Waktu begitu sederhana, hari demi hari, jam demi jam, menit bahkan detik kulalui dengan perlahan. Banyak rintangan dan hambatan yang kulalui untuk sebuah kehidupan. Dan pada akhirnya membawaku kepada pengalaman menjadi seseorang yang mempunyai segalanya, baik dari segi ekonomi, kecerdasan, di segala bidang apapun.
Terkadang semesta menjauhkan dari orang yang salah dengan cara yang sakit. Begitupun diiringi dengan kebahagiaan yang tiada henti. Aku pernah berpikir. Kuatkah aku melewati semua perjalanan ini? Lalu tersadar dengan kalimat untuk apa aku hidup hingga aku lupa pada rasa syukur yang aku punya. Ini kurasakan setelah aku lulus dari bangku Sekolah Menengah Atas.
Hari begitu cepat menjelang kelulusan semua temanku berpikir dan tanya-tanya satu sama lain mengenai jenjang sekolah yang akan dilanjutkan masing-masing temanku. Mereka bersendau gurau dan membahas perguruan tinggi masing-masing yang diinginkan yang kebanyakan kampus favorit. Aku hanya diam seolah-olah aku tidak punya tujuan yang jelas karena orangtuaku sudah berpesan “maaafkan ibu ya karena nanti setelah kamu lulus ibu tidak bisa menyekolahkan kamu lagi”. Hingga aku minder dengan teman-temanku yang melanjutkan kuliah.
Dalam diamku menguntai kata dan rasa yang sangat bertentangan dan sibuk berperang. Aku ingin merasakan seperti mereka yang lainnya tapi bagaimana dengan keadaanku ini. Mengapa aku tidak bisa memiliki kesempatan yang sama dengan mereka yang lainnya. Aku selalu berusaha untuk mendapatkan nilai yang bagus di setiap semesternya.
Singkat cerita aku pernah mendaftar untuk bisa masuk ke perguruan tinggi dengan beasiswa namun hasilnya kosong. Dari sekian banyak yang kucoba tidak satupun menerimaku. Disini duniaku terasa seakan hancur dan gelap. Aku tidak tahu apa yang harus kulakukan selain pasrah dan mengikuti alur hidupku. Dalam lamunanku yang hampir meneteskan air mata tiba-tiba tersadarkan oleh sapaan lembut sahabatku.
Kirana adalah nama sahabatku. Dia anak yang cantik, dari keluarga yang terpandang dan baik sekali. Kirana tahu apa yang kupikirkan saat ini. “Allah tahu hatimu kuat ve, sehingga kamu dikasih cobaan berat, lewati semuanya dengan sabar dan ikhlas karena bahagiamu pasti datang”. Air mataku semakin tak bisa kubendung dihadapan kirana aku menangis.
“kenapa ki? Apa yang harus aku lakukan?” “Banyak ve, Vera ada banyak hal yang bisa kamu lakukan, kamu pintar, kuat dan cerdas. Ingat semua hal bisa terjadi. Jangan seperti ini lah ayo bangkit. Tunjukkan jika kamu mampu mengubah hidupmu dengan cara yang tak terduga.”
Seketika aku tertegun mendengar setiap kata yang diucapkan Kirana. Aku memang tak pernah tau apa yang akan terjadi di depan. Dengan napas yang marih terisak aku berusaha menghentikan air mata. Kuubah ekspresi wajahku meski dengan berat dan terpaksa untuk tersenyum. Sahabatku begitu kuat dalam meyakinkanku dan kini aku harus berusaha untuk bisa tegar.
Dengan perasaan yang tidak karuan aku berusaha menguatkan langkahku menapaki jalan-jalan yang riuh lalu lalang. Setelah selesai acara di sekolah tadi aku memutuskan untuk langsung pulang. Namun tidak dapat dibohongi jika hati ini rasanya berkecamuk. Aku bimbang harus bagaimana. Diriku ini juga harapan ibuku. Aku tidak mungkin akan terus mengandalkan ibuku. Sementara aku tahu ibuku sedang sakit keras, meskipun ia tidak memperlihatkannya. Sudah saatnya aku bisa menata hidupku. Jika aku tidak bisa melanjutkan kuliah setidaknya aku harus bisa memiliki kesibukan yang bermanfaat dan menghasilkan uang.
Dalam kebimbangan seketika mataku tertuju pada tulisan kecil dalam tiang di samping pohon pinggir jalan. Dengan cermat aku membaca kata demi kata yang pada intinya berisikan pamflet lomba desain untuk gaun pesta. Tanpa basa basi kufoto tulisan tersebut.
