Setiap orang selalu punya masalah dalam pekerjaannya, begitu juga yang terjadi padaku dua pekan terakhir. Namaku Pato, aku bekerja sebagai penulis cerita di perusahaan penerbitan buku cerita dan majalah. Sudah dua pekan terakhir ini aku tidak menyetor cerita ke kantor, tidak ada kisah yang terlintas untuk kutuliskan. Semua inspirasi di kota ini seperti hilang tenggelam dalam hiruk pikuk kota yang besar ini. Malam ini aku putuskan untuk melakukan perjalanan ke pulau kecil di tepi kota, kata orang tempat itu sangat indah dan jauh dari kebisingan kota. Aku sudah memesan tiket bus untuk keberangkatan malam ini pukul 8 malam dan perkiraan akan tiba besok pukul 8 pagi di pelabuhan sebelum menyebrang ke pulau.
Pukul 8 malam tepat bus berangkat dari terminal. Karena perjalanan malam hari, tidak banyak yang bisa dilihat untuk inspirasi cerita, mungkin aku hanya tidur malam ini. Aku pikir aku akan tidur sepanjang malam ini, tapi ternyata aku tidak bisa tidur, penumpang di kursi paling belakang terlalu berisik dan tidak bisa tenang. Dia adalah seorang pria kira kira 40 Tahun berbadan besar dan tegap. Dia terus mondar-mandir sambil berbicara di telepon selulernya dengan nada yang keras dan tampak panik. Tidak ada yang berani menegurnya, meski aku yakin mereka juga terganggu dengan nada kerasnya saat berbicara di telepon. Ya, wajar saja tidak ada yang berani menegurnya, pria ini tampak garang dengan badan kekar dan tinggi tegap kira kira 185 cm dengan kulit coklat dan kepala plontos dan tampak raut wajah marah saat bicara di telepon. Orang-orang terus memandanginya dengan takut karena ia terus berbicara dengan intonasi keras dan tampak tidak mempedulikan orang lain dalam bus itu. Kata kata yang dia ucapkan terdengar jelas saat bertelepon.
“Jangan sentuh mereka, bajingan!!!” “Aku akan membunuhmu!!!” “Lepaskan mereka keparatt!!”
Seorang pria akhirnya mencoba bicara dengannya, ia datang dari arah supir. Kurasa ia adalah kernet atau mungkin supir cadangan dari bis ini. “Maaf pak, mohon tenang. Anda menakuti penumpang lain” Kemudian pria besar tadi melihat sekeliling dan benar saja semua orang terlihat ketakutan dan memalingkan matanya dari pria itu. Ia kemudian duduk tapi masih dengan wajah panik seperti ada masalah besar. Ia kemudian meminta kepada pria yang bicara padanya tadi untuk menyuruh supir mempercepat laju bus. “Katakan pada supir untuk mempercepat laju bus ini, bus ini berjalan seperti siput, aku harus sampai cepat ke pelabuhan” Pria tadi kembali ke depan dan laju bus sedikit lebih cepat. Waktu menunjukkan pukul 12 malam perjalanan masih sekitar 8 jam lagi.
Pria besar itu kembali membuat keributan, telepon selulernya berdering lagi. Dan benar saja kali ini kemarahannya semakin besar saat berbicara di telepon “Anjing!!!, Kuperingatkan kau, jangan menyentuh mereka atau kau akan menyesal” “Ya aku akan segera tiba, jangan sentuh mereka. Jika berani hadapi aku, bajingan!!!” Penumpang lain termasuk aku semakin ketakutan, aku mulai berspekulasi bahwa dia sedang dalam masalah besar atau semacamnya.
