Namaku Zanna Kirana, aku berasal dari keluarga yang cukup sederhana. Tinggal di desa merupakan suatu kesialan bagiku. Aku benci dengan desa, aku benci dengan tempat tinggalnya, aku benci orang-orangnya pokoknya aku tidak suka di desa yang aku tinggali sekaranng. Aku sempat berpikir untuk pergi jauh namun tidak kulakukan.
Suatu hari ada keluarga yang ingin mengangkatku menjadi anak mereka, seketika jantung hatiku membara luar biasa karena mereka dari keluarga kaya. Tanpa kusadari aku langsung keluar dari kamar dan menyetujui permintaan mereka, tanpa berpikir panjang bagaimana perasaan orangtuaku saat aku mengatakan setuju.
Kupandang wajah mereka dengan hati bersalah, wajah yang selama 18 tahun membesarkanku, yang mengajariku cara berjalan, berbicara dan lain sebagainya. Mereka terlihat sangat hancur ketika melihat reaksiku yang berlebihan.
Tanpa lama-lama akhirnya orangtuaku mengizinkan aku diangkat oleh orang kaya tersebut. Kemudian hatiku tersentak dan terasa sesak tak tertahan. Aku bingung dengan jalan pikiranku, awalnya aku sangat bahagia namun akhirnya aku menyesal. Akupun berpamitan dengan Ayah dan Ibuku, mereka memelukku dan menciumku seakan-akan hati mereka berkata jangan pergi dan hatiku juga berfikiran sama. Tapi apa daya aku telah diangkat oleh mereka.
Setelah hari kelulusan tiba aku merasa bimbang dan tidak tahu jalan hidupku, bingung antara kuliah atu kerja. Tapi pada dasarnya aku ingin langsung bekerja tanpa harus belajar lagi. Batinku berkata cukup sudah 12 tahun untuk belajar. Sekarang yang ada dalam pikiranku hanya duit, duit dan duit karena menurutku dengan uang aku bisa melakukan apapun dan aku mampu membeli apapun yang aku mau dan aku bisa membeli semua hinaan orang-orang terhadapku.
Malam harinya kulangkahkan kakiku dengan keraguan dan rasa takut, kuhampiri Ayah dan Ibuku yang sedang berbicara. Kemudian aku bersandar di pangkuan ayahku sambil ayah mengelus-ngelus rambutku.
“Ada apa nak?” ujar ayah “Tidak apa-apa yah, aku hanya ingin dipangku ayah” ujarku. “Tidak biasanya, coba ceritakan ada masalah apa” kata ibuku. “Aku ingin merantau keluar kota bu, aku ingin bekerja supaya bisa membantu keuangan kita”. “Tapi ayah ingin Zanna kuliah, supaya bisa menaikkan derajat ayah dan ibu supaya tetangga kita tidak mengolok-olok kita dan merendahkan kita.” Ujar ayahku. “Tapi kita tidak punya biaya” sahut ibu dengan nada pelan. “Masalah biaya jangan dipikirkan”. ujar ayah. “Ayah bisa minjam sana sini, asalkan anak kita kuliah”, lanjut ayah. “Aku tidak ingin kuliah bu, aku bosan bermain dengan akademi, aku jenuh dengan belajar. Aku ingin seperti orang diluar sana yang memiliki banyak uang.” Kataku “Ayah dan ibu tidak mau tahu, yang penting Zanna kuliah. Jika Zanna ingin keluarga kita dihina terus menerus maka ikuti kata hati Zanna.” ucap ayah.
Kemudian ayah dan ibu meninggalkanku di ruang tengah dengan hati kesal. Hatiku seketika hancur, harapanku pupus tak bertujuan. Aku berfikir orangtuaku menghalangi kesuksesanku. Dengan berat hati kutemui kembali ayah dan ibuku.
