Aku membuka tudung saji di meja dapur. Kembali kudapati hanya ada satu telur ceplok dan nasi yang sudah dingin di sana. Raut wajahku langsung semu. Kemudian aku melangkah ke kamar mencari keberadaan Alisya, Istriku.
“Alisya sayang, kamu tidak memasak hari ini?” “Oh Mas. Maaf tadi ayam goreng yang terakhir sudah kuberikan kepada Kimmy. Kalau Mas lapar, Mas goreng aja ikan di kulkas,” tegur istriku sambil terus mengelus Kimmy di pangkuannya. Sambil cemberut, aku kembali ke dapur dan memakan telur ceplok buatan istriku.
Sebut saja aku Farel. Belakangan ini, aku risih dengan sikap istriku. Sebelum kami menikah, Alisya mengatakan padaku bahwa dia sangat menggemari kucing. Namun, aku tidak tahu bahwa dia sefanatik ini terhadap makhluk berbulu lembut tersebut. Di ulang tahun pertama pernikahan kami, aku menghadiahkan seekor kucing Persia berbulu putih untuknya. Dia sangat terharu dan langsung memelukku. “Terima kasih Mas Farel. Aku mencintaimu.” Suaranya sungguh membekas dalam benakku.
Sejak hari itu, hidupku berubah. Istriku Alisya perlahan jauh mementingkan kucing itu dibandingkan aku, suaminya sendiri. Bayangkan saja, dia kini bahkan tidak menciumi tanganku saat berangkat kerja seperti dulu. Aku hanya bisa mengelus dada sambil terus bersabar menghadapi sikapnya.
Berbeda denganku, Alisya justru merawat Kimmy, Si kucing dengan sangat baik. Memberinya makan, membeli mainan, serta membuatkan kandang yang nyaman untuknya. Bahkan dia sangat rajin memandikan Kimmy minimal satu kali dalam seminggu. Alisya memandikan Kimmy dengan air hangat serta menggunakan sampo khusus untuk kucing yang dibelinya dari internet. Dia bahkan mengeringkan kucing itu dengan hair dryer miliknya.
“Alisya, kita harus bicara,” seruku. “Kenapa lagi Mas? kan sudah kubilang kalau lapar Mas goreng aja ikan di kulkas.” Alisya menghindari tatapan mataku dan masih saja mengelus Kimmy yang telah tertidur. “Aku tidak suka sikapmu yang lebih peduli pada Kimmy dibandingkan aku. Bisa-bisanya kamu tidak membuat makan malam untukku”. “Ya ampun Mas ini. Aku juga sudah lelah mengurus rumah. Apakah Mas tidak bisa memasak? Kalau tidak beli saja makanan di luar,” seru Alisya dengan nada remeh. “Aku ini suamimu. Sudah menjadi kewajibanmu untuk melayani aku dengan baik. Kenapa kamu malah lebih mementingkan kucing itu dibandingkan aku?” “Jadi Mas cemburu? Ya ampun Mas, Kimmy cuma seekor kucing. Sikapmu seolah berkata bahwa aku tengah berselingkuh.” Alisya tidak menanggapiku yang sudah memerah menahan emosi. “Sudahlah kita tidak usah ribut lagi. Sekarang sudah malam. Aku mau tidur di kamar tamu saja.”
Sudah hampir seminggu ini, kami tidur terpisah. Tetapi sepertinya Alisya masih saja tidak menyadari betapa marahnya aku atas sifatnya. Demi membujuknya agar sadar, aku perlahan menjadi orang asing. Aku bangun sendiri dan mempersiapkan keperluanku. Kami jarang berbicara selain tentang pengeluaran kebutuhan rumah tangga. Aku hampir tidak bisa merasakan lagi apa yang dinamakan rumah. Bagiku kini, rumah hanya tempatku untuk tidur. Bukan tempatku untuk bermanja bersama pasanganku dikala lelah menjalani hari.
Dering ponselku berbunyi dan tertera nama Alisya di sana. Aku malas untuk mengangkatnya. Hingga tiga kali setelah aku menolak panggilan tersebut, aku akhirnya menjawab. “Kenapa Alisya? Kamu mau nitip beli makanan Kimmy lagi?” ujarku malas. “Mas Farel… tolong… tolong aku mas,” “Kenapa kamu? Jangan berpura-pura. Aku muak dengan aktingmu itu.” “Mas aku serius. Aku mohon cepatlah pulang,” seru Alisya sesenggukan.
Aku berlari dari halte bus menuju rumah dengan cepat. Setelah membuka pintu kulihat dari belakang tubuh Alisya yang sepertinya tengah menangis. “Sayang?” “Mas… Kimmy keracunan. Ini salahku karena tanpa sengaja meletakkan pembersih lantai di sembarang tempat. Lihatlah dia Mas, aku… harus bagaimana,” Alisya menangis sambil menunjuk tubuh Kimmy yang sudah kaku.
Kami berdua segera membawanya ke dokter hewan. Selama Kimmy diperiksa, Alisya dan aku menunggu di luar. Sudah lama kami tidak berdua seperti ini. Rasanya sungguh canggung.
“Mas Farel maafkan aku. Kau benar, aku terlalu mementingkan Kimmy sampai melupakan kewajibanku sebagai istri,” ucap Alisya dengan nada penuh harap. Aku kemudian langsung mengusap kepalanya. “Alisya, kamu boleh menyukai kucing tetapi jangan sampai kamu melupakan aku sebagai suamimu. Baiklah untuk kali ini aku akan memaafkanmu. Janji ya, kamu akan berubah,” tegurku. “Iya Mas Farel, aku berjanji.” Alisya langsung mengecup pipiku dan aku membalasnya dengan senyuman hangat.
Beruntung setelah 30 menit, Kimmy akhirnya bisa diselamatkan. Kami berdua pulang ke rumah. Perlahan Alisya mulai merubah sikapnya. Dia mulai kembali manis seperti awal pernikahan kami. Walau dia masih menyukai Kimmy, tetapi dia tetap menganggap aku nomor satu, suaminya.
Cerpen Karangan: Inonh Islamiyati Blog / Facebook: Inong Islamiyati Inong Islamiyati Abdullah. Pemilik nama pena Anzella Saputri ini, biasa dipanggil Inong. Seorang mahasiswa yang baru saja menyelesaikan studi Strata 1 (S1) di kampus STAIN Teungku Dirundeng Meulaboh, Aceh Barat. Jurusan Perbankan Syariah. Kini dia tinggal di Ciputat, Tangerang Selatan. Menyukai musik, animasi, dan mulai tertarik dalam dunia kepenulisan. Karyanya antara lain “Putra & Putri” (Platform Noveltoon: 2020), Antologi cerpen “Kala” (Haura Publishing : 2020), Antologi cerpen “Survival” (Propper media: 2020). Untuk menemukannya silakan klik akun instagram inong_islamiyati. Atau jika ada saran dan kritik yang ingin disampaikan, bisa mengirim email di saputrianzella[-at-]gmail.com. Motto hidup “See the world with different style and finding happiness.”