Malam itu hampir usai, akan tetapi matahari belum terbit lagi. Ribuan bintang masih terlihat menghiasi langit bumi. Jutaan manusia tidak tidur malam itu. Mata mereka tertuju pada tv di rumah mereka masing-masing, menunggu kabar terbaru mengenai “Chaos”.
Tiga minggu lalu, para ilmuwan mendeteksi masuknya planet liar, yang kemudian dinamakan “Chaos”, ke dalam system tata surya. Besar planet ini hampir serupa dengan Merkurius atau sepertiga besar Bumi. Planet Liar atau Rogue Planet adalah objek yang berkeliaran liar di luar angkasa dan tidak memiliki bintang induk. Planet liar dapat berupa bintang yang telah mati atau planet yang keluar dari system tata suryanya. Planet liar biasanya bersinar samar yang berasal dari panas inti planet tersebut. Akan tetapi, inti planet Chaos benar-benar padam, sehingga planet tersebut benar-benar tidak terlihat dan sulit mendeteksi keberadaannya.
Setelah terdeteksi beberapa minggu lalu, ilmuwan memprediksi jalur Chaos tidak akan bertabrakan dengan Bumi. Akan tetapi beberapa hari lalu, perhitungan baru para ilmuwan menunjukan bahwa Chaos akan bertabrakan dengan Ceres, Asteroid terbesar di Sabuk Asteroid yang berada di antara orbit Mars dan Jupiter. Bila Ceres dan Chaos bertabrakan, akan berpotensi mengubah jalur Chaos sehingga perhitungan awal bahwa Chaos tidak akan bertabrakan dengan Bumi menjadi tidak valid.
Beberapa jam lalu, terkonfirmasi bahwa Chaos dan Ceres telah bertabrakan. Hal yang ditakutkan para ilmuwan terjadi, jalur Chaos berubah. Saat ini, Chaos beserta serpihan-serpihan Ceres menuju Bumi dengan kecepatan 8 kali lipat kecepatan revolusi Bumi terhadap matahari. Hitung mundur sudah dimulai.
Pukul 07.00 WIB, 9 jam sebelum Chaos Sepasang suami-istri, Dino dan Nita, duduk di sofa depan tv di rumah mereka. Dino adalah seorang Dekan di universitas swasta terkemuka di pinggiran Kota Jakarta. Perawakannya tinggi gagah dengan rambut yang selalu tersisir rapih, walaupun saat ia berada di rumah. Sedangkan Nita adalah seorang ibu rumah tangga berperawakan ramping yang hampir selalu terlihat berpakaian rok sepanjang betis dengan rambut yang disanggul. Akan tetapi penampilan sempurna tidak bisa menutupi kegelisahan yang benar-benar terlihat di raut muka mereka.
Keduanya sibuk dengan handphone mereka tanpa mengindahkan siaran tv yang mengabarkan tabrakan antara Chaos dan Ceres yang sudah disiarkan berulang-ulang sejak beberapa jam lalu. “Gimana mah? Bapak-ibu di Solo bisa kehubung?” Tanya Dino resah, “Belum pah, ibu-bapak di Malang juga gak bisa kehubung ini, gak ada yang bisa dihubungi sama sekali” Jawab Nita. “Tetep coba hubungi rumah Malang dan Solo mah, mudah-mudahan kita bisa komunikasi sama bapak-ibu sebelum kejadian” kata Dino. “Papah coba hubungin, mamah mau siapin sarapan sekalian bangunin Airin di kamar” jawab Nita.
Nita pun beranjak dari sofa dan menuju kamar Airin, anak mereka yang berumur 21 tahun. Sebelum membuka pintu kamar Airin, Nita mengetuk pelan “Airin, bangun nak” kata Nita. Tidak ada jawaban. Nita mengetuk lebih keras, “Airin sayang, bangun”, tetap tidak ada jawaban. Ketika Nita mencoba membuka pintu kamar, rupanya pintu terkunci dari dalam. Ketukan Nita semakin keras, hampir berteriak “Airin… Airin…” Tetap tidak ada jawaban. Mendengar suara istrinya berteriak, Dino pun menghampiri Nita di depan kamar Airin. “Terkunci pah, dari dalam” kata Nita cemas. “Airin, buka pintunya sayang” kata Dino sambil menggedor pintu kamar Airin. “Papah dobrak ya pintunya” kata Dino.
