalas sms. Kami menjalaninya dengan bahagia.
“Kenapa disini?” tanyanya ketika pada jam pelajaran aku ada di perpustakaan sekolah. “Lagi nggak ada guru di kelasnya. Jadi kesini deh,” ungkapku sambil nyengir. Dia hanya tersenyum yang mampu membuatku meleleh. Dia mengeluarkan secarik kertas yang di dalamnya ada tulisan yang membuat senyumku makin mengembang. “Jangan lupa senyum, kamu cantik kalau udah senyum” Tidak lupa sebuah permen dengan bungkus berwarna merah yang di belakangnya ada sebuah ungkapan kata ‘I miss you’. Dia berlalu meninggalkanku setelah memberikan senyuman termanisnya. Ya ampun, detik itu pula aku kejang-kejang. Tapi bohong. Hahahaha. Ya aku senyum-senyum sendiri bagaikan orang gila, mungkin. Aku senang sekali dengan perlakuan manisnya.
Dan di suatu hari yang lain, ketika aku sedang menghafal di waktu duha, aku memberikan permen yang sama padanya. Di satu sisi aku bingung tentang hubungan ini, namun sisi lain aku merasakan nyaman. Entah sampai kapan kenyamanan ini akan terjalin di antara kita. Ketakutan jika kami akan bubar selalu ada. ketakutan tentang dia atau aku yang menemukan kenyamanan lain.
Tiba pada waktu dimana kami saling berselisish. Ada satu masalah yang menimpa hubungan kami. Aku menjadi tak nyaman begitu pun dia, hingga setelah kami berusaha untuk memperbaiki ini semua, kami menyerah—lebih tepatnya aku yang lebih dulu menyerah. Aku melepaskan dia, begitu pun dia yang pasrah melepaskanku. Hubungan kami berakhir dan kami kembali seperti dua orang asing yang tak mengenal satu sama lain. Begitulah cinta, ketika awal PDKT begitu indah, ketika sudah berpisah kami kembali canggung bahkan ada yang sampai bermusuhan dan saling membenci.
Aku pernah meminta satu hal padanya.. ‘Jika suatu saat nanti kamu jatuh cinta lagi, aku mohon, jatuh cinta lah pada orang yang tidak aku kenal. Jangan jatuh cinta kepada temanku, karena itu akan membuatku sakit’ Terkesan egois tapi begitulah hati seorang gadis SMA yang masih labil dan mudah rapuh. Aku tak berpikir jauh bahwa seseorang tak mudah mengendalikan hatinya untuk tak jatuh cinta pada satu orang. Manusia bukan Tuhan yang bisa membolak-balikkan hati. Tapi waktu itu aku seolah ingin agar hatiku sembuh dan tak merasakan sakit melihat alumni hati bersama orang yang aku kenal. Maafkan aku, tapi begitulah aku adanya waktu itu.
Dan sebuah kabar menggemparkanku ketika mengetahui kenyataan bahwa dia menjalin kasih dengan teman dekatku. Aku kaget, ada sudut hati yang sakit, namun aku bisa apa? Aku tak bisa mengendalikan hatinya agar tak memilih temanku.
Dengan berat hati aku menerima. Mungkin begitulah takdir tuhan bekerja. Aku menerima sekali lagi. Dan sejak saat itu kisahku usai, begitu pula pertemananku dengan perempuan itu sedikit ternodai karena aku meraa sakit hati dengan sikap dia.
Baiklah, mungkin ini balasan untukku. Aku pasrah.
Cerpen Karangan: Latifah Nurul Fauziah ig : @ipeeh.h Hai semua.. salam kenal. Namaku latifah, kalian bia menyapaku di ig @ipeeh.h atau kirim pesan lewat email nurulfauziahlatifah[-at-]gmail.com Jangan lupa baca cerpen-cerpenku jaman dulu ya..
Cerpen ini dimoderasi oleh Moderator N Cerpenmu pada 28 April 2022 dan dipublikasikan di situs Cerpenmu.com