Tidak lama setelah ibu selesai menulis di lembaran kertas, ada ibu-ibu yang menghampiriku dia mengukur badanku menggunakan tali pengukur badan, sepertinya dia akan menjaitkan baju untukku, aku masi tidak mengerti mengapa ibu menjait baju untukku di sekolah, tidak bisakah menjait di rumah bu juju tetangga yang biasa tempat ibu menjait baju, banyak sekali ibu-ibu yang membawa anaknya dan kemudian badan anak itu diukur dengan tali pengukur seperti aku, akupun masi tidak paham, tidak lama setelah mengukur badan aku dan ibupun pulang, saat keluar dari gerbang sekolah ada banyak pedagang yang berjualan mainan, makanan dan minuman, sontak akupun menarik tangan ibu dan meminta uang untuk jajan, namun ibu hanya memperhatikanku dengan tatapan tajam kemudian tangannya mencubit tanganku dan tidak mengeluarkan sepatah katapun.
Namun aku mengerti kalo itu tanda tidak boleh, akupun langsung terdiam, saat itu ekonomi kami memang sedang sangat sulit ibu dan bapak selalu sensi jika kami minta uang untuk jajan, itulah alasanku mengapa jarang meminta uang untuk jajan karna selain di marahi pasti dicubit atau di pukul, rasanya sakit dan aku selalu menghindarinya, jadi lebih baik aku menunggu ibu dan bapak saja yang memberiku uang jajan tanpa aku meminta terlebih dahulu, sesampainya di rumah saat aku sedang asyik bermain orang lidi dengan teman dan adikku, aku tidak sengaja mendengar pembicaraan ibu dan tetanggaku bahwa tak lama lagi aku akan masuk sekolah dasar, akupun refleks berkata “yes akhirnya aku akan sekolah”
Sambil mengepalkan kedua tanganku dan memasang wajah dengan ekspresi penuh semangat yang tinggi, aku menunggu hari itu tiba, hari dimana aku bisa belajar dan bermain dengan teman seumuran denganku, sambil tiduran terlentang di bale kayu dalam rumah yang bapak buat sendiri dan memandangi langit atap rumah yang terlihat genteng yang berlubang dan sinar matahari bisa masuk, tak sabar rasanya untuk hari itu.
Hari yang kutunggu akhirnya tiba pagi-pagi sekali pukul lima pagi aku sudah bangun dan langsung mandi kemudian memakai seragam sekolah dasar, kuperhatikan diriku di depan kaca sambil tersenyum, mengikat rambutku sendiri dengan model dikuncir dua satu dikanan dan satu di kiri juga kutambahkan jepitan kupu-kupu kecil di ikatan sebelah kanan, tidak lupa untuk memakai bedak tabur milik adiku yang selalu kupikir bisa membuat wajahku menjadi putih, padahal baru ku pakai bedak, setelah keluar rumah bedaknya sudah hilang dan wajahku kembali hitam keeling, tapi tak apa itu tidak mematahkan semangatku di hari itu
Waktu telah menunjukan pukul 06.30 aku dan ibu bergegas berangkat sekolah dengan jalan kaki, karena jarak tempuh dari rumah ke sekolah hanya beberapa menit saja, setibanya di sekolah aku duduk di bangku dekat tembok deretan ke tiga aku duduk dengan temanku namanya novi, dia teman pertamaku di sekolah, dan teman pertama yang aku ajak berkenalan, sepanjang pembelajaran di kelas aku mengikuti dengan penuh semangat, karena terlalu bersemangat aku tidak memperhatikan teman-temanku bahkan belum berteman dengan yang lain selain novi, di tengah pelajaran aku mulai merasa bosan dan ingin cepat pulang, kuperhatikan sekitar ternyata dari awal masuk kelas sampai pulang ibu memperhatikanku di jendela kelas yang di cat namun di kerik menggunakan uang logam oleh ibu-ibu untuk melihat kegiatan anaknya belajar, kemudian aku melmbaikan tangan dengan senyuman kepada ibu menandakan aku sangat senang pada hari itu, namun ibu mengabaikannya seolah tidak tertarik, kemudian kutarik kembali senyumku dan menurunkan tangan secara perlahan sambil melihat teman-temanku yang melambaikan tangan kepada orangtua mereka dan dibalas dengan senyuman oleh orang tuanya bahkan ada yang mengacungkan ibu jari untuk anaknya seolah berkata “kamu hebat nak”, dan semenjak kejadian itu aku mulai mengetahui jika ibu memanglah sangat berbeda dari para orangtua yang lain.
