Orangtua, ibu terutama, tidak akan pernah senang melihat anaknya menganggur. Menganggur yang kumaksud disini bukannya tidak memiliki pekerjaan tetap yang menghasilkan uang. Tapi menganggur dalam arti, hanya di rumah saja dan tidak melakukan pekerjaan apa-apa.
Entah kenapa, ibu selalu datang disaat yang tidak tepat. Ketika anak kebetulan sedang tidak melakukan apa-apa, ibu akan datang dan berkata “punya anak nggak ngerti kerjaan! gak bisa bantu apa-apa! Semua-mua disini mama, apa-apa mama!”. Ketika anak sedang bekerja, sepertinya ibu sedang berbelanja, ke Pluto. Padahal jika mau dilihat dengan seksama, rumah sudah beres dan tinggal tidur saja.
Saat ibu tidak ada, si anak ini sudah merasa melakukan kewajibannya. Mulai dari menyapu, mengepel lantai, mencuci piring, mengangkat jemuran, menyiram tanaman, mengelap meja dan pajangan, bahkan membersihkan sarang laba-laba di pojokan (tempat paling kecil kemungkinannya untuk dilihat). Semua sudah diusahakan untuk dibersihkan. Semua dipastikan sudah dikerjakan. Tapi masih saja ada yang lolos dari perhatian.
Entah mengapa selalu ada pekerjaan baru ketika ibu tiba. Padahal tadinya semuanya sudah selesai dan baik-baik saja. Dari kalender yang belum dibalik, sampai anak kucing tetangga belum disekolahkan jadi masalah baru jika berhadapan dengan ibu.
Terkadang di kesalahan yang sama, akan berbeda jadinya jika ibu yang melakukan dengan jika anggota keluarga lain yang melakukan. Contohnya, adik menendang gelas di lantai, ibu akan muncul entah dari mana (perasaan tadi tidak ada) sambil mengacungkan kemocengnya dan berkata “jalan tuh pakai mata! tahu ada gelas di sana, tapi tetap ditendang juga!”. Coba jika ibu sendiri yang menendangnya, kalian tahu bagaimana responnya? Mari kita menerka-nerka. Hmm, kira-kira seperti ini jadinya, “siapa yang naruh gelas disini? Gelas tempatnya bukan di sini! Kakak, coba tumpahan ini dibersihkan, main hp teross! Adik, gelasnya dikembalikan dan dicuci sekalian, jangan lari-larian terus kerjaannya! Ayah, jangan jadi patung kura-kura di pojok sana!”. Satu keluarga bisa kena semprot semua. Padahal si ayah dan si kakak tidak tahu apa-apa. Si adik juga tidak sengaja. Dan kadang yang lebih miris lagi, ternyata ibu sendiri yang meletakkan gelasnya di sana, di tempat yang ‘katanya’ tidak seharusnya.
Bicara tentang emak-emak, nampaknya akan ada banyak hal yang bisa dibayangkan, maupun yang tidak akan pernah terbayangkan. Sen kiri belok kanan, adalah salah satu hal yang sudah mendapatkan perhatian di seluruh dunia. Emak-emak Indonesia, galaknya melebihi macan dan singa. Kebanyakan orang tidak ingin terlibat masalah dengannya, mending cari aman saja. Bahkan banyak juga yang setelah menikah, kasusnya malah suami yang takut dengan istrinya. Mungkin takut tidak akan dikasih… makan xixixi.
Tapi meskipun begitu, ibu adalah orang yang paling berjasa di seluruh dunia. Ya meski bukan sungguhan untuk dunia, tapi untuk keluarga. Karena bagi seorang ibu, keluarga adalah dunianya yang harus dijaga kesehatannya, keutuhannya, kedamaiannya. Sayangi ibu sepenuh hati, sebagaimana dia menyayangi kita dengan segenap jiwa dan raga. Masalah sifat-sifat yang menjengkelkan, nyatanya bukan hanya ibu saja yang demikian. Semua manusia memiliki sifat menyebalkan dalam dirinya, hanya saja sisi yang menyebalkan itu dalam diri tiap orang berbeda-beda. Juga tergantung kondisi, situasi, dan posisi.
“Riii, serbetnya kok belum dicuci??” Ahh itu ibuku, memanggil dari dapur. Serbet compang-camping yang telah menemaninya masak bertahun-tahun sudah kusuruh untuk dibuang saja, tapi tidak mau. Katanya, “ini masih bagus kalau dicuci. Kamu sih, jorok!”. Lagi-lagi aku lagi. Ya sudah, aku akan mencucinya sekarang sebelum dunia terlanjur kiamat.
Cerpen Karangan: Wuri Wijaya Ningrum Blog / Facebook: Wuri W Ningrum Wuri W Ningrum – masih sama seperti sebelumnya. Setiap hari dihadapkan dengan masalah-masalah yang seperti pada umunya, tapi tetap saja tidak terbiasa. Masih berada di tahap Quarter Life Crisis yang meresahkan, sekarang ditambah dengan Money Crisis juga. Yang penting tetap menulis saja.