“Yah aku mau kuliah” Sontak ibu dan ayahku merasa bahagia, akhirnya aku kuliah sesuai dengan keinginan mereka. “Mau ambil jurusan apa nak?” Ucap ayah. “Zanna ingin jurusan agribisnis yah, zanna ingin jadi pengusaha” “Kenapa tidak jadi guru saja itu kan pekerjaan yang mulia dan terpuji” Jawab ayah. “Tapi zanna ingin jadi pengusaha yah, bukan jadi seorang guru, zanna sama sekali tidak mencintai profesi itu, zanna benci guru ayah”. “Terserah zanna, ayah hanya memberi pilihan, keputusan tetap berada di tangan zanna, ayah dan ibu hanya bisa berdoa dan mendukung zanna selalu. “Makasih banyak untuk ayah dan ibu, yang sudah mendukung zanna”. “Ia sama sama.” ujar ayah dan ibu.
Pada bulan mei kucoba mengikuti ujian SBMPTN yang pesertanya ribuan jiwa, seketika niatku pudar dan harapanku pupus. Perlahan-lahan kulangkan kakiku menuju ruangan tersebut kuhampiri seseorang yang tidak kukenal dan aku pun duduk di sebelahnya, tidak lama kemudian pengawas masuk ke ruangan kami.
“Selamat pagi para pejuang SBMPTN” ujar pengawas. “Pagi pak” sahut peserta lainnya. “Baiklah sudah siap? Siapkan semua peralatannya, dan jangan lupa berdoa supaya di perlancar oleh yang maha kuasa.” ujar bapak pengawas. “Baik pak”. jawab peserta
Kemudian bapak pengawas berjalan langkah demi langkah menuju meja setiap peserta dan membagikan kertas ujian. Kuraih penaku dan kumulai mengisi biodata dengan lengkap. Pada saat mengisi jurusan yang diambil, aku membuat pilihan pertama di universitas Negeri Medan dengan jurusan Agribisnis dan pilihan kedua di universitas jambi dengan jurusan politik. Besar harapan aku lulus di UNIMED dengan jurusan yang aku inginkan dan aku tidak mengharapkan sedikitpun untuk lulus di universitas jambi.
Selesai ujian aku pulang ke rumah dan menghampiri ibuku. “Bagaimana ujiannya? berhasil kan?” ucap ibu. “Sedikit susah bu, soalnya diluar jangkauan zanna.” “Tidak masalah, yang penting zanna sudah mencoba” jawab ayah dari belakang. “Seandainya zanna tidak lulus, ayah dan ibu tidak kecewa kan sama zanna?” “Itu tidak akan terjadi”. ucap ayah dan ibu, “gagal itu biasa, yang penting sudah berusaha”. sahutnya lagi.
Akupun bergegas meninggalkan ayah dan ibu lalu pergi ke kamarku. Malam itu kurasakan kasih sayang yang luar biasa, ternyata aku salah dalam menilai mereka, merekalah yang tulus yang menyayangiku namun selama ini aku tidak menyadarinya.
Hari-hari pun berlalu dengan sangat cepat, tanpa kusadari hari ini adalah hari dimana pengumuman kelulusan SBMPTN diumumkan. Dengan hati yang bimbang dan tak percaya akupun melihat surat pengumuman dan akhirnya, hatiku hancur bahkan sangat hancur. Dan tanpa kusadari air mataku menetes, hatiku memikirkan bagaimana reaksi ayah dan ibuku ketika mendengar bahwa aku tidak lulus dalam ujiaan tersebut.
“Zanna tidak usah menangis, ini hanya satu kegagalan masih banyak peluang yang lebih besar menunggumu, kita akan berjuang bersama lagi”. Ujar Wina sembari dia menenangkanku.
Dengan kecil hati aku berdiri dan melihat teman-teman lainnya. Ada yang menangis karena bernasib sama denganku dan ada yang tertawa bahagia karena kelulusannya. Tapi aku tidak peduli, dalam hati aku berkata “aku akan mencobanya lagi”.
