Kotak musik itu kembali aku putar, setelah beberapa kali mengeluarkan suara yang sangat syahdu di telingaku. Dua orang di dalam kotak musik itu berputar-putar mengikuti irama musik. Aku sesekali termenung ketika kotak musik itu kuputar, terkadang juga air mata ikut menetes ketika kotak musik itu dimainkan.
Kali ini aku tidak hanya termenung saat dua orang didalam kotak musik itu berputar mengikuti irama musik pengiringnya. Kali ini ada sesuatu yang membasahi kedua pipiku, sangat deras, bendungan di mataku kembali jebol, sehingga air mata itu tidak lagi bisa dibendung walau aku sudah sekuat tenaga membendungnya. Kotak musik berwarna pink dengan dua orang yang sedang berputar didalamnya saat ini sangat suka membuatku meneteskan air mata. Ia berkali-kali mebuatku menetaskan air mata.
Kalian kira kotak musik itu jahat kepadaku? Tidak dia tidak jahat kepadaku, dia sama sekali tidak menyakitiku, ia hanya berputar saja mengikuti iringan musik.
Kini dua orang didalam kotak musik itu sudah berhenti berputar begitu pula dengan musik pengiringnya. Meski kotak musik itu telah berhenti berputar tetapi air mataku masih saja belum berhenti, malah ia makin deras membasahi pipiku. Mengapa saat kedua orang di dalam kotak musik itu menari, malah kenangan juga ikut menari-nari di kepalaku. Kenangan itu kadang membuatku sesekali tersenyum mengingat moment-moment menyenangkan bersamanya, dan terkadang moment itu membuatku sangat sedih ketika mengingatkannya kembali.
Tiba-tiba saja terdengar suara ketukan di pintu kamarku, dan bebrapa saat kemudian seorang wanita muda masuk ke kamarku. Ia langsung memelukkku yang saat itu sedang menangis. Ketika ku berada di pelukannya air mata ini kembali turun dengan deras, ia pun juga ikut mengeluarkan air mata ketika memelukku.
Wanita itu adalah kakak perempuanku satu-satunya, ia wanita yang mandiri, cantik, baik hati, dan selalu menjadi pelabuhan persinggahan dan permberentian bagiku saat ku terpuruk. Namanya jasmine, kata orang-orang disekitarku ia sangat mirip dengan ibu, tatapannya, senyumnya, cara ia berbicara, cara ia berjalan dan lain sebagainya. Kata orang ia adalah salinan ibu, tak ada yang berbeda antara ia dan ibu.
Setiap kali aku menatapnya atau memeluknya aku merasakan kembali kehangatan itu. Kehangatan yang sekarang atau sampai nanti tidak akan aku rasakan lagi.
Saat ini kenangan satu tahun yang lalu kembali merasukiku. Kata orang-orang mengikhlaskan kepergian seseorang dihidup kita adalah hal yang mudah. Bagiku itu sangat sulit. Kata ikhlas dalam kamusku itu hanya bohong, mulutku bisa saja mengatakan aku ihklas, tapi jiwa, hati dan ragaku tak bisa mengiklasakan. Ikhlas itu hanya untaian kata yang hanya bisa aku ucapkan tapi tak bisa aku laksanakan.
Mengapa sulit sekali menerima dan menerapkan kata ikhlas itu? Sebab orang itu tidak pernah merasakan berada di posisiku, ia hanya bisa mengatakan “kamu harus ikhlas, kamu akan baik-baik saja tanpanya, banyak yang peduli terhadapmmu, semua orang menyayangimu,” Bagiku kata-kata yang mereka ucapkan kepadaku satu tahun silam itu adalah dusta yang sangat menyakitkan bila diingat.
Usiaku yang saat itu masih menginjak 18 tahun, usia dimana aku masih membutuhkan sosok ibu sebagai pendengar, teman bercerita, tempat berkeluh kesah dan tempat ternyaman untukku pulang saat dunia ini menyakitiku. Ia sosok yang sangat aku butuhkan saat itu.
Tepat saat hari ulang tahunku 21 maret tahun lalu. Hari itu sangat berbeda dengan hari-hari ditahun yang lalu, tidak ada yang spesial dihari itu, hari itu sangat berbeda. Tidak ada perayaan dihari itu, tidak ada tiup lilin, tidak ada kue Coklat buatan ibu, serta tidak ada kumpul keluarga besar.
Untuk menghiburku dihari yang special tersebut semua keluarga memberikanku kado sebagai ucapan selamat ulang tahun. Tujuannya agar aku tidak bersedih murung dan merasa semua orang tidak menyayangiku lagi. Mereka tak ingin aku meneteskan air mata dihari yang special dihidupku ini. Meskipun mereka tau aku tak akan mungkin bisa tersenyum seperti dulu lagi. Senyum yang aku berikan dihari itu hanya lah topeng, manipulative, penuh dengan kebohongan. Begitu pula dengan ibu, ibu telah menyiapkan kado terbaik untukku sebulan sebelum ulang tahunku. Saat aku sedang tertidur di sebelah ranjang ibu, seseorang mengelus kepalaku, berusaha membangunkanku yang sedari tadi. Sebuah kado yang dibungkus dengan kertas berwarna merah muda diberikan padaku saat itu.