Sepulang sekolah aku mencari ibu di tengah keramaian teman-temanku yang mencari orangtuanya juga, bahkan ada yang sampai menangis dan ngompol di celana, hingga aku berfikir teman-temanku sepertinya masi bayi karena mereka menangis dan ada yang ngompol, kucari ibu ke ujung sekolah sampai ke belakang sekolah ternyata ibu ada di warung seberang sekolah tanpa memberitahuku terlebih dahulu, kulihat ibu yang sedang makan gorengan dan es, tanpa berpikir panjang aku langsung berlari ke arah ibu, kemudian aku refleks bilang “bu aku mau jajan ini ya” sambil kuangkat satu bungkus snack kecil sambil tersenyum, lagi-lagi ibu tidak membalas senyumku tapi ibu menjawab dengan kalimat “makan di rumah saja ibu sudah masak” kutaruh kembali snack yang kupegang, dan saat dalam perjalanan pulang aku bertanya-tanya pada diriku sendiri sambil berbicara dalam hati “mengapa aku tidak boleh jajan, selalu tidak boleh, padahal aku jarang jajan, mengapa ibu tadi bisa jajan tapi aku tidak di perbolehkan padahal aku yang sekolah, dan kapan ibu masak sedangkan tadi pagi saja ibu tidak masak, dan ibu menemaniku di sekolah, bagaimana cara ibu masak”
Kupikirkan kalimat itu terus menerus hingga tak sadar sudah dekat dengan rumah, sampainya di rumah aku langsung mengerjakan PR tanpa membuka seragam dan sepatuku terlebih dahulu bahkan topi dan dasipun masih kupakai, karena aku masih nyaman dengan seragamku, selesai mengerjakan PR aku mengantung baju seragam dan berganti pakaian sehari-hariku, karena ibu bilang sudah masak jadi setelah ganti baju aku langsung ke meja makan, setelah kubuka penutup makanan ternyata tidak ada apapun hanya ada nasi putih, kuhampiri ibu di dapur yang tengah membuat kopi, kemudian aku menanyakan di mana masakan ibu, lalu ibu menjawab “GA ADA MAKAN, SIAPA JUGA YANG MASAK KAYA BAPAK KAMU NGASI UANG AJA” Dengan nada tinggi dan bentakan, kumelihat wajah ibu yang tampak kesal denganku, mataku berkaca-kaca tak tahan rasanya ingin menangis sejak dari aku melambaikan tangan dan senyuman di kelas kepada ibu yang mengungguku di luar kelas namun ibu tidak membalasnya, saatku tengah menahan tangis di hadapan ibu, ibu berkata “NANGIS NIH SAYA PUKUL KAMU” Ibu berkata dengan nada tinggi dan berjalan kearah tempat sapu seperti ingin mengambil sapu sebagai senjata untuk memukulku, kemudian aku menjawab perkataan ibu “ENGGA AKU CUMA NGUAP HOOOOAM” Jawabku tegas dan pura-pura menguap.
Aku pergi ke rumah nenek ibu dari ayahku dan menangis sejadi-jadinya di depan nenek, kuadukan ibu ke nenek tapi nenek tidak pernah memarahi ibu, kemudian nenek memberikanku nasi kotak yang ia dapatkan dari pengajian mingguan di masjid dekat rumah, kumakan dengan lahap, setelah makan aku mencari adiku yang tengah bermain masak-masakan dengan bahan tanah dan daun di samping rumah nenek yang terdapat rumah kosong, adikku dan teman-teman yang lain mengajakku untuk ikut bermain bersama, namun entah mengapa di hari itu rasanya aku tidak semangat untuk melakukan apapun, kemudian aku naik ke pohon coklat tempatku biasanya merenung, di pohon coklat aku sendirian, kurenungkan apa yang membuatku semangat di pagi hari saatku akan bergegas berangkat sekolah, saatku mengikuti pelajaran di kelas dan rasa sedih saat ibu tiadak membalas sapaanku di dalam kelas, saat ibu tidak memperbolehkanku jajan dan saat aku menanyakan masakan ibu di rumah yang ternyata ibu berbohong.
