Malam Rabu. Kalau orang-orang biasanya keluar ketika malam Minggu, maka tidak dengan keluarga Ressi. Ia dan ayah ibunya serta Nata, kini sedang menikmati makan malam bersama di salah satu restoran pecel lele yang sudah melegenda. Sebenarnya mereka masih menunggu keluarga Jeno untuk makan bersama. Entah apa yang ingin dibicarakan. Namun, berhubung Ressi sudah mengeluh lapar dan Nata memang harus banyak makan untuk menuruti keinginan janinnya, jadilah kedua anak perempuan itu makan duluan.
“Oh, itu.. Jaya!” Terdengar suara Ayah menyeru pada sosok paruh baya yang baru saja memasuki pintu. Ressi yang mendengarnya hanya menoleh sekilas lalu melanjutkan makannya. Dengan lirih ia bergumam, “Chala jaya jaya jaya jaya~” Nata yang mendengar dengungan lirik asal dari sang adik segera menegur Ressi dengan menapuk lengan kirinya lemah. Walaupun tidak dipungkiri, Nata menelan tawa ketika mendengar lagu dari adiknya itu. “Ya ampun maaf Sabto, tadi harus nunggu Sela dulu. Ternyata shift-nya digantiin temennya, gantian besok dia yang lembur,” ujar Papa menjelaskan sembari merasa bersalah. Ayah biasa saja, ia terus saja tersenyum-senyum sembari menyambuti anggota keluarga Papa yang lain. “Nggak papa, Jay. Maaf juga ini Adek sama Nata udah duluan makan. Kebiasaan makan banyak ya gitu,” kata Ayah sembari menunjuk pada kedua putrinya yang menunduk nafsu menghadap piring. Ressi hanya tersenyum hambar lalu melanjutkan makannya, sedangkan Nata masih dengan tata kramanya. “Iya, maaf Om. Perut saya dari tadi udah laper soalnya. Ehehe…” Mereka yang mendengar ujaran Nata ikut tertawa, sedangkan Jeno yang baru saja datang sudah mengambil tempat di samping Ressi, mendudukkan diri setelah sebelumnya menoyor kepala Ressi yang menunduk terlalu dalam karena sembari memainkan ponsel di bawah meja.
“Pacaran teross,” ejek Jeno lirih, tidak ingin mengganggu percakapan Mama dengan Nata dan Sela. Ressi melirik tajam, takut si abang bocor mulutnya. “Diem, ya, Bang! Gue aduin Mama kalau kemarin Abang ke club!” Jeno mendelik dengan ancaman Ressi. “Gue tuh kerja, ya, Dek..” rengek Jeno yang cukup keras, membuat Anto yang ada di samping Jeno menoleh. Siap dengan olokannya, Anto berdehem. “Lihat deh calon pasangan baru kitaa… Ihiiirr udah mesra duluan!”
Jeno dan Ressi menatap Anto dengan cengo. Tangan Jeno yang tadi mau mencubit lengan Ressi kini melayang di udara. Ressi yang sudah akan menghantam ponselnya ke arah Jeno juga terhenti, menyebabkan ponselnya terlepas lalu suara barang jatuh cukup keras seolah menjadi aba bagi keduanya. “APAAN??!!”
—
“Mama becanda ah.” “Ibu jan maen-maen dong!” Keduanya berujar hampir bersamaan kepada ibu masing-masing. Ayah baru saja menjelaskan tujuan makan malam bersama mereka malam ini. Rencananya, kedua keluarga akan menjodohkan Ressi dan Jeno yang sudah saling kenal sejak kecil. Belum terburu-buru untuk menikah, cukup tentukan tanggal tunangannya terlebih dahulu. Namun, bukan itu masalahnya.