Biasanya ibu terlihat lesu, murung dan selalu bersedih ketika terbaring di ranjang rumah sakit.. saat ini ibu berbeda dari biasanya biasanya ibu murung, dan sangat lesu, tapi saat aku membuka mataku kali ini, aku melihat senyum merekah di bibirnya yang kali ini tidak terlihat pucat pasi tetapi kini bibir ibu merah merona seperti bunga mawar. ia sangat cantik dengan mengenakan baju berwarna merah maroon, serta bagian kepala yang ditutup dengan kerudung kesukaan ibu.
Aku tau saat itu ibu sedang menyembunyikan rasa sakit ditububuhnya, ia berusaha menutupi rasa sakitnya dengan senyuman yang merekah di bibirnya. Ia mulai berbicara kepadaku saat mataku sudah sempurna terbuka, meski ia berbicara dengan terbata-bata dan dengan sangat sulit sekali mengeluarkan kata-kata tersebut, tetapi ia tetap antusias dan tetap tersenyum.
Ia mulai berbicara “fi fisy a anak ca ntik I I bu” Suaranya terhenti, ia mengambil nafas panjang lagi untuk melanjutkan ucapannya “se se lamat u u lang ta hun ya sa yang I bu, ma a f I bu ha nya bi sa me m beri I ni, da n ma aaf kan I but i dak bi sa mem buat kan kue coklat di hari isti mewa mu ini” ucap ibu lagi dengan terbata-bata Ia kembali mengambil nafas yang panjang agar bisa melanjutkan ucapannya “ini kado dari ibu, ibu sudah menyiapkan kado ini jauh-jauh hari, ibu harap kamu suka ya” ucap ibu yang mulai bisa berbicara dengan lancar.
Seketika air mataku mengalir dengan deras membasahi pipiku, aku langsung memeluk ibu, dan menangis di pelukannya. Ibu mengusap air mataku yang membasahi kedua pipiku, ia pun kembali berbicara, tatapi kali ini lebih serius dari biasanya. Ia menyurhhku menatapnya akupun menatapnya kali ini tatapannya sangat-sangat serius.
Ia mengusap kembali air mata di pipiku, dan kali ini mengelus kepalaku dengan lembut. Ia kemudian mulai mengambil nafas agar ia bisa berbicara dengan lancar kembali. “nak mungkin ini kado terakhir dari ibu dihari ulang tahunmu, tapi hadiah ini bisa menemanimu saat kamu sedih, bahagia, atau mungkin nanti kamu merindukan ibu.”
Air mataku kembali menetes, aku meraih hadiah itu, dan membukanya saat itu juga. Aku membuka pembungkus yang menutupi hadiah itu, terlihat didalamnya kotak musik berwarna pink, didalamnya terdapat dua orang wanita yang berpelukan. Yang satu terlihat lebih tua, dan yang satu lagi mungkin seorang remaja. Ya didalam kotak musik itu terdapat seorang anak dan ibunya yang sedang berpelukan. Saat kotak musik itu aku putar, keduanya berputar indah diiringi lagu yang tak asing lagi di kepalku. Lagu ini lagu kesukaan ibu, lagu yang selalu ibu putar kapan pun dan dimanapun.
Aku termenung melihat hadiah pemberian ibu, aku kembali menangis, tapi kali ini tak mengeluarkan suara sama sekali. “nak nanti jika kamu rindu ibu, kamu bisa memutar kotak musik ini, karna mungkin jika nanti ibu tak didekatmu maka kotak musik inilah yang akan menemani hari-harimu.”
Benar saja malam itu di hari ulang tahunku ibu pergi untuk selamanya. Meninggalkanku yang saat itu masih sangat membutuhkan sosok ibu di kehidupanku. Kata-kata yang ia ucapkan dihari itu selalu terngiang-ngiang di kepalaku. Meninggalkan luka yang sangat dalam, menorehkan kenangan yang sangat pahit di hidupku.
Hari ulang tahun yang seharusnya menjadi hari membahagiakan di hidupku, berubah menjadi hari yang sangat menyakitkan, bagaimana tidak, hari itu hari dimana umurku bertambah tapi orang yang aku sayangi pergi untuk selamanya.
Kotak musik itu kini menjadi saksi bisu mengingat kenangan yang pernah kulalui bersama ibu. Alunan-alunan musik yang mengiringiinya menjadi alunan pembawa rindu kepada ibu. Kotak musik itu kini menjadi teman berceritaku saat ku terpuruk, hancur, kecewa dan saat aku berbahagia. ia adalah kado terindah yang pernah ibu berikan kepadaku. Aku akan selalu menjaganya sampai akhir hayatku.
TAMAT
Cerpen Karangan: Indah Wahyu Ilahi Indah Wahyu Ilahi, mahasiswa sastra indonesia, Universitas Andalas instagram: Indahwhyu_