Ia kemudian berjalan dengan panik dengan wajah gelisah bercampur marah ke arah supir dan berteriak “Cepatt!!. Apa yang kamu pikirkan, kapan kita akan sampai pelabuhan jika kau mengemudi selambat ini” Pria itu mencekik leher supir bus, terjadi perkelahian di ruang kemudi bus “Hentikan!!!!, Apakah kau sudah gila” Bus berjalan oleng dan semua penumpang berteriak histeris “Tolong!!” “Tolong!!” “Hentikan bus ini”
Kernet tadi memukul pria besar itu dan mendorongnya kembali ke belakang dibantu beberapa penumpang pria dalam bus. “Apa kau sudah kehilangan akal, tindakanmu bisa membunuh kita semua” kata kernet itu. “Baik aku akan tenang tapi tolong percepat laju bus ini” jawab pria besar itu sambil memohon dengan wajah panik. Menurut saya ia tidak berniat membuat keributan dan melukai siapapun, namun sesuatu yang besar sedang terjadi dan membuat dia harus secepatnya sampai pelabuhan.
Aku terus memperhatikan pria besar itu sambil ketakutan. Bus kembali berjalan normal “Tenang semua tidak ada yang akan terluka, silahkan kembali duduk di tempat masing masing dengan tenang” kata kernet bus sambil menenangkan penumpang.
Waktu menunjukkan pukul 3 dini hari, pria besar itu terlihat terduduk lesu di belakang sambil memegangi kepalanya, dia terlihat sangat frustasi dan panik sambil sesekali memeriksa telepon selulernya. Kemudian teleponnya kembali berdering, keributan kembali terjadi “Jangan lakukan itu, aku akan membunuhmu, bangsat!!!”. “Jangan!!!, Aku mohon jangan lakukan itu” Entah apa yang ia dengar di telepon selulernya saat berbicara. Tiba tiba ia menangis dan berteriak “Tidakkk!!!” “Aku akan membunuhmu”
Ia kemudian berlari ke depan menuju ruang kemudi bus sambil mengeluarkan sepucuk senjata api dari dalam celananya dan menodongkan pistol itu ke kepala pak supir “Tambah laju bus ini keparat, atau kuledakkan kepalamu!!” Para penumpang histeris dan tidak ada yang berani mendekatinya, seseorang di kursi belakang memegang ponselnya dan saya pikir ia mencoba menghubungi polisi, namun pria besar itu melihat kemudian mengarahkan senjata ke arahnya “Jatuhkan ponselmu, atau kepalamu akan meledak” “Tidak boleh ada satu orang pun yang menelpon polisi” “Semua ambil ponsel kalian dan lemparkan ke arahku”
Semua penumpang dan saya kemudian melempar ponsel ke arahnya. Setelah itu sepanjang perjalanan pria besar itu menodongkan senjata ke kepala pak supir dan para penumpang meletakkan tangan di sandaran depan kursi, ia persis seperti perampok yang sedang merampok bus ini. Bus berjalan bagai kilat, saya dan penumpang lain takut namun tidak dapat berbuat apa-apa. Pak supir terus tancap gas mengikuti kemauan pria itu dan pistol masih ditodongkan di kepalanya.
Telepon selulernya kembali berdering seperti biasa ia penuh kemarahan dan panik menjawab telepon itu “Apa yang sudah kau lakukan pada mereka bangsattt!!, Aku akan membunuhmu!!” “Aku akan segera tiba di pelabuhan, jangan menyentuh mereka atau kau akan mati” “Ya aku akan datang sendiri, tidak akan ada polisi”
Ia kemudian berjalan ke belakang untuk mengambil tasnya di belakang sambil menodongkan pistol, terlihat ia mengambil beberapa pucuk senjata lagi dan peluru dari tasnya. Kemudian kembali ke depan dan kembali menodongkan pistol ke kepala pak supir agar ia mengemudi dengan cepat.
Saat berjalan ke depan ia menjatuhkan sesuatu dari sakunya, diam diam aku mengambilnya aku terkejut melihat tanda pengenalnya, disana tertulis nama Jenderal Jhon, ternyata ia adalah seorang tentara dengan pangkat yang tinggi, tak heran ia memiliki senjata api. Namun aku masih bingung mengapa seorang tentara melakukan pembajakan bus seperti ini.
Waktu menunjukkan pukul 5 pagi, dan bus sudah tiba di pelabuhan, bus sampai 3 jam lebih cepat dari perkiraan karena bus terus tancap gas dan pak supir ditodongkan senjata oleh Jenderal Jhon.
