Raya, gadis remaja yang begitu menyukai senja. Hampir setiap harinya tidak sedikitpun ia pernah absen dari kegiatannya mengamati cakrawala yang mulai tenggelam tergantikan malam. Sangking fokusnya Raya pada sebuah buku kecil yang sedang dibacanya, tanpa sengaja Raya mengabaikan panggilan dari ibundanya. Ia masih tetap asyik membaca, hingga sebuah tangan merapas bukunya dengan tiba-tiba.
“Bunda.” Panggil Raya sambil menatap mamanya dengan muka yang terkejut. “Kamu ya, Ay. Bunda panggil-panggil sampai suara Bunda habis nggak nyaut sama sekali” Gerutu Bundanya Raya. “Maaf, Bun. Aya nggak ngedenger kalau Bunda manggil Aya tadi.” “Gimana mau denger telinga kamu aja kesumpel buku.” “Ih, Bunda. Aya kan sudah minta maaf.” “Temenin adekmu ngerjain PR nya sana, Bunda mau belanja sebentar di toko Mbok Ijah.” “Okee” “Jangan berantem!” Peringat Bunda Sita, Raya hanya menyengir.
Raya langsung saja menjumpai adeknya di ruang tengah. Dengan mengagetinya. “Dorrrrr.” “Setannn.” Tanpa merasa bersalah Raya langsung saja duduk disamping Rere dan menlanjutkan membacanya. Rere mengamatinya jengkel, ingin sekali ia melempar bukunya ke arah Raya.
“Dasar jailangkung.” Raya tidak sedikitpun terusik dengan suara Rere yang terus mendumel. Karena tidak ada respon dari Raya, akhirnya Rere memilih melanjutkan mengerjakan PR nya.
“Kak, Aya.” Panggil Rere tiba-tiba. “Apa?” “Kak Aya kan suka banget tuh sama senja, tentu tau dong jawaban dari pertanyaan soal Rere.” “Apaan tuh?” “Disini tertuliskan, Apa itu senja, mengapa pula pelangi bisa terjadi? Rere membacakan soal yang tertera pada bukunya. “Rereeee, yang bener kalau baca soal.” “Aku sudah bener kok bacanya.” “Tadi bilangnya senja, kenapa malah jadi pelangi. Yang bener yang mana, senja atau pelangi?” “Senja, tapi aku juga pengen tau proses terjadinya pelangi kak. Sekalian aja aku tanya sama Kak Aya.” “Nih, baca sendiri.” Raya memberikan buku yang barusan dibacanya kepada Rere. “Emang jawabannya ada disini, Kak?” tanya Rere yang bingung. “Iya, di buku itu ada jawaban yang barusan kamu tanyakan.” Jelas Raya. “Tapi, aku maunya Kak Aya yang ngejelasin.” “Ih ribet banget kamu, dek.” “Kalau kak Aya tidak mau, nanti aku aduin ke Bunda.” “Aduin teruss.”
Akhirnya Raya menyerah, ia menjelaskan sedikit demi sedikit kepada Rere. “Dengerin baik-baik ya, Re. Senja itu pembatas antara siang dan malam, yang ditandainya dengan matahari yang mulai tenggelam di ufuk barat. Seperti yang sering kaka liatin ke kamu kalau pas lagi sore itu loh, itulah yang namanya senja. Re.” “Yang warnanya kayak oren-oren merah itu kak?” Tanya rere memastikan. “Iya, betul sekali. Mending kamu baca dulu buku yang barusaan kakak kasih ke kamu, nanti kalau masih tidak paham baru kak Aya jelasin deh. Kak Aya ngantuk banget nih, mau tiduran bentar yaa.” “Okedeh, tapi janji dijelasin yaa.” Raya sudah terlelap, ia membaringkan tubuhnya di sebuah sofa panjang. Rere yang melihatnya hanya acuh. “Dasar Kebo.” “Re, Baca bukunya.” Suara Raya yang terdengar tiba-tiba menganggetkan Rere. “Eh, Iya.”
Duduk bersila dengan memeluk sebuah boneka beruang besar, mungkin posisi yang nyaman untuk Rere membaca buku. Ia mengeluarkan suaranya yang keras demi bisa memahami setiap yang ia baca, hingga Raya yang tertidur merasa sangat terganggu. “Senja adalah waktu dimana cakrawala mulai meninggalkan tempatnya dan disusul oleh gelapnya malam.” Rere membuka lembar halaman selanjutnya, disana terdapat gambar pelangi. “Ini nih yang aku cari.” “Pelangi, adalah suatu fenomena akibat dari pembiasan cahaya yang berasal dari percikan-percikan air hujan yang kemudian membentuk sebuah busur dengan jumlah warna yang berbeda-beda.” Rere berhenti sebentar, ia tidak mengerti apa itu yang dinamakan pembiasaan. Ia berfikir untuk bertanya kepada Raya.
