Ini adalah mimpi yang tak bisa aku lupakan, mimpi yang seketika hadir saat aku memejamkan mata, jika dibayangkan kembali air mataku langsung membasahi pipiku, mimpi yang tak diinginkan setiap anak, setiap keluarga dan setiap orang tua.
Malam itu adalah malam yang kelam, gelap tanpa ada cahaya harapan, hatiku pedih seakan ingin lepas, air mataku mengalir deras membasahi bantal, pikiranku mengajak untuk bunuh diri, seakan tak ada yang menarik lagi di dunia ini.
Selepas shalat isya aku berjalan kembali ke rumah kecilku, aku tinggal di sebuah rumah kecil dengan 2 kamar, kamar pertama dihuni oleh kedua orangtuaku dan kedua adikku, kedua adikku berusia 5 tahun dan 5 bulan. Sedangkan aku tinggal sendiri di kamar, aku berusia 16 tahun sudah tidak pantas lagi jika tidur bersama orangtua.
Orangtuaku belakangan ini memang sering bertengkar karena hal sepele. Ayahku yang tempramental dan ibuku yang keras kepala membuat pertengkaran ini sering terjadi, beberapa piring dan gelas pecah, tubuh ibuku penuh dengan lebam akibat ayahku yang tak dapat mengontrol emosinya.
Namun malam ini berbeda tak ada suara gelas dan piring yang pecah, tak ada bentakan dan cacian, tak ada tangisan. Tapi hanya beberapa kata yang membuatku hilang kendali.
Ketika aku sampai di rumah aku memberi salam dan masuk kedalam rumah, hanya ada ibu dan adik-adikku di kamar. Aku menjaga adik-adikku agar ibuku membuat makanan untuk makan malam. Beberapa menit kemudian ayahku datang setelah pulang dari kantor. Ibuku bertanya “sudah makan belum pa?” Ayahku diam saja sambil berjalan menuju ke kamar mandi belakang. Ibuku yang mulai marah langsung masuk ke kamar dan mengganti pakaian yang bagus seakan ingin pergi dari rumah. Ayahku yang melihat itu sontak berkata “aku sudah siap menceraikanmu!”. Aku yang sedang menjaga adikku di kamar mendengar kata-kata itu keluar dari mulut ayahku. Tanpa sadar air mata jatuh ke pipi kiriku. Ini bukan drama indosiar tentang azab yang pedih, ini bukan darkjokes yatim piatu yang cringenya bukan main.
Ibuku dengan nada yang pura-pura bahagia namun terdengar sedih yang samar-samar berkata “akhirnya… aku sudah menanti kata-kata itu keluar dari mulutmu!” Ayahku menjawabnya “kamu, setiap kita bertengkar mengatakan itu. Kalau begitu aku lakukan saja sebelum kamu lebih tersakiti oleh cinta yang dipaksakan ini!”.
Lalu ibuku memasuki kamar dan mencari-cari sebuah berkas di koper. Tak lama kemudian ibu menyuruhku masuk ke kamarku sambil mengambil adikku yang kecil terlelap di pangkuanku.
Saat aku di kamar aku mendengar mereka masih adu mulut, ibuku sudah menangis. Di kasur aku menangis, air mataku bagai bendungan tua yang jebol dan air mengalir deras, tanpa kusadari aku tertidur dan alarmku berbunyi pukul 04:00 seketika aku terbangun, aku langsung mengambil air wudhu dan mendirikan shalat tahajud. Aku menceritakan mimpiku semuanya dalam doa saat itu. Air mataku kembali membasahi pipi beberapa menit kemudian aku teringat sebuah cerpen yang aku buat. Cerpen itu tentang sebuah mimpi buruk.
Cerpen Karangan: Noval Hanafi Blog / Facebook: IG: @nvlhnvi