Sesampainya di rumah aku terus mencermati syarat dan ketentuan lomba itu. Setidaknya aku harus mencoba untuk bisa ikut acara ini, ucapku dengan lirih. Namun dari balik tirai ibuku mendengar lalu bertanya. “Apa yang mau diikuti nak?” ini ibu sembari kutunjukkan foto tadi. Hal yang tak terduga ibuku ternyata juga mengizinkan aku untuk mendaftar dan mengikuti lomba itu. Ibu tau jika anaknya ini sangat menyukai dunia perdesainan.
Dua bulan sudah aku memikirkan poster itu tapi bagaimana? Aku memang suka mendesain tapi kan aku tidak pernah sekolah tentang itu. Sepertinya aku harus mengurungkan niat itu. Jika dipikirkan pasti saingannya adalah orang orang pandai dan ternama semua. Ibu terus memberiku semangat untuk berlatih setiap hari. Hingga pada suatu ketika kejadian tak terduga terjadi pada keluarga kecil ini. Ibu tiba-tiba terjatuh di kamar mandi saat aku sedang tidak di rumah. Aku pergi ke tempat konveksi. Dimana tempat ibuku bekerja. Sejak saat aku lulus akulah yang menggantikan dia. Dering telepon yang terdengar di seisi ruangan kini membuat tubuhku melemas dan bergetar. Tanpa berkata sepatahpun aku langsung bergegas pulang. Namun apa yang terjadi sampai di rumah justru yang kutemui bendera kuning dan tetangga yang sibuk menyiapkan kesana kesini. Seketika kulempar tas yang kupegang dan kudekap tubuh yang telah terbujur bertutupkan kain. Tangisku pecah saat itu juga. Duniaku serasa hancur lebur tak tersisa. Kini separuh dari jiwaku telah pergi untuk selamanya.
Di pagi yang gerimis aku susuk termenung di teras rumah. Aku serasa tidak punya tujuan hidup lagi. Sepertinya keadilan tidak berpihak padaku. Kenapa aku dibiarkan seperti ini. Rasanya hari-hariku sangat hampa dan sepi. Untuk siapa lagi aku bertahan disini. Lamunanku tersadar ketika suara lembut menyapaku, suara yang tidak asing di telingaku.
“hai vera”. Ya ini adalah Kirana. Kirana sengaja datang menemuiku untuk memberikan support padaku. Setelah beberapa lamanya tidak bertemu tapi ia tetap sama. Kata-kata yang diucapkan selalu membuatku bangkit dan memiliki semangat baru lagi. Dia terus memberikan aku motivasi dan alasan untuk bertahan lagi.
Sejak saat itu aku berkomitmen untuk memperjuangkan hidupku sendiri. Ibu pasti sedih jika melihat anaknya tidak bangkit. Aku berusaha untuk belajar memperbaiki desainku yang sudah sempat kubuat dan terbengkalai. Aku telah memantapkan pilihanku untuk mendaftar lomba itu. Kini hatiku telah dipenuhi keyakinan jika usahaku tidak akan sia-sia. Walaupun pada akhirnya aku tidak menang tetapi aku pasti dapat pengalaman yang berharga.
Tepat satu hari sebelum deadline karyaku telah usai dan telah kukirimkan. Tidak lupa aku kirimkan juga kepada Kirana. “Vera ini bagus sekali, aku percaya kamu pasti bisa”. Aku hanya tersenyum menanggapi ucapan Kirana. Dia benar-benar selalu ada untukku selama ini.
Aku mendapat email masuk yang isinya memberitahukan bahwa karyaku adalah karya yang terbaik. Aku tak menyangka ini benar terjadi tidak lupa Kirana adalah orang pertama yang kuberi tahu. Karena hanya dialah yang aku punya saat ini. Yang membuatku senang yaitu aku diberikan kesempatan untuk bergabung ke perusahaan besar dan mendapatkan beasiswa kuliah di luar negeri tanpa syarat apapun. Aku benar-benar bersyukur dan masih tidak menyangka jika pada akhirnya kisah seperti itulah yang membawaku bisa seperti saat ini. Allah tidak akan membiarkan makhluknya berjuang sia-sia. Apapun yang kumau sekarang bisa terpenuhi. Dan aku berharap ibuku bangga dengan perjuanganku selama ini.
Cerpen Karangan: Eva Septia Blog / Facebook: Eva