Melisa datang menemui ibunya, ia berkata lirih takut jika ibunya memarahinya “Ma” Ibunya tak menjawab ia hanya menengok ke arah Melisa “Apakah benar Melissa punya kakak?” Ibunya tak menjawab hanya sedikit melotot karena terkaget “Ma?” “Iya anakku” “Mama apakah benar kakak meli ikut dengan papa” tanya Melissa lirih Ibunya tak bisa menjawab, ibu yang sedari tadi mengiris wortel menghentikan tugasnya, ia memalingkan wajah ke Melissa dengan serius lalu duduk di kursi dapur, ia menghela nafas, tak tahu apa yang hendak ia katakan
“Papamu sudah tiada nak, dan kamu tidak punya saudara, mama lah yang membesarkanmu” Melisa tampak tak puas dengan pernyataan mamanya, Gadis belia berumur kelas 2 SMP itu menarik baju ibunya, Melissa hendak menangis, tapi ibunya tahu Melissa hanya berpura-pura tegar.
Hening sesaat, Melissa tak tahu harus melanjutkan pertanyaan karena tidak sesuai yang dia harapkan. Ibunya tahu, ia menghela nafas, lalu dengan intonasi agak berat ia berkata “Sayang, mungkin sudah saatnya meli tahu” Sepertinya dadanya luluh bergetar namun ia pura pura tegar, lalu melanjutkan pernyataannya “Sebenarnya ibu berbohong kepadamu sayang selama ini” ibu Melissa menarik Melissa lalu mendekapnya, sambil mengusap rambut anak perempuan itu. Melissa hanya diam, tak bertanya lagi, menunggu kata perkata dari ibunya
“Mama sebenarnya cerai dengan papa kamu” Melissa berusaha tegar “Mama tahu mama salah, namun Meli harus dengerin mama” Di dalam dekap ibunya melissa mengangguk “Mama tak bisa bertahan hidup dengan papamu, papamu mencampakkan mama ketika mama mengandung meli” Ibu Melissa berusaha memilih kata kata yang menurutnya paling tepat agar gadis itu tetap baik baik saja
“Terus, kata om Ari papa lari dengan wanita lain?” Tanya Melissa Ibunya bergidik, om Ari adalah adik ipar dari kakaknya, tak sepantasnya pria tua lajang dari kecil itu berkata seperti itu pada anaknya, namun ini tugasnya untuk menjelaskan apa yang sebenarnya terjadi
“Melissa, mama mau bercerita, tenangkan hatimu sayang” ibunya menghela nafas “Saat hamil kamu beberapa bulan, Papamu waktu itu mabuk, papamu seorang pemabuk waktu itu, malam itu papamu mabuk berat, dia pulang ke rumah sambil meminta mama untuk menyerahkan sertifikat tanah dan semua perhiasan yang mama punya, mama tidak kasih waktu itu, tapi papamu malah membentak dan waktu itu mama disakitin oleh papamu” Ibu Melissa menerawang masalalu, kini ia sendiri yang harus memilih memori di kepalanya dengan hati hati agar tak terlalu sakit untuk mengingatnya
“Papamu menerobos kamar tempat menaruh semua perhiasan dan sertifikat tanah, mama kewalahan bahkan mama waktu itu yang sedang mengandung kamu terpelanting ke lantai” kata ibu Melissa “Akhirnya semua barang berharga yang mama kumpulkan berdua dengan papamu terampas habis, dan beberapa hari kemudian papamu pulang lagi mabuk dengan wanita lain” Wajah ibu Melissa memerah, hendak menangis namun ia tahan
“Akhirnya semenjak itu papamu tak pernah pulang lagi, dan yang mama temui waktu itu teman papamu yang meminta hutang papamu dilunasin, hingga akhirnya rumah terakhir diminta oleh pihak bank” Ibu Melissa menangis, Tak kuasa menahannya sedari tadi, Ia menangis sambil mendekap anaknya yang ia sayangi, yang ia pertahankan dari bayi hingga sekarang, anak yang apapun akan dia lakukan agar anak satu satunya itu bahagia.
Melissa berdiri melepaskan diri dari tubuh ibunya, Berkata lirih “Ma, Melissa sayang mama” Ibu Melissa mengangguk tak tahu harus berkata apa, lalu dipeluknya gadis belia itu. Dalam hati ia berjanji, ia akan menjaga anak gadis itu hingga dewasa, hingga suatu saat ada yang menjaganya ketika ia sudah tidak mampu lagi menjaganya.
Melissa melepas dekapan ibunya, ia berjalan pelan langkahnya gontai, di pikirannya berkecamuk banyak hal, ia melangkah menuju kamar tidurnya, ditutupnya pelan pelan, lalu berbaring diatas ranjang tidurnya. Mulutnya ia tutup rapat rapat dengan bantal, lalu menangis, menangis sekencang yang ia bisa.
Cerpen Karangan: Nisca Marsandi