Tepat pukul 02. 00 WIB aku dan temanku Wina pergi ke suatu tempat untuk menenangkan pikiran sejenak. Kami melakukan hal-hal konyol dalam sehari tersebut, tanpa kami sadari malam telah tiba. Dan kami memutuskan untuk pulang ke rumah masing-masing.
Tuk… tuk.. tuk… suara pintu “Zanna pulang” “Bentar” sambil membukakan pintu “Ibu mana yah? tumben bukan ibu yang membukakan pintu”. “Iya, ibumu sudah tidur. Kepalanya sedikit pusing. Jadi ibu tidur lebih awal”. “ohh, yaudah yah. Zanna juga mau istirahat. Mau tidur. Cape”. sambil menuju kamar “Okay. Selamat malam. Istirahat yang cukup, besok bangun pagi karna ibumu sakit.” Ucap ayah “Siap yah”
Kring… kring… alarm berbunyi Tapi aku tidak terbangun juga. Beberapa kali aku mematikan alarmku, tanpa kusadari jam sudah menunjukkan pukul 08.00 WIB. Dan ternyata ibuku sudah menyiapkan semuanya. Aku merasa tidak berguna, bahkan dalam keadaan sakit pun aku membiarkan ibuku bekerja. Aku berjalan menuju ayah dan ibu yang sudah menyiapkan sarapan dengan jiwa yang setengah sadar.
“sudah bangun nak?” tanya ibuku “hehe.. ia bu. Maaf, Zanna kesiangan”. “Zanna kan tidak pernah bangun pagi”. Ucap ibu sambil tertwawa “ibu bisa aja” sambil duduk disamping ibu
Selesai makan ayah langsung menanyakan hasil ujian kemarin. Dengan banyak alasan aku mengalihkan omongan ayah, namun aku tidak berhasil. Dengan terpaksa aku harus mengatakan yang sebenarnya kepada ayah, walaupun menyakiti perasaan mereka.
“Zanna tidak lulus yah” sambil menunduk “kok bisa. Zanna kan anak yang pintar rajin pula, kok tidak lulus.” tanya ayah Ibu hanya terdiam sambil memandangku. Mungkin ibu tidak ingin menyakiti perasaanku. Dia hanya tersenyum tipis kepadaku. “itu tandanya zanna tidak ditakdirkan kuliah yah” jawabku. “pokoknya Zanna harus kuliah. Mungkin bukan di UNIMED tempat zanna kuliah, kan masih ada kampus lainnya..” “harus banget ya?” tanyaku “harus!” tegas ayah. “Ayah tinggal dulu, ayah mau kerja”. meninggalkan kami di ruang tengah.
Aku dan ibu berbincang-bincang di ruang tengah sambil memakan cemilan kecil. Dengan susah payah mengumpulkan keberanian, aku kembali mengungkit tentang bekerja di luar kota kepada ibu. Ibu pun langsung menjawab “huss… ngomong apaan sih. Zanna tidak ibu izinkan bekerja. Dunia terlalu besar untuk dilalui. Ayah kan sudah bilang zanna kuliah. Jangan membantah.” lanjutnya.
Bulan depannya ayah menyuruhku untuk mendaftar disalah satu kampus yang ada di Medan. Ayah menyuruhku untuk mengambil jurusan Bahasa Indonesia. Beliau berharap aku akan menjadi seorang guru yang berguna bagi orang lain.
Di awal-awal masa perkuliahan semuanya tampak biasa saja. Setiap hari kujalani dengan terpaksa tanpa dorongan tulus dari hati. Ketika dosen memberi tugas ya dikerjakan, disuruh membuat makalah ya dibuat. Disitu aku merasa layaknya seperti masih anak SMA.
Dimasa pertengahan semester aku mulai kesulitan, aku mulai merasa bahwa aku salah jurusan. Dimana dosen selalu memberi tugas menganalisis cerpen mengomentari, membuat karya ilmiah, berpuisi dan lain sebagainya. Semua hal tersebut adalah hal yang paling kubenci dan tak kusuka, aku mulai malas dan sering absen di kampus dan malas mengerjakan tugas.