“Gubraaak…” Pintu kamar Airin terbuka, setelah Dino dua kali menendang pintu tersebut. Terlihat Kamar Airin, rapih dan bersih, tidak ada yang aneh dari kamar itu. Kecuali jendela kamar, yang menghadap ke pagar rumah, terlihat terbuka lebar. Airin tidak ada di kamarnya.
Pukul 08.00 WIB, 8 jam sebelum Chaos “Papah keluar cari Airin dulu mah” Kata Dino sambil meraih kunci mobil di gantungan kunci dekat kulkas. “Mamah ikut Pah” jawab Nita yang matanya merah karena menangis setelah mendapati anak sematawayangnya tidak berada di kamarnya. “Jangan, nanti kalau misalnya Airin pulang dan tidak ada siapa-siapa di rumah, dia pasti akan bingung. Mamah di rumah aja” jawab Dino singkat. “Jam 12 siang, papah akan balik, kalau Airin belum ketemu, kita akan cari bareng. Untuk sekarang, mamah di rumah dulu, jaga-jaga kalo Airin balik” lanjut Dino. Nita pun tertunduk, sesenggukan. Melihat hal tersebut, Dino memeluk Nita, “Semua akan baik-baik aja mah, Papah janji akan bawa Airin kembali ke rumah kita” kata Dino berusaha menenangkan wanita yang sudah ia nikahi lebih dari 22 tahun itu. “Kita bertiga akan bersama ketika semuanya berakhir” janji Dino sambil mengecup dahi Nita.
Setelah melepas kepergian Dino, Nita kembali memasuki rumahnya. Ia mulai membereskan rumah, Nita memang selalu membereskan rumah ketika pikiran berat membebani kepalanya. Ia mulai dari ruang tamu, membersihkan setiap pajangan rumah dari debu, yang sebenarnya tidak ada karena setiap hari ia selalu membersihkan pajangan-pajangan itu. Kemudian beranjak ke ruang kerja milik suaminya. Ia membersihkan rak buku milik suaminya, yang sudah ia tata menurut warna sampul buku-buku tersebut. Setelah itu, ia beranjak ke kamar mandi di dekat dapur, yang biasa dipakai Airin. Ia tata botol-botol alat mandi di rak menurut besarnya botol.
Ketika Nita akan membersihkan tempat sampah di kamar mandi, matanya tertuju pada benda kecil yang dibuang di tempat sampah kamar mandi tersebut. Jantung Nita seakan berhenti melihat benda itu. Nita terpaku, kakinya serasa tak bertenaga, ia terduduk di pintu kamar mandi tersebut, lemas.
Pukul 09.00 WIB, 7 jam sebelum Chaos Sudah hampir 5 jam setelah Airin berjalan menyusuri Jalan Raya Bogor. Kakinya, yang bersepatukan kets, sudah terasa sangat panas. Jaket hoodie yang semula ia pakai, sudah ia lepas karena keringat yang membasahi tubuhnya. Airin sudah merasa begitu lelah, tapi ia memantapkan hatinya untuk terus melangkah.
Setelah mendengar kabar bahwa Chaos sudah bertabrakan dengan Ceres, sehinga mengubah jalur Chaos jadi menuju Bumi, Airin tahu, dengan siapa ia ingin menikmati detik-detik terakhir kehidupannya. Bukan dengan keluarganya. Orang-orang bilang keluarganya perfect. Bagaimana tidak, papah dan mamah terlihat begitu menawan dan serasi di umur pertengahan 40-an. Ditambah anak perempuan penurut yang sekolah kedokteran. Tapi itu semua semu, bullshit pikir Airin.