Setibanya di pelabuhan Jenderal Jhon berlari keluar dan para penumpang termasuk saya juga keluar, suasana disana tidak kalah mencekam dari keadaan dalam bus. Pelabuhan masih sangat sepi, belum ada aktivitas yang terlihat disana, namun terlihat mayat seorang wanita terkapar di jalan, dan seorang anak perempuan yang masih berusia dua tahun duduk di sampingnya sambil menangis. Jenderal Jhon berlari ke arah mereka sambil menangis dan memeluk mayat wanita itu dan anak perempuan yang terus menangis di sampingnya “Tidakkk!!!” “Aku tidak akan mengampuni kalian semua, anjingg!!” “Aku akan membalas kalian semua” Jendral Jhon tak berhenti menangis, para penumpang hanya melihat mereka dan tidak melakukan apa apa.
Ternyata mayat wanita itu adalah mayat istri Jenderal Jhon dan anak itu adalah anaknya. Ia melihat sekeliling sambil mengisi peluru dalam pistolnya dengan penuh amarah “Keluar kalian pengecut” “Kalau berani hadapi aku” “Aku tidak akan mengampuni semua yang mengusik keluargaku”
Ia kemudian melihat 5 orang di belakang mobil box hitam yang terparkir tidak jauh dari mayat istrinya. Suasana berubah seperti medan perang, para penjahat itu melepaskan tembakan begitu juga dengan Jenderal Jhon. Semua penumpang bus berlindung dan berteriak histeris. Baku tembak terus berlangsung.
“Dorrr, dorr, dorrr” Senjata mereka terus menembak sampai akhirnya tidak terdengar lagi suara tembakan. Kelima penjahat yang membunuh istri Jenderal Jhon tewas dan Jenderal Jhon masih hidup meski menerima beberapa tembakan meleset di bagian lengannya. Ia benar-benar seorang prajurit tangguh, namun masih jadi tanda tanya apa yang terjadi padanya dan keluarganya.
Ia kemudian memeluk anaknya dan menggendongnya beranjak dari tempat itu. Tak lama kemudian polisi datang ke lokasi dan mengamankan tempat kejadian serta meringkus Jenderal Jhon.
Ternyata sebelum berangkat menaiki bus untuk pulang ke rumah di dekat pelabuhan, Jendral Jhon baru saja menjalankan tugas menangkap gembong narkoba di kota dan bos pengedar narkoba tersebut tewas di tangan Jenderal Jhon dalam operasi penangkapan. Anak buah bos pengedar narkoba itu kemudian ingin balas dendam atas kematian pimpinannya dan kemudian menyandera anak dan istri Jenderal Jhon, dan mengancam akan membunuhnya ketika Jenderal Jhon dalam perjalanan pulang. Orang orang yang menghubungi Jendral Jhon di dalam bus adalah para penjahat yang menyandera istri dan anaknya. Suara yang didengarnya di telepon yang membuat ia menangis dan penuh amarah sehingga menodongkan pistol ke kepala pak supir adalah suara tembakan dan jeritan istrinya yang sudah ditembak para penyandera hingga tewas. Itulah yang membuat Jendral Jhon panik dan tidak bisa berpikir jernih ketika dalam bus. Ia melakukannya untuk secepatnya menemui istri dan anaknya dan menyelamatkan mereka.
Akhirnya Jendral Jhon Juga dipenjara karena perbuatannya di dalam bus, ia benar benar rela melakukan apapun demi menyelamatkan keluarganya.
Cerita Jendral Jhon ini benar benar mengharukan, aku akhirnya membatalkan perjalanan menyeberang ke pulau untuk mencari inspirasi cerita. Aku akan kembali ke kota dan menerbitkan cerita Jendral Jhon dalam misi penyelamatan keluarganya ini. Aku tidak tahu apakah tindakan Jendral Jhon benar atau salah, yang aku tahu dia adalah sosok yang melindungi keluarganya apapun yang terjadi. Ini adalah Kisah Jenderal Jhon sosok yang melakukan segala cara untuk melindungi keluarganya.
Cerpen Karangan: Mateus Berinando H. Hutahayan Facebook: Matius Berinando