Saat itu aku merasa begitu bimbang dengan jurusan yang aku ambil saat ini. Kebimbangan semakin bertambah kala ada orang yang menawarkan pekerjaan yang bergaji tinggi padaku, ada yang memintaku untuk berbisnis yang sesuai dengan bidangku dan tak hanya itu mereka menjanjikan honor yang yang luamayan menguntungkan. Saat itu mentalku benar-benar terasa hancur.
Pikiranku untuk keluar dan kembali ke jalur yang kuinginkan kini semakin besar, rasanya aku ingin mengakhiri kuliahku yang sedang kujalani saat ini. Tapi, jika aku berhenti akan terasa sangat sia-sia dengan waktu yang sudah kujalani. Tidak seharusnya aku membuang waktu dan biaya yang cukup besar begitu saja.
Terlebih betapa hancurnya perasaan orangtuaku jika dia mendengar bahwa aku ingin berhenti, mereka pasti sangat kecewa padaku. Akulah satu satunya harapan mereka dan aku tidak akan mengecewakan mereka.
Lalu bagaimana denganku? Bagaimana dengan masa depanku? Apakah aku harus mengorbankan masa depanku demi kebahagiaan orangtuaku? Haruskah aku diam saja dan mengikuti alur cerita ini? Saat itu pikiranku benar benar kacau. Aku benar benar tidak tau apa yang harus aku perbuat. Dan disaat saat seperti ini aku menghubungi teman dekatku, mungkin saja dia punya solusi untuk masalah yang kuhadapi saat ini.
Cukup lama aku menunggu, akhirnya dia datang juga ke rumahku. “Ada apa lo ngajakin gue ke rumah lo? Nggak biasanya,” tanya rina. “Aku bingung rin, kayaknya aku salah jurusan.” “Salah jurusan?” Rina terdiam sembari memandangiku. “Lalu, kenapa kemarin tidak ambil jurusan yang kau suka?” Tanyanya lagi. “Agribisnis” jawabku singkat. Dia hanya terdiam, sambil melihatku. “Aku merasa jurusan itu bukan duniaku rin. Aku merasa bidangku hanya di dunia bisnis. Aku tidak pernah mencintai jurusanku yang sekarang, sangat sulit rasanya untuk menyukainya.” “Terus, lo mau berhenti?”. “Rencananya sih gitu. Tapi…” “Tapi apa? Waktu? Biaya?” tanyanya. Aku hanya terdiam. Rina sepertinya memahami bagaimana suasana hatiku saat ini.
“kalo menurutku sih loe gak usah keluar. Coba pikirkan bagaimana hancurnya perasaan orangtuamu, biaya yang sudah kau habiskan selama ini, belum lagi waktu yang kau jalani dengan sia-sia tanpa hasil dan kau tidak merasa rugi gitu?” ucapnya lagi.
Pikiranku mulai mencerna kata-kata yang dilontarkan oleh Rina. Apa yang dikatakan rina benar-benar membuka jalan pikiranku. Bicara soal masa depan dimasa sekarang rasanya terlalu cepat. Karna tidak ada yang tahu masa depan kita kedepannya seperti apa. Mungkin ini adalah masa depan yang dipilih Tuhan untukmu. Jalani dan syukuri semua akan indah pada masanya.
Aku hanya terdiam tanpa bersuara. Apa yang dikatakan Rina sepenuhnya ada benarnya. Dan sekarang aku mulai yakin dan percaya diri bahwa salah jurusan bukanlah salah masa depan. Masa depan seseorang tidak akan tertukar dengan yang lain. Masalah besar ketika kita salah tujuan dan tidak ada tindakan untuk memperbaikinya. Dan akhirnya aku berusaha untuk mencintai dan memahami jurusan yang sedang kujalani saat ini.
Cerpen Karangan: Dela Sari Ginting Blog / Facebook: DE LA
Cerpen ini dimoderasi oleh Moderator N Cerpenmu pada 10 Mei 2021 dan dipublikasikan di situs Cerpenmu.com