Tidak disangka air mataku sudah deras membasahi pipi kanan kiriku, kudengar dari kejauhan dari atas pohon kelapa ada 3 saudaraku dan beberapa teman mereka, 3 saudaraku lidiya, dwi dan devi, dan 3 temannya sifa, dian dan dwi yang satu lagi tapi beda orang, karena mendengar suara mereka dari kejauhan aku langsung refleks loncat dari pohon coklat, kakiku terbentur dengan makan almarhum kakek suami dari nenekku akupun refleks berkata “maaf abah aku ga sengaja” sSambil mengusap nisan kakek kemudian lari sekencang mungkin pulang ke rumah.
Mengapa aku mengindar dari mereka, karena aku malu, aku tidak banyak tau tentang film kartun yang sering mereka bicarakan karena di rumahku tidak ada tv dan aku hanya menonton tv di rumah tetangga itupun hanya beberapa menit saja karena aku dianggap pengganggu jadi tvnya dimatikan oleh pemiliknya, aku suka malu ketika mereka membicarakan kartun favorit mereka dan aku hanya terdiam, disaat mereka bisa jajan dan aku hanya diam, di saat kami bersama-sama makan di rumah nenek mereka yang makan dengan mie, telur dan ayam sudah kulihat mewah dibanding makananku yang hanya dengan sayur bening kadangpun dengan ikan asin atau kecap, bahkan dengan minyak jelantah bekas menggoreng ikan asin yang kemudian kuberi sedikit garam agar ada rasanya, aku malu akan hal itu, jadi aku memilih menghindar aku merasa tidak cocok dengan mereka padahal mereka tidak pernah merasa aku berbeda dengan mereka, namun aku tetap merasa malu dan tidak cocok.
Esoknya aku kembali bergegas untuk sekolah ini hari keduaku di sekolah, namun ibu tidak mengantarku lagi, ibu bilang aku sudah besar dan harus berangkat sekolah sendiri, akupun tidak merasa itu masalah untukku, akupun berangkat sekolah sendiri dengan dibekali uang seribu rupiah yang dimana di tahun 2006 uang seribu rupiah sudah bisa jajan dua macam jajanan, sesampai di sekolah aku melihat temanku yang masi diantar oleh orang tuanya dan aku tidak mempermasalahkan itu, aku mulai belajar dan di hari kedua sekolah aku mulai berkenalan dengan beberapa teman baru, dan di hari ketiga aku main ke rumah novi masi dekat dengan rumahku hanya beda kampung saja, aku, novi dan adiknya lisa kami mandi di sungai dekat dengan rumah novi, pertemananku tidak lama dengan novi hanya berjalan satu minggu, kemudian aku berteman dengan bella dan sumi kami satu kampung tapi baru bertemu di sekolah, pertemanan kami cukup lama dan tak jarang juga kami bermain bersama di rumah, kami suka main di kebun atu di penampungan sampah warga untuk bermain masak-masakan dengan bahan limbah masyarakat yang masi bersih tentunya hehe..
Tapi setelah kelas 3 SD bella pindah rumah dan pindah sekolah tanpa memberitahuku tapi dia memberitahu sumi bahkan sumi mengantar bella pindahan malam-malam, kemudian aku sedikit memikirkan apa aku berbuat salah sehingga bella tidak memberitahuku terlebih dahulu sebelum ia pindah rumah, tapi aku tidak mau memikirkan itu terlalu lama, aku dan sumi sudah kelas 3 SD aku mengenali semua temanku tapi aku hanya dekat dengan sumi, beberapa hari sumi kenal dengan lita teman sekelas juga dekat rumah kami, kami bertigapun berteman baik bahkan dengan satu kelas, aku sangat membenci kisahku di kelas ini, lita ternyata punya kakak namanya awaludin dia satu kelas juga dengan kami, awal ini anaknya nakal dan suka memukul teman, suatu ketika aku pernah di pukulnya habis-habisan karena aku memiliki trauma dipukul orangtua jadi aku tidak bisa berbuat apapun
Cerpen Karangan: Winda Erlita instagram: @windaerlita4 Jangan lupa follow instagramku @windaerlita4