Malam natal di sebuah rumah, ada seorang anak perempuan bernama Anna sedang bersemangat membuka hadiah natalnya. “Papa, Mama, aku tidak suka hadiah ini. Beliin hadiah yang lain,” teriak Anna. Ternyata Anna tidak menyukai hadiah natal yang dipersiapkan orangtuanya. Papanya menjawab, “Anna, jangan begitu. Kamu harusnya bersyukur mendapatkan banyak hadiah natal. Ada boneka, mainan, sampai mobil-mobilan.” Mamanya menambahkan, “Benar kata Papa, banyak orang kesulitan, banyak anak yang tidak mendapatkan hadiah natal tahun ini. Banyak orang kesulitan, mulai dari kekurangan kasih sayang, kekurangan rumah yang layak, sampai kekurangan makanan. Kamu harusnya bersyukur, Anna. Kamu punya semua ini.” Anna tetap merengek, “Pokoknya aku tidak suka hadiah-hadiah ini”. Kemudian ia masuk kamar dengan perasaan kecewa.
Keesokkan harinya, Anna tetap merengek minta dibelikan hadiah baru. Namun orangtuanya berkata, setelah ke suatu tempat, baru mereka ke Mall. Orangtuanya mengajaknya ke sebuah panti asuhan. “Halo, Pak, Bu. Terima kasih atas kedatangan dan bantuannya selama ini ya,” kata seorang suster yang menyambut. “Mari, silahkan ikut saya. “Anna, kamu tunggu disini dulu ya, Papa dan Mama ada urusan sebentar. Kamu main di taman aja sebentar yaa,” kata mamanya. “Oke, ma, jangan lama-lama ya, aku sudah nggak sabar mau beli hadiah baru,” jawab Anna.
Anna melihat-lihat sekitarnya. Banyak anak-anak yang sedang bermain. Warna pakaian mereka terlihat mulai luntur, rata-rata kurus, tapi mereka tetap bermain dengan gembira.
Di pojok, terlihat seorang anak laki-laki yang duduk dengan wajah yang sedih. Anna pun menghampiri anak itu. “Nama kamu siapa? Mengapa kamu tidak ikut main dengan yang lain?” Tanya Anna. Anak laki-laki itu tidak mejawab. “Namaku Anna. Nama kamu siapa?” tanyanya lagi. Anak laki-laki itu tetap tidak mempedulikan pertanyaan Anna. Kemudian Anna pun kesal, “ah, dasar kamu ini. Aku cuma sebentar aja kok, sebentar lagi aku akan ke Mall Inta untuk beli hadiah natal dengan orangtuaku. Huh.. siapa kamu, sombong banget. Diajak ngomong, nggak mau jawab”. “Hah, beneran kamu mau ke Mall Inta? Aku ikut ya, ajak aku ya. Itu dekat rumahku. Aku tidak mau tinggal di sini, aku mau pulang ke rumahku,” tiba-tiba anak laki-laki itu menjawab Anna. Anna pun kaget dan akhirnya mereka bercengkrama bersama.
Ternyata nama anak laki-laki itu adalah Dion. Dion baru seminggu tinggal di panti asuhan itu. Dion diantar oleh pembantunya dan ditinggalkan begitu saja, sebelumnya pembantunya menjanjikan Dion bahwa ia hanya perlu tinggal 2 hari di sana dan akan segera dijemput kembali karena orangtuanya Dion telah meninggal dalam kecelakaan dan pembantunya mau mudik sebentar. Ternyata sudah seminggu Dion menantikan pembantunya untuk menjemputnya, namun pembantunya tidak kunjung datang. Dion anak tunggal, dia tidak mengenal kerabat keluarga orangtuanya. Setelah pemakaman orangtuanya, ia tinggal berdua dengan pembantunya di rumahnya yang besar.
Setelah orangtua Anna keluar dari ruang kantor kesusteran, Anna pun menghampiri kedua orangtuanya diikuti oleh Dion. “Om, Tante, aku ikut kalian ya.. aku mau pulang ke rumahku. Aku tidak mau tinggal di sini lagi,” kata Dion. “Dion, kamu tidak boleh ngomong sembarangan, ini tamu suster, kamu harus sabar, jangan membuat masalah,” kata suster. “Maaf ya, Pak, Bu. Ini anak baru disini. Belum bisa adaptasi, mohon dimaklumi,” lanjutnya. “Pa, Ma, ini Dion teman aku. Kasian sekali dia. Ayo kita anter dia pulang ke rumahnya. Kita kan mau ke Mall, rumahnya Dion dekat sana, sekalian aja, boleh ya…” kata Anna merayu orangtuanya.
Setelah mendengar cerita suster, dan Dion, orangtua Anna pun berjanji membantu. Dion akan diajak ke rumahnya dan apabila tidak ketemu, Dion akan diajak tinggal sementara di rumah Anna dan bila ada masalah, akan menjadi tanggung jawab orangtua Anna. Bila ada kerabat yang mencari Dion di panti asuhan, suster akan berkoordinasi dengan mereka.
Kemudian mereka berangkat menuju Mall Inta, dan ditengah perjalanan, Dion pun begitu semangat, “Aku sering ke sini, aku sering lewat jalan ini. Sebentar lagi kita akan sampai rumahku. Pelan-pelan, masuk komplek depan,” kata Dion memberi petunjuk arah.
Sampai di depan gerbang, rumah Dion terlihat sepi dan terpasang iklan bahwa rumah tersebut mau dijual. “Nggak mungkin ini, kenapa rumah ku mau dijual? Siapa yang mau jual?” teriak Dion dengan marah. Ia segera membuka pintu mobil Anna dan mengintip di sela gerbang. “Mbak… mbak… buka gerbang, ini Dion,” teriaknya. “Tuh, lihat Tante, ada orang di dalam, lanjut Dion. Tampak gorden bergerak, tanda seseorang mengintip dari jendela rumah. Karena pintu gerbang tidak dibukakan, mereka pun kembali masuk ke mobil.
Beberapa hari kemudian, papa Anna mendapatkan kabar bahwa ada orang yang sengaja merencanakan perbuatan jahat ke Dion. Setelah mereka meminta polisi ikut campur, akhirnya gerombolan penjahat dapat ditangkap. Dan kepemilikan rumah Dion jatuh ke tangan Dion, sebagai pewaris tunggal, sampai Dion cukup umur, dibawah wali kakek Dion.
Akhirnya Anna belajar bahwa tidak setiap kejadian terjadi sesuai kehendaknya, banyak kemungkinan buruk yang bisa terjadi, dalam keadaan apapun kita harus tetap bersyukur kepada Tuhan. Bersyukur atas keluarga yang telah Tuhan berikan, walaupun mungkin tidak sempurna, tidak sesuai apa yang kita harapkan. Dion pun tetap tinggal bersama keluarga Anna selama beberapa tahun ke depan sampai ia cukup dewasa.
Cerpen Karangan: Lidry