Rere berjalan memutari meja yang ada di depannya untuk sampai di sofa tempat Raya tidur. “Kak Aya…” Rere menggoyang-goyangkan tubuh Raya, “Kak..Rere mau tanya.” “Tanya apa?” Kata Raya yang masih dengan posisi tidurnya. “Kak Aya bangun dulu napa sih…” “Aih, bisa nggak sih sehari saja kamu nggak ganggu, Re.” Bentak Raya, yang terbawa emosi. Rere diam, perlahan air matanya menetes membasahi pipinya yang sedikit gembul. Dilemparnya buku itu kepada Raya dan ia berlari menuju kamarnya dengan membawa semua peralatan belajarnya. “Aduh, Kelar sudah hidupku kalau sampai Rere ngadu sama bunda.” dengan perlahan-lahan Raya melangkahkan kakinya menuju kamar Rere.
“Dek, Kak Aya minta maaf. Kak Aya nggak maksud ngebentak kamu tadi.” Suara Raya dari balik pintu kamar Rere. Pintu terbuka, dan muncul Rere dari balik pintu. Ia melewati Raya begitu saja. “Dek…” Panggil Raya setengah berteriak. Rere berhenti, ia sedikit menoleh ke arah Raya. “Pembiasan” Setelah mengatakan itu, Rere melangkahkan kakinya menuju dapur, ia mengambil sebotol air minum dingin dan kembali lagi menuju kamarnya.
“Ngapain?” Tanya Rere yang melihat Raya sudah duduk aneng di pojokan kasur milik Rere. “Kak Aya jelasin.” Rere ikutan duduk, sebelumnya ia meminum sedikit air dalam botol yang diambilnya dari kulkas. “Pembiasaan itu sama seperti pembelokan yang artinya perubahan arah rambat cahaya dari medium satu ke medium lainnya.” “Sekalian jelasin terjadinya pelangi, Rere tadi belum sempet baca.” “Mudahnya, kamu pernah lihat hujan namun cuaca masih tetap panas kan? Nah itu namnya pembiasaan. Karena adanya pembiasaan cahaya itulah pelangi bisa terjadi, cahaya matahari yang dibelokkan akan berpindah tempat ke arah yang lain dari perjalanan satu medium ke medium yang lainnya.”
Raya mengehentikan penjelasannya ia merasa haus, hingga botol yang dipegang Rere dirampasnya dan meminumnya hingga tidak bersisa. Rere melihatnya acuh. “Lanjut cepetan kak.” “Udah selesai, Re.” “Masa gitu doang.” “Kak Ay, bingung mau ngejelasinnya bagaimana. Besok kak Ay beliin buku yang lebih jelas buat kamu pahami dan baca sendiri.” “Janji?” “Janji. Tapi jangan bilang sama bunda soal yang tadi.?” “Tergantung nanti.”
Raya meninggalkan Rere di kamarnya dan ia kembali lagi ke kamarnya sendiri untuk mengambil sebuah kotak kado untuk adek kesayangannya Rere. Seminggu yang lalu, Raya berjanji untuk memberikan kado kalau ia bisa menghafalkan surat yang waktu itu Raya berikan untuk di hafal, dan ternyata Rere sudah menghafalkannya dengan benar.
“Dek, Kak Ay ada sesuatu buat kamu.” Raya memberikan kotak itu pada Rere. Dibukanya kotak kecil itu oleh Rere, seketika matanya membola. Ia terkejud, sebuah Al-Quran yang selama ini ia minta untuk hadiah ulang tahunnya telah ia miliki sekarang. Dengan terurai air mata ia memeluk Raya sembari mengucapkan terimakasih.
“Kak Ay, kok tau kalau Rere lagi pengen yang ini?” “Kak Aya asal milih aja, dan menurut Kak Ay itu bagus buat kamu yang suka bunga.” “Ini bukan buat nyogok yang tadi kan?” selidik Rere. “Bukan, itu hadiah dari Kak Ay karena kamu sudah lulus hafalan yang waktu itu.” “Rere bakalan simpen ini baik-baik, kak.” “Dibaca Rere, biar dapet pahala. Biar kamu juga tambah pinter yaaa.” Rere hanya tersenyum melihatkan gigi-giginya yang rapi.
Cerpen Karangan: Siti Qodiriyah Jejak bisa di temukan di akun Instagram @diyahzfq__ dan alamat gmail qodiriyahs[-at-]gmail.com. “Kau tau mengapa saat kau menatap langit hatimu merasa damai dan tenang? Sebab, ketika yang dibumi tidak lagi peduli denganmu, yang dilangit masih sangat menyanyangimu dan akan selalu ada ruang untukmu mengadu Kepada-Nya.” -diyah
Cerpen ini dimoderasi oleh Moderator N Cerpenmu pada 25 April 2021 dan dipublikasikan di situs Cerpenmu.com