“Jeno baru kerja belum ada dua tahun.” Ini Jeno. “Ressi masih kuliah tahun kedua.” Ini Ressi. “Kalian ‘kan Cuma tunangan, bukan nikah.” Ini Anto. “TAPI KAMI ‘KAN NGGAK SALING SUKA!” Ini keduanya, bersamaan, ngegas pula. Papa yang duduk di ujung meja menggeleng lelah. “Kami ini orangtua. Kami tahu kalau kalian sebenarnya saling suka satu sama lain. Jeno bahkan sering pergi malam-malam bersama Ressi-” “Soalnya kalau siang, Jeno kerja. Jadi bisanya malem buat quality time,” ujar Jeno menyanggah Papa. Namun, Sela malah menyahut, “Kalian bahkan perlu quality time?” “Aku yang minta, buat curhat yang loss bener-bener perlu ketemu. Makanya aku sering ngajak Abang pergi malem-malem,” kini Ressi yang memberi opini. Nata yang tepat di samping Ressi meraih tangan sang adik. “Kamu sering nginep di tempat Jeno, Dek,” ujar Nata lembut-khas Nata sekali. Ressi tidak akan sanggup menjawab, tapi Jeno bisa. “Aku tidur di ruang tamu tiap Adek nginep. Dia nginep Cuma mau liat stiker glow in dark yang ada di langit kamarku. Itu juga udah nggak sesering dulu, Kak. Adek nginep Cuma kalau lagi bener-bener capek.”
Ayah giliran menghela napas lelah. Dari tadi ia memang hanya diam mendengarkan yang lebih muda beradu pendapat untuk memojokkan kedua orang yang menjadi tersangka. “Kalau begitu, Jeno sama Adek maunya gimana? Sebenarnya tujuan kami ini Cuma agar kalian nggak terjerumus. Ayah percaya sama Adek, sama Jeno juga. Tapi, apa kalian tahu, bahkan hafidz Quran saja bisa tergoda. Ayah Cuma nggak mau kalian menyesal di akhir,” ujar Ayah yang membuat semua orang di meja tersebut cengo. Anto yang sudah akan menyuap makanan ke mulut saja sampai terdiam dengan mulut terbuka. Hanya ada satu pertanyaan di kepala masing-masing yang mana sama satu sama lain. “Ayah dapet hidayah apa gimana?” Jeno yang pertama kali sadar dari kecengoannya segera meyakinkan Ayah kalau yang ditakutkan para orangtua tidak akan terjadi. Ia dan Ressi mampu menjaga diri. Pintu kamar selalu terbuka lebar jika hanya mereka berdua di dalamnya. Masing-masing tidak akan berkunjung ke rumah satu sama lain jika di rumah tidak ada orang lain. Mereka akan mengurangi pergi bersama di malam hari dan memilih untuk saling berkunjung.
“Tapi, kami hanya ingin kalian tunangan… apa tidak bisa?” “TIDAK!” Lagi-keduanya, ngegas pula.
Pada akhirnya, para orangtua memberi waktu sebulan bagi Jeno dan Ressi. Apabila memang keduanya tidak ada rasa lebih dari saudara untuk satu sama lain, maka pertunangan tidak akan terjadi. Itu kesepakatannya.
“Kok jadi gini, sih, Bang?” Ressi dan Jeno berjalan di belakang yang lebih tua. Mereka masih bingung dengan cara pikir kedua orangtua mereka dan niatan perjodohan ini. “Gue juga bingung, Dek. Emang lu suka sama gue?” tanya Jeno yang dijawab ekspresi terkejut Ressi. “Yakali, Bang! Revo mau gue kemanain woy!” seru Ressi yang tidak terima. Jeno memukul kepala Ressi pelan. “Ya santai dong! Gue juga masih punya Lili.”
Kedua keluarga sudah berpisah di depan, kini tinggal Ressi dan Jeno. “Bang!” Panggil Ressi dengan uluran tangan. Jeno menatapnya bingung. Namun kemudian, ujaran Ressi memperjelas semuanya dan Jeno dengan mantap membalas uluran tangan Ressi. “Buat sebulan ini, ayo kita buktiin ke orangtua kita kalau kita emang bener-bener Cuma abang adek!” “Ayo, Dek!”
Cerpen Karangan: Sekar Pinestri
Cerpen ini dimoderasi oleh Moderator N Cerpenmu pada 15 Mei 2021 dan dipublikasikan di situs Cerpenmu.com