Mamah, mamah selalu punya rencana buat Airin dan papah, pikir Airin. Kalo bukan karena mamah, papah tidak akan menjadi dekan di umur 40. Mamah juga yang merencanakan supaya papah bisa masuk dunia politik setelah 5 tahun menjadi Dekan. Bahkan mamah sudah punya rencana juga buat Airin. Kedokteran kemudian ambil Spesialis Obstetri & Ginekologi atau Pediatri kemudian menikah dengan perwira polisi atau militer. Mamah, the puppet master pikir Airin.
Dan papah, tiba-tiba Airin merasa muak memikirkan tentang papah. Sejak kecil, papah adalah tempat Airin mengadu. Waktu kecil, ketika Airin terlalu capek karena harus les ballet, piano dan bahasa inggris, papah yang ajak bolos untuk makan es krim berdua tanpa bilang mamah. Ketika mamah tidak memngizinkan belajar motor, papah yang pinjem motor tetangga untuk mengajarkan Airin naik motor, tanpa bilang mamah. Tetapi ketika mamah bilang, hati-hati dengan laki-laki, mereka bakal buat kamu patah hati, ternyata papah juga laki-laki pertama buat hancur hati Airin sehancur-hancurnya.
Memikirkan mamah dan papah, semakin mantap Airin melangkah. Ia akan menuju seorang yang tidak pernah menyakitinya, tidak pernah membuatnya kecewa, tidak pernah memaksanya untuk melakukan sesuatu yang Airin tidak mau. Ia akan menghabisi waktu terakhir dengannya, seorang yang sangat Airin cintai, ayah dari anak yang Airin kandung.
Pukul 10.00 WIB, 6 jam sebelum Chaos Sudah hampir 1 jam Nita duduk terdiam di kursi meja makan. Di tangannya tidak hanya satu, tapi empat alat tes kehamilan dari berbagai merek yang semuanya positif. Airin hamil, simpul Nita. Dari situ, Nita tahu kemana Airin menuju. Nita ingat, hampir setahun lalu, Airin membawa seorang laki-laki, Mirza, yang Airin kenalkan sebagai pacar. Ketika itu, Nita dengan terang-terangan menolak Airin berhubungan dengan Mirza langsung di depan Mirza. Nita meminta Airin untuk memilih, jika berpacaran maka Airin tidak akan dibiayai sekolah, jika ingin sekolah Airin harus berhenti berhubungan dengan Mirza. Ketika itu Airin tidak menjawab, tetapi Mirza langsung mengundurkan diri, meminta Airin untuk menurut apa yang diminta ibunya.
Nita hampir tidak percaya, bahwa anaknya masih berhubungan dengan Mirza. Padahal ia dua kali menemui Mirza, di tempat Mirza bekerja sebagai OB dan di kampus swasta tempat Mirza kuliah setelah ia pulang kerja, untuk memastikan agar Mirza tidak lagi menghubungi Airin. Nita juga secara berkala memeriksa handphone milik Airin untuk memastikan hubungan mereka selesai. Tetapi Nita harus bersabar, semua alat komunikasi masih tidak bisa digunakan, ia tidak bisa menghubungi suaminya. Mobil mereka pun sedang digunakan suami untuk mencari Airin. Ia harus menunggu suaminya pulang untuk kemudian menjemput Airin di kost yang ditempati Mirza.
Sementara itu, tidak jauh dari rumah Nita, sebuah mobil berhenti. Seorang wanita berambut lurus sebahu dan berkaca mata hitam, sudah hampir setengah jam terdiam di balik kemudi mobil tersebut. Wanita itu seakan ragu terhadap apa yang akan ia lakukan. Sejak lama, ia merasa sudah menjadi budak dari perasaannya dan menumbalkan apapun garis antara benar dan salah, sudah terlalu jauh ia melewati garis itu, pikirnya. “Sekalian saja, ini adalah usaha terakhirku untuk mendapatkan kebahagiaanku, aku berhak bahagia di akhir hidupku,” kata wanita itu dalam hati memantapkan diri. Wanita itu keluar dari mobil, berjalan mantap menuju rumah Nita.
Cerpen Karangan: Jie Laksono Blog: kompasiana.com/atlaksono